Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Beri Kuliah Umum di Standford, Jokowi Promosi IKN: Ayo Riset di Sini!

Presiden Jokowi mempromosikan pembangunan IKN saat memberikan kuliah umum di Stanford University.
Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers di VVIP Bandara Internasional Juanda Surabaya di Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (10/11/2023) malam. Presiden berangkat menuju ke Riyadh Arab Saudi untuk menghadiri KTT Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). ANTARA FOTO/Umarul Faruq/Spt.
Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers di VVIP Bandara Internasional Juanda Surabaya di Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (10/11/2023) malam. Presiden berangkat menuju ke Riyadh Arab Saudi untuk menghadiri KTT Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). ANTARA FOTO/Umarul Faruq/Spt.

Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempromosikan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) saat memberikan kuliah umum di Stanford University, San Francisco, Amerika Serikat, Kamis (16/11/2023).

Orang nomor satu di Indonesia itu menegaskan bahwa dalam pembangunannya pemerintah sangat berkomitmen dalam menjaga lingkungan, khususnya dalam upaya melakukan transisi energi.

Bahkan, dia meyakini bahwa upaya itu akan diterapkan di IKN sehingga ibu Kota baru yang berada di Penajam Paser Utara itu akan menjadi kota pintar berbasis hutan yang akan menggunakan energi hijau dari matahari dan air.

"Dan supaya saudara-saudara tahu bahwa yang pertama kali kita bangun saat akan membangun Ibu Kota Nusantara ini adalah membangun nursery center, membangun botanical center yang berkapasitas 15 juta bibit pohon per tahunnya yang itu nanti akan kita tanam setiap tahunnya di Ibu Kota Nusantara dan di Pulau Kalimantan," tuturnya dikutip melalui Youtube Sekretariat Presiden, Kamis (16/11/2023).

Kepala Negara pun melanjutkan akan menjadi langkah yang baik apabila mahasiswa Stanford University dapat langsung melihat proses serta perkembangan pembangunan di sana. Apalagi, proyek akbar itu dinilainya baik untuk dikaji sebagai riset mendalam bagi mereka

"Mungkin di sana bisa melakukan riset secara kilat dan belajar tentang sisi keberlanjutan dalam membangun sebuah green city," imbuhnya.

Penyebabnya. Presiden Ke-7 RI itu mengatakan bahwa dibutuhkan kolaborasi dan langkah strategis untuk menghadapi dampak perubahan iklim yang makin mengancam.

Tak hanya itu, dia melanjutkan bahwa langkah strategis konkret juga sangat dibutuhkan, sebab tanpa itu tidak mungkin bagi semua pihak di berbagai belahan dunia dapat menjamin keberlanjutan dari satu-satunya bumi yang ditinggali.

Perubahan iklim dan transisi energi, kata Jokowi, adalah hal yang sangat mendesak. Sehingga, Indonesia telah mengambil peran dan berkomitmen untuk mengatasi hal tersebut.

Dia menjabarkan, selain pembangunan IKN sebagai kota hutan, pemerintah juga telah berhasil menurunkan emisi sebesar 91,5 juta ton. Hal tersebut diikuti oleh laju deforestasi Indonesia hingga 2022 telah ditekan hingga 104.000 hektare.

Kemudian, dia memerinci untuk kawasan hutan juga direhabilitasi seluas 77.000 hektare, hutan bakau direstorasi seluas 34.000 hektare hanya dalam waktu satu tahun.

Jokowi juga memaparkan sejumlah upaya yang dilakukan pemerintah dalam melakukan transisi energi. Salah satunya melalui pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung yang baru saja diresmikan di Waduk Cirata, Provinsi Jawa Barat.

"Ini terbesar di Asia Tenggara, pembangkit listrik tenaga surya yang kita miliki baru saja kita buka dengan kapasitas 192 megawatt," katanya.

Meski begitu, Jokowi menilai saat ini Indonesia menghadapi tantangan besar untuk melakukan transisi energi, terutama terkait transfer teknologi dan pendanaan.

"Inilah yang menjadi tantangan dan sering menyulitkan negara-negara berkembang karena itu Indonesia ingin memastikan bahwa transisi energi juga menghasilkan energi yang bisa terjangkau oleh rakyat, bisa terjangkau oleh masyarakat," tandas Jokowi.

Jokowi menganggap pendanaan iklim seharusnya diberikan kepada negara-negara berkembang untuk melaksanakan transisi energi. Namun, menurutnya, sampai saat ini yang namanya pendanaan iklim masih bersifat business as usual atau seperti commercial banks. Padahal, mantan Gubernur DKI Jakarta itu menilai seharusnya pendanaan iklim bersifar lebih konstruktif, bukan dalam bentuk utang yang hanya akan menambah beban negara-negara miskin maupun negara-negara berkembang.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Akbar Evandio
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper