Kabar24.com, JAKARTA - Stanford University kembali dinobatkan sebagai universitas paling inovatif.
Universitas yang terletak di jantung California, Silicon Valey, ini menyandang gelar universitas paling inovatif untuk ketiga kalinya secara berturut-turut.
Kampus ini, seperti dikutip dari Reuters, sejak lama telah memainkan peranan kunci dalam pengembangan dunia yang terkoneksi secara modern.
Seorang profesor dari Stanford mendesain standar komunikasi dasar internet. Alumni universitas ini juga menjadi pendiri sejumlah perusahaan teknologi terbesar dunia termasuk Google, Intel, Hewlett-Packard, dan Netflix.
Saat ini, universitas Stanford terus konsisten melakukan penelitian dan memfasilitasi teknologi orisinal.
Inovasi yang berasal dari Stanford seringkali dipakai para peneliti lain di bidang akademis dan industri swasta.
Baca Juga
Hal-hal tersebut menjadi kriteria utama dalam menetapkan penerima gelar universitas terinovatif di dunia. Hal itu disusun dalam kemitraan dengan Clarivate Analitycs dan didasarkan pada data kepemilikan serta analisis berbagai indikator termasuk pengarsipan paten dan kutipan penelitian.
Secara keseluruhan, universitas yang masuk dalam jajaran teratas Universitas Paling Inovatif Dunia tidak banyak berubah. Sembilan universitas lainnya yang menempati posisi sepuluh teratas tetap berada di posisi sepuluh besar.
Sementara institusi terelit dipegang oleh hampir semua universitas besar dan mapan di Eropa Barat.
Dua universitas lainnya yang masuk dalam jajaran tiga teratas adalah MIT dan Harvard yang berada di posisi ke dua dan ketiga dalam tiga tahun terakhir.
Posisi keempat diduduki University of Pennsylvania yang naik empat tingkat dari posisi kedelapan tahun lalu.
Ranking universitas tertinggi di luar Amerika dipegang oleh KU Leuven dari Belgia yang menempati posisi ke lima universitas paling inovatif.
KU Leuven merupakan institusi yang berusia hampir 600 tahun dan mengelola salah satu organisasi penelitian dan pengembangan terbesar di dunia.
Berbanding terbalik, hanya ada dua universitas dari Asia yang memasuki jajaran 20 teratas dan keduanya ada di Korea Selatan.
Hampir semua kelas di salah satu universitas tersebut yakni KAIST diajarkan dalam.bahasa Inggris.
KAIST yang didirikan pada 1971 oleh pemerintah Korea ini menempati ranking ke enam dalam jajaran universitas terinovatif dunia.
KAIST dibentuk menyerupai sekolah teknik di Amerika dan awalnya didanai pinjaman jutaan dolar dari United States Agency for International Development.
Secara keseluruhan jajaran 100 besar diisi 51 Universitas yang berbasis di Amerika Utara, 26 dari Eropa, 20 dari Asia dan 3 dari Timur Tengah.
Asia Melempem?
Mengapa kinerja universitas di Asia tampak buruk? Salah satu alasannya adalah karena universitas-universitas di Jepang yang menjadi pusat kekuatan penelitian di wilayah Asia terlalu bergantung pada bujet R&D pemerintah.
Di sisi lain, Jepang sedang menghadapi deflasi dan stagnansi ekonomi dalam lebih dari 20 tahun terakhir. Itu berarti alokasi dana untuk penelitian dan inovasi semakin terpangkas.
Berdasarkan data Clarivate Analytics'Web of Science, yang menelusuri artikel-artikel yang dipublikasikan di jurnal sains, 8,4% jurnal yang dipublikasikan pada 2005 ditulis oleh peneliti Jepang. Namun, pada 2015, angka tersebut turun menjadi 5,2%.
Bidang penelitian utama seperti ilmu komputer bahkan menunjukkan penurunan tertinggi hingga 37%.
Alhasil, ranking yang diperoleh Jepang pun turun drastis, termasuk ranking University of Tokyo yang turun lima tingkat ke posisi 21, Osaka University turun 13 tingkat ke posisi 24, dan Keio University mundur 25 tingkat ke posisi 78.
Pada 2016, masih ada sembilan universitas Jepang yang masuk dalam jajaran 100 besar, tetapi tahun ini hanya delapan. Enam di antaranya mengalami penurunan ranking dibanding tahun sebelumnya, satu universitas tetap pada posisi semula.
Kyushu University menjadi satu-satunya universitas dari Jepang dengan peningkatan ranking yakni dari posisi 79 ke 68.
Di sisi lain, ketika Jepang harus berjuang keras, negara-negara Asia lainnya mengalami pertumbuhan yang cepat.
China, yang tadinya hanya bisa menempatkan satu universitas dalam jajaran 100 besar pada 2015, mengalami.peningkatan menjadi dua universitas di 2016, dan tiga di 2017.
Dua universitas dari China yang berhasil masuk kembali ke jajaran 100 besar tahun ini juga menunjukkan peningkatan signifikan.
Tsinghua University menanjak 15 tingkat ke ranking 51 dan Peking University berhasil naik 10 tingkat ke ranking 60.
Adapun universitas ketiga, Zhejiang University berhasil masuk dalam jajaran 100 besar untuk pertama kalinya di urutan ke 100.
Perubahan metode pengurutan ranking tahun ini mengakibatkan tiga universitas gabungan (memikiki institusi terpisah di bawah satu sistem) yang sebelumnya masuk dalam jajaran 100 besar tahun lalu harus terpecah sehingga ketiganya diberi ranking terpisah. Mereka adalah University of London, State University System of Florida and University of Arizona dan Board of Regents.
Alhasil, hanya empat universitas yang masuk dalam jajaran yakni University of Florida di ranking 66, University College London di urutan 67, Florida State University di level 76 dan Arizona State University pada posisi 85.