Bisnis.com, JAKARTA — Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menjelaskan perbedaan modus operandi dugaan kasus pemalsuan dokumen di area pagar laut di Tangerang dan Bekasi.
Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan modus operandi kasus di pagar laut di Bekasi yaitu dilakukan setelah dokumen SHM terbit.
Setelah dokumen kepemilikan pertanahan itu terbit, pelaku diduga telah melakukan pengubahan data SHM yang telah diterbitkan secara sah.
"Jadi sebelumnya sudah ada sertifikat, kemudian diubah dengan alasan revisi, di mana dimasukkan baik itu perubahan koordinat dan nama,' ujar Djuhandhani di Bareskrim Polri, Jumat (14/2/2025).
Melalui perubahan itu, Djuhandhani mengatakan SHM yang awalnya tertera kepemilikan tanah di darat, kemudian dipindahkan ke laut dengan area yang lebih luas.
"Sehingga ada pergeseran tempat dari yang tadinya di darat bergeser ke laut, dengan luasan yang lebih luas, itu yang pertama," tambahnya.
Baca Juga
Sementara itu, dalam perkara dugaan pemalsuan dokumen pagar laut di Tangerang yang menyeret Kepala Desa Kohod Arsin. Modus operandinya terjadi saat melakukan proses penerbitan sertifikat atau SHM.
"Pada kasus Kohod kita melihat bahwa pemalsuan dokumen dilakukan pada saat sebelumnya atau saat proses penerbitan sertifikat," pungkasnya.
Sebagai informasi, dari kasus pemalsuan dokumen di area pagar laut telah ditemukan 93 SHM yang diduga dipalsukan. Sementara itu, pada kasus di Tangerang berkaitan dengan 263 warkah yang dilakukan uji Labfor.