Cari berita
Bisnis.com

Konten Premium

Bisnis Plus bisnismuda Koran Bisnis Indonesia tokotbisnis Epaper Bisnis Indonesia Konten Interaktif Bisnis Indonesia Group Bisnis Grafik bisnis tv

Soal Konten Lokal, RI Berseberangan Sikap dengan AS

Bisnis.com, NUSA DUA, BALI – Indonesia berseberangan sikap dengan Amerika Serikat yang menganggap kebijakan kandungan lokal dalam pengadaan barang dan jasa berbahaya bagi perdagangan, investasi dan integrasi ekonomi.
Sri Mas Sari
Sri Mas Sari - Bisnis.com 01 Oktober 2013  |  20:16 WIB
Soal Konten Lokal, RI Berseberangan Sikap dengan AS

Bisnis.com, NUSA DUA, BALI – Indonesia berseberangan sikap dengan Amerika Serikat yang menganggap kebijakan kandungan lokal dalam pengadaan barang dan jasa berbahaya bagi perdagangan, investasi dan integrasi ekonomi.

Dirjen Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo mengatakan ketentuan kandungan lokal memiliki manfaat bagi negara-negara tertentu, apalagi dalam situasi ekonomi yang melambat saat ini.

Pasar ekspor yang menciut membuat ketentuan kandungan lokal menjadi relevan saat ini untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi, terutama dari sisi investasi dan konsumsi dalam negeri.

“Kalau suatu ekonomi menganut local content requirements, itu pasti ada objective-nya. Kalau ada pilihan lebih baik, pasti diambil lebih baik. Tapi kalau jangka pendek enggak ada yang lebih baik, mungkin itu yang akan diambil,” katanya, Selasa (1/10/2013).

Indonesia sendiri menganut ketentuan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) dalam pengadaan barang dan jasa di beberapa sektor, misalnya sektor migas yang mewajibkan TKDN 51%.

Seperti diketahui, AS, Korea dan Jepang menganggap local local content requirement (LCR’s) berbahaya karena dapat membatasi ekspor, mengganggu rantai pasok global dan meningkatkan kekhawatiran tentang pemenuhan kewajiban WTO.

Bagi usaha kecil dan menengah, LCR’s merupakan masalah besar karena mereka tidak memiliki modal dan sumber daya untuk memenuhi permintaan.

Kendati memberikan manfaat jangka pendek, ketiga negara memandang secara jangka panjang kebijakan itu mengancam tujuan pembangunan ekonomi dan manufaktur.

Pasalnya keputusan bisnis tentang LCR’s dibuat berdasarkan basis pilihan pemerintah, bukan insentif ekonomi yang dikendalikan pasar yang pada gilirannya membatasi perdagangan dan akses terhadap teknologi global. Harga produk pun menjadi mahal dan bermutu rendah.

Namun, Iman menuturkan daripada mempermasalahkan LCR’s, lebih baik menciptakan iklim investasi yang kondusif di dalam negeri, misalnya memberikan akses finansial kepada UKM sehingga mampu memproduksi barang yang lebih bermutu dan ujung-ujungnya berdaya saing.

“Kami ingin lebih netral. Tidak bisa dibilang local content itu jelek, berdosa. Jadi, harus bebas dari value judgment,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :

tkdn apec 2013 pengadaan barang dan jasa
Editor : Lahyanto Nadie

Artikel Terkait



Berita Lainnya

    Berita Terkini

    back to top To top