Kabar24.com, JAKARTA - Kalangan pengamat Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat menilai saat ini belum diperlukan kehadiran pihak penengah untuk mengakhiri polemik Sabda Raja dan Dawuh Raja.
"Kondisi ini sebaiknya diselesaikan internal Kraton di antara kakak beradik dari empat istri Hamengku Buwono (HB) IX," kata Pakar ilmu politik dan pemerintahan UGM. Bayu Dardias.
Dia mengemukakan perbedaan pendapat di antara Sultan dan saudara-saudaranya sulit ditemukan titik temunya, karena masing-masing berpegang pada prinsip.
Ia menilai, Sultan merasa mendapat amanat dari leluhur yang besar konsekuensinya. Demikian juga dengan adik-adik Sultan akan mempertahankan masa lalu sekaligus masa depan Kasultanan lewat garis darah.
“Jadi tidak mudah dicari titik temu,” ujarnya.
Bayu yang tengah menempuh pendidikan di Australia menjelaskan pemerintah pun sulit untuk ikut campur dalam persoalan internal Kraton.
Menurutnya, pemerintah lewat Undang-undang Keistimewaan DIY (UUK) Nomor 13/2012 membedakan antara Sultan sebagai raja dan sebagai Gubernur. UUK itu diakui Bayu tidak memberikan batas waktu dan sanksi untuk mengumumkan paugeran Kraton kepada masyarakat.
“Pemerintah hanya akan mengintervensi apabila ada Sultan baru yang akan menjadi gubernur DIY".
Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X sudah menyatakan bahwa dua sabda yang dikeluarkannya merupakan perintah leluhur yang harus dilaksanakan.
Sultan mengatakan paugeran tertinggi di Kraton adalah raja. Bahkan Sultan menegaskan bahwa “Sultan itu mutlak,” katanya.(ujang hasanudin/harian jogja/jibi)