Kabar24.com, JAKARTA — Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan uji konstitusionalitas UU tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau UU MD3.
Kendati beleid tersebut belum bernomor lantaran Presiden Joko Widodo belum mengesahkannya, MK tetap menerima registrasi tiga perkara uji materi UU MD3.
Perkara No. 16/PUU-XVI/2018 dimohonkan oleh Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK), perkara No. 17/PUU-XVI/2018 diajukan oleh Ketua Umum dan Sekjen Partai Solidaritas Indonesia (PSI), serta perkara No. 18/PUU-XVI/2018 oleh Zico L.D. Simanjuntak dan Joshua S. Collins.
"Persidangan dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum," kata Hakim Konstitusi Suhartoyo saat memimpin sidang pleno di Jakarta, Kamis (8/3/2018).
Baik FKHK maupun PSI sama-sama menggugat pasal-pasal kontroversial dalam UU MD3 yakni Pasal 73 Ayat 3 dan Ayat 4 tentang mekanisme pemanggilan paksa setiap orang yang mangkir dari pemanggilan DPR, Pasal 122 huruf k mengenai langkah hukum terhadap penghina kehormatan anggota dan kelembagaan DPR.
Selain itu, Pasal 245 Ayat 1 ihwal pemeriksaan wakil rakyat yang mesti didahului pertimbangan Mahkamah Kehormatan DPR.
Baca Juga
Adapun, pemohon perkara No. 18/PUU-XVI/2018 hanya memohonkan uji konstitusionalitas Pasal 122 huruf k UU MD3.
Sampai saat ini, belum ada sinyal dari Presiden Jokowi untuk meneken pengesahan UU MD3 setelah disetujui bersama dalam Rapat Paripurna DPR 12 Februari 2018. Tanpa tanda tangan RI-1, UUD 1945 menyebutkan UU baru sah 30 hari setelah beleid disetujui bersama antara Presiden dengan DPR alias pada 14 Maret 2018.