Kabar24.com, JAKARTA—Pemerintah dan DPR harus mengubah ketentuan dan syarat putusan pengadilan dalam pemenuhan hak kompensasi korban terorisme melalui revisi Undang-Undang (UU) No.1/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Supriyadi Eddyono, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), mengatakan hingga kini belum ada korban terorisme yang mendapatkan hak kompensasi dari pemerintah. Untuk itu, pemerintah dan DPR harus memperbaikinya dalam revisi UU No. 1/2002.
“Dalam beberapa kasus baru, seperti serangan bom di Jalan MH Thamrin pada awal 2016, belum ada putusan hakim yang mencantumkan hak kompensasi kepada para korban,” katanya, Jumat (31/3/2017).
Supriyadi menuturkan UU mengenai terorisme juga harus memperhatikan hak-hak korban tindak pidana tersebut, sehingga dapat berlaku lebih efektif. Dalam perumusannya, pemerintah dan DPR juga harus transparan dan melibatkan berbagai pihak.
Draf revisi UU Terorisme sendiri, lanjut Supriyadi, sudah cukup baik, karena memuat hak khusus bantuan medis yang bersifat segera, dan mengatur mekanisme rehabilitasi korban terorisme yang lebih spesifik.
“Pencantuman hak korban secara spesifik sangat penting, karena terkait kebutuhan bantuan medis, psikologis, dan kompensasi lainnya,” ujar Supriyadi.
Baca Juga
Menurutnya, selama ini aparat penegak hukum, seperti Kejaksaan masih relatif lemah dalam mengajukan hak kompensasi korban kepada hakim dalam tuntutannya. Padahal, saat ini pemberian kompensasi masih dilakukan hanya berdasarkan putusan pengadilan.