Bisnis.com, JAKARTA – Dua anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Partai Hanura akan dimintai keterangan guna mendalami dugaan aliran dana suap pembahasan raperda Pantai Utara Jakarta.
“Mereka diperiksa sebagai saksi untuk tersangka MSN,” kata Pelaksana harian (Plh) Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati di Jakarta, Rabu (29/6/2016).
Dua legislator tersebut adalah Ruslan Amsyari dan Zainuddin yang diperiksa untuk dimintai keterangan terkait tersangka Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi dalam kasus tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji terkait pembahasan Raperda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil DKI Jakarta 2015-2035 dan Raperda Pantai Utara Jakarta.
KPK juga menjadwalkan pemeriksaan kepada Kepala Dinas Tata Air Pemprov DKI Jakarta Teguh Hendrawan sebagai saksi M Sanusi.
Dalam perkara tersebut, KPK menetapkan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Arieswan Widjaja dan Personal Assistant PT APL Trinanda Prihantoro sebagai tersangka pemberi suap sebesar Rp2 miliar kepada Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi.
Dalam dakwaan Ariesman dan Trinanda Prihantoro, terungkap pendiri Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan bersama dengan Ariesman bertemu dengan sejumlah anggota DPRD DKI Jakarta, yaitu Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta merangkap Ketua Badan Legislasi Daerah (Balegda) Mohamad Taufik, Mohamad Sanusi, Ketua DPRD Prasetyo Edy Marsudi, anggota Balegda Mohamad Sangaji alias Ongen Sangaji, dan Ketua Fraksi PKS Selamat Nurdin.
Pertemuan itu membahas percepatan pengesahan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara (Pantura) Jakarta (RTRKSP).
Tujuan pertemuan itu adalah agar aturan mengenai tambahan kontribusi sebesar 15 persen dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) total lahan yang dapat dijual diubah bahkan dihilangkan.
Pada 1 Maret kembali diadakan pertemuan di kantor Agung Sedayu Group antara Aguan, anak Aguan yang bernama Richard Halim Kusuma, dan Sanusi yang membahas permintaan Ariesman yaitu agar kontribusi 15 persen dari NJOP dihilangkan, namun dijawab Sanusi hal tersebut tidak bisa dihilangkan namun diatur dalam peraturan gubernur.