Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Universitas Columbia Keluarkan Hampir 80 Mahasiswa yang Protes Terkait Gaza

Universitas Columbia mengeluarkan hampir 80 mahasiswa yang memprotes perang Israel di Gaza, menuntut divestasi dari perusahaan terkait militer Israel.
Para pendukung kelompok pro-Palestina, Palestine Action, bersitegang dengan polisi di luar Pengadilan Tinggi di London, Inggris, 4 Juli 2025./Reuters-Carlos Jasso
Para pendukung kelompok pro-Palestina, Palestine Action, bersitegang dengan polisi di luar Pengadilan Tinggi di London, Inggris, 4 Juli 2025./Reuters-Carlos Jasso
Ringkasan Berita
  • Universitas Columbia menangguhkan, mengeluarkan, dan mencabut gelar hampir 80 mahasiswa yang terlibat dalam protes menentang perang Israel di Gaza.
  • Protes mahasiswa yang dipimpin oleh kelompok Columbia University Apartheid Divest (CUAD) menuntut universitas memutus hubungan keuangan dengan Israel.
  • Universitas Columbia menghadapi tekanan dari pemerintahan Trump terkait perlindungan mahasiswa Yahudi, yang berdampak pada pemotongan dana federal sebesar $400 juta.

* Ringkasan ini dibantu dengan menggunakan AI

Bisnis.com, JAKARTA - Universitas Columbia menangguhkan perkuliahan, mengeluarkan, hingga mencabut gelar terhadap puluhan mahasiswa yang melakukan protes terkait Gaza.

Para mahasiswa tersebut memberikan tuntutan dalam protes untuk menentang perang Israel di Gaza.

Kelompok aktivis mahasiswa Columbia University Apartheid Divest (CUAD), yang telah menyerukan agar universitas tersebut memutus semua hubungan keuangan dengan Israel, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa hampir 80 mahasiswa kini telah dikeluarkan atau diskors hingga tiga tahun karena keterlibatan mereka dalam protes antiperang.

Pada Selasa (22/7), Columbia menyatakan dalam sebuah pernyataan bahwa hukuman terbarunya terhadap mahasiswa berkaitan dengan "gangguan di Perpustakaan Butler pada Mei 2025 dan perkemahan selama Akhir Pekan Alumni pada musim semi 2024".

"Gangguan terhadap kegiatan akademik merupakan pelanggaran kebijakan dan peraturan Universitas, dan pelanggaran tersebut tentu akan menimbulkan konsekuensi," tulis pihak universitas, dikutip dari Al Jazeera, Rabu.

Dewan Yudisial Universitas Columbia mengonfirmasi telah melakukan pengusiran, penangguhan, dan pencabutan gelar setelah apa yang disebutnya sebagai gangguan.

Dewan tersebut tidak menyebutkan berapa banyak mahasiswa yang dikeluarkan, tetapi mengatakan bahwa ini adalah "rangkaian temuan terakhir dari periode tersebut".

Sayangnya kelompok CUAD mengatakan sanksi universitas terhadap mahasiswa tersebut "jauh melampaui preseden untuk kegiatan mengajar atau pendudukan bangunan yang tidak terkait dengan Palestina".

"Kami tidak akan gentar. "Kami berkomitmen pada perjuangan pembebasan Palestina," tambah kelompok itu.

Sebelumnya, perkemahan mahasiswa pro-Palestina di Universitas Columbia pada tahun 2024 turut memicu gerakan global. Protes akhirnya dibubarkan ketika Universitas Columbia mengizinkan ratusan petugas polisi Kota New York masuk ke kampus yang menyebabkan puluhan orang ditangkap.

Meskipun universitas telah melakukan tindakan keras, para mahasiswa yang berunjuk rasa tetap menduduki Perpustakaan Butler selama ujian akhir pada bulan Mei tahun ini.

Mereka menuntut divestasi dari perusahaan-perusahaan yang terkait dengan militer Israel dan menyatakan solidaritas dengan warga Palestina di Gaza.

Diketahui, Universitas Ivy League tersebut sedang bernegosiasi dengan pemerintahan Presiden AS Donald Trump untuk memulihkan dana federal sekitar $400 juta.

Pemerintahan Trump memotong dana untuk institusi yang berbasis di New York City tersebut atas apa yang diklaimnya sebagai kegagalan untuk "melindungi secara berarti mahasiswa Yahudi dari pelecehan yang parah dan meluas".

Pejabat presiden Columbia, Claire Shipman, mantan wali amanat, dicemooh oleh para mahasiswa selama upacara wisuda bulan Mei atas perannya dalam menindak protes pro-Palestina.

Universitas Ivy League lainnya, Universitas Harvard, yang juga menjadi sasaran pemotongan dana miliaran dolar oleh pemerintah, telah menolak tekanan untuk mengubah kebijakannya dengan membawa pemerintahan Trump ke pengadilan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro