Bisnis.com, JAKARTA - Praktisi hukum tata negara Irmanputra Sidin menagih konsistensi negara dalam menjamin wajib belajar 12 tahun bagi seluruh warga negara.
Di satu sisi, berbagai UU seperti UU No. 7/2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) mensyaratkan pendidikan minimal sekolah menengah atas (SMA) atau sederajat bagi calon presiden atau wakil presiden.
Di sisi lain, UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) mencantumkan wajib belajar yang dibiayai pemerintah hanya selama sembilan tahun atau sampai sekolah menengah pertama (SMP) atau sederajat.
Irman menilai pembatasan itu menyebabkan banyak anak bangsa terancam tidak dapat melanjutkan pendidikan ke SMA. Konsekuensinya, mereka tidak dapat mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres di masa mendatang.
Karena itu, Irman menggugat Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pasal tersebut mengharuskan pemerintah pusat dan daerah menjamin wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
Frasa ‘jenjang pendidikan dasar’ dalam beleid tersebut adalah sekolah dasar (SD) hingga SMP. Dalam petitum permohonannya, Irman meminta MK menafsirkan frasa tersebut secara bersyarat hingga mencapai SMA guna mewujudkan wajib belajar 12 tahun.
Baca Juga
Mengacu pada Pasal 31 ayat (2) UUD 1945, Irman menilai konstitusi tidak mengunci jenjang pendidikan wajib belajar hanya sampai SMP. Kendati UU Sisdiknas mencantumkan kata ‘minimal’, dia berpandangan seharusnya jenjang pendidikan dasar dicantumkan secara eksplisit mencakup SMA.
“Maka minimal SMA atau sederajatlah yang wajib diikuti warga negara dan wajib dibiayai oleh negara,” tulis Iqbal Tawakal Pasaribu, kuasa hukum Irman, dalam berkas permohonan yang diajukan di Jakarta, Senin (12/11/2018).
Uniknya, Irman meminta MK untuk mengundang dua kontestan Pemilu Presiden 2019 sebagai pihak terkait dalam persidangan perkara tersebut. Menurut pemohon, pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin atau Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno adalah pihak yang berkewajiban menjalankan wajib belajar 12 tahun—bila dikabulkan MK—pada pemerintahan 2019-2024.
“Saat ini adalah momentum saat berjalan proses Pemilu 2019 sebagai daur hidup terbentuknya pemerintahan negara sehingga pasangan calon presiden harus siap untuk menjawab pertanyaan konstitusional tersebut,” tambah Iqbal.