Bisnis.com, JAKARTA - Pihak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menanggapi polemik kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Beberapa pihak mengkritisi UKT yang kian mahal tersebut akan memengaruhi kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang sebentar lagi mendapatkan bonus demografi.
Pelaksana tugas (Plt) Sekretaris Ditjen Diktiristek, Tjitjik Srie Tjahjandarie mengatakan bahwa Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) saat ini belum bisa menutup semua kebutuhan operasional.
Dia menjelaskan bahwa pada dasarnya pendidikan tinggi merupakan pendidikan tersier, tidak masuk ke dalam program wajib belajar selama 12 tahun.
"Kita bisa lihat bahwa pendidikan tinggi ini adalah tertiary education, jadi bukan wajib belajar. Artinya tidak seluruhnya lulusan SLTA, SMK itu wajib masuk perguruan tinggi. Ini bersifat pilihan," katanya, saat memberikan keterangan, dikutip Senin (20/5/2024).
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa pemerintah saat ini fokus untuk pendanaan pendidikan wajib 12 tahun, dan perguruan tinggi tidak masuk ke dalam prioritas.
Baca Juga
"Apa konsekuensi karena ini adalah tertiary education? Pendanaan pemerintah untuk pendidikan difokuskan dan diprioritaskan untuk pembiayaan wajib belajar," ujarnya.
Meski begitu, Tjitjik menjelaskan bahwa penyelenggaraan pendidikan tinggi harus dapat diakses oleh berbagai lapisan masyarakat.
Adapun menurutnya, pemerintah telah mewajibkan ada dua kelompok UKT yaitu UKT 1 dengan besaran Rp500.000 dan UKT 2 dengan besaran Rp1.000.000.
Dia menjelaskan bahwa proporsi UKT 1 dan UKT 2 sebesar minimum 20%. Hal ini untuk menjamin masyarakat yang tidak mampu, namun memiliki kemampuan akademik tinggi sehingga dapat mengakses pendidikan tinggi (tertiary education) yang berkualitas.
“Dalam penetapan UKT, wajib ada kelompok UKT 1 dan UKT 2 dengan proporsi minimum 20%. Ini untuk menjamin akses pendidikan tinggi berkualitas bagi masyarakat yang kurang mampu,” ujarnya.
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa perguruan tinggi memiliki kewenangan otonom untuk menetapkan UKT kelompok 3 dan seterusnya.
Namun, Tjitjik mengingatkan bahwa penetapan besaran UKT tetap ada batasannya yaitu untuk UKT kelompok paling tinggi maksimal sama dengan besaran Biaya Kuliah Tunggal (BKT).
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang pendidikan Tinggi mengamanatkan bahwa pemerintah perlu menetapkan Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT).
SSBOPT merupakan acuan biaya penyelenggaraan pendidikan tinggi yang secara periodik diriviu dengan mempertimbangkan capaian Standar Nasional Pendidikan Tinggi, jenis program studi, dan indeks kemahalan wilayah.
Dia menjelaskan bahwa SSBOPT menjadi dasar pengalokasian Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) dan penetapan BKT. BKT merupakan dasar penetapan UKT untuk setiap program studi diploma dan sarjana.
Tjitjik menjelaskan, saat ini intervensi pemerintah melalui BOPTN baru bisa menutup sekitar 30% biaya penyelenggaraan pendidikan tinggi.
Seperti diketahui, beberapa perguruan tinggi di Indonesia mengalami kenaikan UKT secara signifikan. Para mahasiswa melakukan protes, dan menentang hal tersebut.