Bisnis.com, JAKARTA -- DPR siap menerima setiap keputusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi Undang-Undang MPR DPR, DPD, dan DPRD (MD3).
Ketua DPR Bambang Soesatyo menyatakan uji materi yang disampaikan oleh sejumlah elemen masyarakat menunjukan publik makin dewasa karena telah menggunakan jalur-jalur yang disediakan negara.
"Publik semakin dewasa dalam menyikapi ketidaksetujuannya terhadap suatu UU yang telah diputuskan bersama antara pemerintah dan DPR selaku pembuat UU, yakni melalui uji materi di Mahkamah Konstitusi," paparnya dalam keterangan resmi yang dikutip Bisnis, Sabtu (3/2/2018).
Politisi Partai Golkar itu yakin MK dapat memutuskan yang terbaik bagi rakyat.
"Apapun keputusannya, DPR akan menerimanya dengan lapang dada," lanjut Bamsoet.
Sejak kemunculannya, perubahan UU MD3 banyak disorot publik. UU itu seolah ingin menegaskan bahwa DPR sebagai lembaga superbodi.
Pasal 122 huruf k misalnya, memberikan mandat kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk bisa mengambil langkah hukum atau langkah lain terhadap pihak yang merendahkan kehormatan DPR.
Berdasarkan catatan Bisnis, permohonan pertama dilayangkan pada 13 Februari 2018 oleh Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) dengan menggandeng kuasa hukum Firma Hukum Sidin Constitution pimpinan Irmanputra Sidin. Namun, FKHK memperbaiki berkas permohonan dengan memasukkan gugatan baru pada Jumat (23/2/2018).
Sementara itu, permohonan kedua dilayangkan oleh Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Grace Natalie dan Raja Juli Antoni.
Baik FKHK maupun PSI sama-sama menggugat pasal-pasal kontroversial dalam UU MD3 yakni Pasal 73 ayat (3) dan (4) tentang mekanisme pemanggilan paksa setiap orang yang mangkir dari pemanggilan DPR, Pasal 122 mengenai langkah hukum terhadap penghina kehormatan anggota dan kelembagaan DPR. Selain itu, Pasal 245 ihwal pemeriksaan wakil rakyat yang mesti didahului pertimbangan Mahkamah Kehormatan DPR.
Beberapa waktu lalu, Presiden Joko Widodo pun mengundang Mahfud MD dan sejumlah pakar hukum dan tata negara untuk membicarakan persoalan hukum yang terjadi di Indonesia, termasuk revisi UU MD3 dan RUU KUHP.