Bisnis.com, JAKARTA - Mabes Polri mengakui perempuan yang melakukan aksi teror bom bunuh diri kini tengah menjadi tren karena perempuan lebih militan dan mudah direkrut pelaku tindak pidana terorisme.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengungkapkan bahwa pola rekrutmen teroris perempuan tersebut sudah diterapkan oleh Kelompok Teroris ISIS di Negara Afganistan, Irak, dan Suriah.
Dedi berpandangan alasan perempuan dijadikan target rekrutmen oleh kelompok teroris karena secara psikologi perempuan dinilai lebih setia dan taat kepada suaminya yang terlibat tindak pidana terorisme.
"Wanita ini memiliki ciri psikologi yang setia, taat pada suami. Jika suami memberikan ajaran atau suatu paham, lebih meresap. Setelah merasap, dia [perempuan] akan terpapar lebih jauh dan kuat," tuturnya, Jumat (15/3/2019).
Dedi menilai, tren pelaku teroris hari ini tidak hanya menggunakan perempuan, tetapi juga anak-anak untuk melakukan aksi bom bunuh diri. Aksi teror bom bunuh diri yang dilakukan perempuan dan anak-anak tersebut, menurut Dedi juga mengikuti pola gerakan teror ISIS di Timur Tengah.
Baca Juga
"Kita memang melihat jaringan teroris hari ini sudah melibatkan, mohon maaf, anak-anak dan perempuan. Hal ini jelas-jelas meniru pola ISIS di Afganistan, Irak dan Suriah," katanya.
Sebelumnya, mantan teroris Jamaah Islamiyah (JI), Ali Fauzi Manzi mengakui sebenarnya kelompok teroris yang pro terhadap ISIS seperti Jamaah Ansharut Daullah (JAD) bukan yang pertama kali menggunakan wanita sebagai pengantin bom bunuh diri, seperti saat meledakkan di salah satu Gereja di Surabaya, Minggu (13/5/2018) dan juga peristiwa di Sibolga Sumatera Utara yang dilakukan Solimah (30) dan anaknya berinisal H (2).
Akan tetapi sebelumnya ada juga bomber wanita bernama Dian Yulia Novi yang berencana menjadi pengantin bom bunuh diri di Istana. Namun, tidak berhasil karena digagalkan oleh Paspampres pada Minggu 11 Desember 2016.
Kini, wanita yang sudah memasuki usia 30 tahun itu divonis pidana 7,5 tahun karena berencana meledakkan diri dengan sasaran Paspamres di Istana Negara. Adik kandung Ali Amrozi bin Nurhasyim, pelaku teror bom Bali 2 itu juga mengatakan peranan wanita yang ada pada kelompok teroris pro ISIS dan JI berbeda jauh.
Kelompok JI, menempatkan perempuan pada ranah domestik yaitu mengurus rumah dan mendidik anak serta tidak diberitahu ihwal kiprah sang suami yang seringkali melakukan aksi teror di luar rumah.
Sementara kelompok teroris yang pro terhadap ISIS seperti JAD, malah lebih banyak merekrut wanita untuk menjadi teroris karena dinilai lebih militan, bahkan pada beberapa kasus sang isteri yang sudah bergabung terlebih dulu dengan JAD akan mengajak sang suaminya untuk turut serta berjuang. Maka dari itu, tidak mengherankan jika Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menyebut bahwa pelaku aksi teror di Surabaya berasal dari satu keluarga yang sama dan tergabung kelompok teroris JAD.
"Memang sebetulnya tren perempuan yang melakukan aksi teror ini bukan hal yang baru. Mereka terinspirasi dari tokoh perempuan ISIS yang meledakkan diri beberapa tahun lalu di Iraq dan kemudian inspirasi itu berlanjut ke Dian yang berencana meledakkan Istana Negara pada 2016 lalu," tutur Ali kepada Bisnis melalui sambungan telepon.
Ali menjelaskan pola serangan yang dilakukan antara teroris wanita yang ada di JI dan JAD juga berbeda. Jika teroris wanita yang ada di JI, menurutnya lebih mengedepankan defensif, sementara teroris wanita yang di JAD lebih dominan melakukan aksi offensif.
Artinya tidak harus menunggu ada perang dulu baru aksi, tetapi beraksi melakukan teror terlebih dulu baru berperang. "Soal jihad, perempuan yang ada di JI lebih mengedepankan defensif sedangkan JAD lebih offensif dan menyerang secara brutal," katanya.
Sementara itu, mantan tangan kanan teroris Noordin M Top, Sofyan Tsauri menjelaskan kelompok teroris yang pro terhadap ISIS, kini lebih gemar merekrut wanita sebagai kader sekaligus bomber. Rekrutmen itu dilakukan pada sejumlah tempat pengajian yang ada di masjid-masjid.
Menurutnya, alasan kelompok teroris pro-ISIS seperti JAD merekrut wanita karena selain lebih militan dibanding pria, wanita juga bisa menyebarkan paham radikalisme terhadap anak kecil, jadi ketika anak tersebut menginjak usia dewasa paham radikalisme sudah sangat kuat dan tidak mudah dipengaruhi paham lain.
"Kalau wanita itu tidak kalah militan daripada laki-laki, karena perempuan itu kan setengah pikiran tidak kritis lebih banyak menggunakan perasaan, sehingga perempuan tidak kuasa untuk menolak suatu pemahaman dan kalau sudah kena bakal terus-terusan atau tidak hilang, makanya kan ada istilah perempuan itu susah ditebak," katanya kepada Bisnis.
Sofyan sendiri menilai gerakan teror yang kini dilakukan kelompok pro-ISIS seperti adanya bomber wanita dan anak-anak, sangat jauh dari syarat jihad dalam Islam. Padahal, dia menjelaskan fungsi wanita dalam aksi jihad hanya sebatas mengurusi suami, mendidik anak untuk menjadi mujahid serta mengobati para pejuang jihad yang terluka saat berjuang di jalan Allah SWT.
"Kalau pada jaman Rasulullah, tidak ada itu wanita yang diperbolehkan ikut berjihad, kecuali sifatnya darurat. Ada beberapa yang harus dihindari dalam melakukan aksi jihad yaitu menggunakan perempuan dan anak-anak serta menyerang tempat ibadah seperti Masjid, ini yang tidak boleh," tuturnya.
Menurut Sofyan, peranan teknologi dewasa ini juga telah mendukung kemudahan para calon teroris wanita. Kelompok teroris yang pro-ISIS kini lebih sering memanfaatkan media sosial atau situs tertentu untuk melakukan baiat para calon teroris wanita.
Dian yang merupakan calon pengantin bom bunuh diri wanita pertama 2016 lalu, juga sempat beberapa kali mengakses website millahibrahim.net untuk mendengarkan dan membaca seluruh artikel tentang radikalisme di Indonesia. Kini, website tersebut sudah Diblokir dan tidak bisa lagi diakses siapapun.
Menurut Sofyan alias Abu Ayass, kelompok teroris yang pro-ISIS biasanya menggunakan baiat seperti yang dulu pernah dilakukan oleh sahabat kepada Nabi Muhammad SAW. Para kelompok teroris ini mengklaim alasan baiat wajib dilakukan para pengantin bom bunuh diri yaitu agar tidak meninggal dalam keadaan jahiliyah maupun kufur.
Artinya baiat yang dilakukan kelompok pro-ISIS tersebut hampir sama seperti pemutihan terhadap berbagai jenis dosa.
"Kelompok ini sering menyebut bahwa kalau tidak dibaiat bisa dianggap sebagai kafir," ungkapnya.
Director Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), Sidney Jones mengungkapkan teroris wanita sudah bangkit sejak 3 tahun yang lalu, di mana pencetusnya adalah Dian yang telah ditangkap Densus 88. Menurutnya, Kepolisian seharusnya mulai melakukan counter teroris tidak hanya kepada pria, tetapi juga terhadap wanita yang kini trennya sedang meningkat.
Selain itu, Sidney juga mengingatkan Densus 88 agar tidak hanya terfokus pada kelompok JAD, tetapi masih banyak kelompok teroris yang pro terhadap ISIS di Indonesia.
"Jadi Polri sebaiknya fokus tidak hanya pada teroris pria saja, tetapi juga wanit. JAD ini kan bukan satu-satunya kelompok teroris yang pro-ISIS tetapi masih banyak yang lainnya," ujarnya.