Kabar24.com, JAKARTA - Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat memperingatkan semua pejabat kedutaan besar negara itu di berbagai negara untuk meningkatkan keamanan menjelang pengumuman status Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Rencananya, pengumuman soal status Yerusalem ini akan dilakukan pada Rabu, 6 Desember 2017, pada waktu setempat pada sesi di National Defense University.
Media Politico melansir peringatan dari Kemenlu ini dilakukan lewat dua surat kabel pada pekan lalu. Surat ini juga berisikan kekhawatiran pengumuman Trump soal status Yerusalem itu bakal memprovokasi kemarahan di dunia Arab. Apalagi, menantu Trump, Jared Kushner, sedang berupaya mengaktifkan kembali pembicaraan damai antara Israel dan Palestina, yang sempat terhenti.
"Rencana pengumuman ini membuat saya merasa sangat khawatir mengenai kemungkinan adanya respon berupa tindak kekerasan, yang bisa berdampak pada kedubes," kata salah satu pejabat Kemenlu kepada Politico, Senin, 4 Desember 2017. "Saya harap saya keliru."
Sejumlah kedubes AS di berbagai negara berpenduduk Muslim menjadi target demonstrasi berujung kekerasan sebelumnya. Pada 2012 lalu, sejumlah kedubes AS di Yaman, Mesir, dan Pakistan menjadi sasaran protes terkait sebuah video anti-Muslim yang memprovokasi. Sekelompok teroris Muslim juga menyerang pejabat kedubes AS di Benghazi, Libya, dan menewaskan empat pejabat AS di sana.
Status Kota Yerusalem menjadi perselisihan selama beberapa dekade antara Palestina dan Israel dengan masing-masing mengklaim kota ini sebagai ibukota mereka. Mayoritas negara termasuk AS sebelumnya menyepakati status Yerusalem akan ditentukan lewat proses pembicaraan damai antara Israel dan Palestina.
Trump berjanji selama masa kampanye pemilihan Presiden AS untuk memindahkan kedubes negara ini dari Tel Aviv ke Yerusalem. Namun, sejumlah Presiden AS juga pernah menjanjikan hal serupa meskipun tidak melaksanakannya dengan alasan adanya potensi gangguan keamanan dan nasib perjanjian damai.
Menurut sebuah undang-undang pada 1995 yang dibuat Kongres, Presiden AS harus mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel dan memindahkan kedubes ke sana. Meskipun undang-undang ini juga memungkinkan Presiden AS untuk menunda hal ini setiap enam bulan jika langkah itu menimbulkan konflik dengan kepentingan nasional AS.
Trump sempat menandatangani penundaan itu pada Juni lalu. Penundaan berikutnya, menurut jadwal, akan dilakukan pada Jumat pekan ini. Namun pejabat Gedung Putih mengatakan tidak ada rencana untuk melakukan ini.
Pada Selasa, 5 Desember 2017, juru bicara Gedung Putih, Sarah Sanders, mengatakan,"Presiden, saya bisa katakan, cukup solid mengenai pemikirannya soal ini (pengumuman Yerusalem sebagai ibu kota Israel) pada saat ini."