Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kejar Tayang 'Koalisi Gemuk' DPR Bahas UU Pilkada, Jegal Putusan MK?

Sehari setelah putusan MK, DPR dan pemerintah langsung membahas amandemen UU Pilkada. Ada kekhawatiran amandemen ini untuk menjegal putusan MK.
Anshary Madya Sukma, Jessica Gabriela Soehandoko
Rabu, 21 Agustus 2024 | 11:32
Gedung Mahkamah Konstitusi RI di Jakarta. -Bisnis.com/Samdysara Saragih
Gedung Mahkamah Konstitusi RI di Jakarta. -Bisnis.com/Samdysara Saragih

Bisnis.com, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) membuat terobosan di tengah kebuntuan dan kekhawatiran kembalinya konsentrasi kekuasaan ke satu pihak. MK telah menganulir aturan threshold alias ambang batas pencalonan kepala daerah dari 20% berubah ke dalam sejumlah skema yang memungkinkan partai non parlemen bisa mengusung calonnya sendiri.

Namun di tengah kabar baik bagi demokrasi tersebut, muncul rencana untuk merevisi Undang-undang No.10/2016 tentang Pilkada lewat Badan Legislasi DPR. Kabar yang beredar, rencana amandemen UU Pilkada itu untuk 'mengesampingkan' putusan MK yang berpotensi mengubah konstelasi politik.

DPR sendiri telah menjadwalkan pembahasan UU Pilkada pada hari ini, Rabu (21/8/2024). Menariknya dari jadwal yang dibagikan di DPR, pembahasan UU Pilkada akan dilakukan pukul 10.00 WIB dan langsung dilanjutkan dengan pengambilan keputusan pada pukul 19.00 WIB. Kalau sesuai jadwal, rapat paripurna akan berlangsung pada Kamis (22/8/2024).

Bisnis telah menghubungi tiga anggota Baleg DPR. Salah satunya anggota Baleg dari Fraksi Golkar Firman Subagyo. Politikus asal Jawa Tengah itu membenarkan bahwa pengambilan keputusan tentang amandemen UU Pilkada akan berlangsung pada hari ini. "Ya [ambil keputusan hari ini]," ujar Firman kepada Bisnis

Suasana rapat DPR
Suasana rapat DPR

Adapun isu amandemen UU Pilkada berhembus usai Presiden Joko Widodo (Jokowi) memanggil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia alias Menkumham Supratman Andi Atgas. Supratman adalah kader Gerindra, ia baru sekitar 2 hari menjabat sebagai Menkumham menggantikan kader PDI Perjuangan (PDIP), Yasonna H Laoly.

Pertemuan antara Jokowi dan Supratman juga terjadi beberapa saat setelah MK mengeluarkan putusan bernomor 60/PUU-XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024. Putusan 60 tentang ambang batas alias threshold calon kepala daerah. Sedangkan putusan 70 terkait batas usia calon kepala atau wakil kepala daerah yakni hitungan umur 30 tahun dilakukan saat penetapan calon wakil kepala daerah.

Konsekuensi dari putusan ini adalah partai yang memiliki threshold di bawah 20 persen bisa mengajukan kepala daerahnya. Di DKI Jakarta, misalnya, PDIP yang hanya memiliki 15 kursi atau setara 14% dari total kursi di DPRD DKI Jakarta sebanyak 106. Pasalnya sesuai dengan putusan MK, untuk mengajukan calon di Pilkada dengan jumlah pemilih tetap di 6 juta-12 juta cukup memiliki 7,5% kursi di DPRD. Itu artinya PDIP memiliki kans untuk mengusung calonnya sendiri pada Pilkada 2024.

Sementara putusan 70/2024 berimbas kepada putra bungsu Presiden Joko Widodo alias Jokowi, Kaesang Pangarep, yang menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) hanya 2 hari setelah menjadi kader, yang terancam tidak bisa menyalurkan ambisinya untuk maju sebagai calon wakil gubernur alias cawagub Jawa Tengah.

Kaesang Pangarep
Kaesang Pangarep

Nama Kaesang akan disandingkan dengan bekas Kapolda Jawa Tengah Komjen Ahmad Luthfi. Kedua orang ini telah resmi diusung Koalisi Indonesia Maju atau KIM plus. KIM plusadalah gabungan partai politik pendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, yang belakangan bertambah anggota mulai dari PKB, PKS, Nasdem, PPP hingga Perindo.

KIM plus telah sepakat untuk mengusung kandidat calon gubernur di sejumlah daerah. Di Jakarta, mereka mengusung Ridwan Kamil dan Suswono. Sementara itu di Jawa Tengah ada Lutfhi-Kaesang dan di Sumatra Utara ada sosok Bobby Nasution.

Apa Jawaban Supratman?

Entah ada korelasi antara wacana pembahasan amandemen UU Pilkada dengan pertemuan itu, Supratman yang jelas mengakui telah melaporkan berbagai macam perkembangan undang-undang kepada Jokowi. Kebetulan ia adalah bekas Ketua Badan Legislasi alias Baleg DPR. 

Namun demikian, Supratman tidak menjawab secara tegas apakah pertemuannya dengan Jokowi membahas tentang amandemen UU Pilkada atau tidak. Ia hanya menyampaikan update terkait perkembangan pembahasan undang-undang.

“Kebetulan karena saya mantan ketua badan legislasi yang saya bisa laporkan tadi secara detil adalah RUU yang sudah diselesaikan di DPR kemudian saya sampaikan juga soal beberapa UU yang saat ini masih ada di pemerintah,” ujarnya kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan.

Supratman juga mengatakan bahwa ada satu undang-undang yang Jokowi tekankan agar sesegera mungkin bisa diselesaikan dengan cepat. Khususnya pada periode ini lantaran hingga saat ini belum sempat dibahas di DPR yakni UU Perkoperasian.

“Kebetulan undang-undang koperasi semua dibatalkan seluruh pasalnya dibatalkan oleh MK. Nah, pak presiden merasa perlu sesegera mungkin menyelesaikan itu karena ini menyangkut soal salah satu soko guru perekonomian,” tuturnya.

Ia pun membenarkan bahwa Jokowi hanya ingin meminta perkembangan terkait dengan beberapa undang-undang, baik yang dalam pembahasan di DPR maupun terkait dengan usulan undang-undang yang diajukan oleh DPR.

Jokowi
Jokowi

Menurutnya, orang nomor satu di Indonesia itu penasaran tentang sejauh mana pembahasan sejumlah undang-undang yang ada, serta terkait daftar inventarisasi masalah (DIM).

"Sudah sejauh mana, apakah DIM-nya sudah masuk, surpresnya sudah dikirim atau tidak, itu yang terkait dengan undang-undang yang Presiden minta untuk segera ditindaklanjuti supaya menyelesaikan semua tumpukan-tumpukan di sisa masa pemerintahan sekarang," tukas Supratman.

DPR Membantah

Sementara itu, Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi menjelaskan bahwa RUU tersebut merupakan usul inisiatif DPR. Pengusulannya juga telah dilakukan sejak 23 Oktober 2023. Ia membantah kalau pembahasannya dilakukan secara mendadak.

"Jadi bukan baru kemarin. Tapi ini memang RUU yang sudah diusulkan oleh DPR tahun lalu, dan disahkan oleh paripurna menjadi usul inisiatif pada 21 November 2023," kata pria yang akrab disapa Awiek itu pada rapat kerja Baleg dan pemerintah, Rabu (21/8/2024). 

Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menerangkan, pembahadan RUU inisiatif DPR itu juga sempat tertunda karena para fraksi sibuk menghadapi Pemilu 2024. 

Penundaan semakin panjang lantaran adanya putusan MK yang saat itu menolak penundaan penyelenggaraan Pilkada 2024. 

"Tahu sama tahu, semua sibuk kemudian sempat tertunda. Dan semakin tertunda ada putusan Mahkamah Konstitusi mengenai penjadwalan Pilkada tidak ditunda lagi," terang Awiek. 

Oleh sebab itu, Awiek menyebut Baleg telah mendapatkan penugasan dari Pimpinan DPR. Dia juga menyebut telah sejak lama menerima surpres dari pemerintah. 

"Kemarin kita mendapatkan penugasan dari pimpinan DPR untuk melaksanakan pembahasan RUU pembahasan tingkat 1. Jadi ini bukan RUU yang baru diusulkan. Tapi kelanjutan usul inisiatif DPR yang hari ini merupakan kelanjutan di pembahasan tingkat 1," paparnya. 

Beda Sikap KPU

Sementara KPU tampak berbeda dalam menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK). KPU hanya mengatakan akan mengkaji dua Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait persyaratan pencalonan calon kepala daerah untuk berlaga di Pilkada Serentak 2024.

Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin mengatakan kedudukan Putusan MK adalah segera berlaku tanpa perlu mengubah undang-undang.

"Kami akan mengkaji lebih detail lagi salinan Putusan MK tersebut, lebih komprehensif lagi untuk memahami secara utuh persyaratan calon kepala daerah yang konstitusional pasca-Putusan Mahkamah Konstitusi," kata Afifuddin di kawasan Senayan, Jakarta, Selasa.

Selain itu, KPU juga akan menghadap DPR untuk melakukan konsultasi atau pembahasan komprehensif terkait imbas putusan MK terhadap pelaksanaan Pilkada Serentak 2024.

"kami akan melakukan konsultasi dengan DPR dan pemerintah dalam Rapat Dengar Pendapat terkait dengan Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, dan segera kami akan bersurat resmi ke Komisi II atau DPR," imbuhnya. 

Jika dicermati, pernyataan KPU itu berseberangan dengan sikap mereka ketika merespons putusan Mahkamah Agung mengenai batas usia kepala daerah. KPU bahkan telah menerbitkan Peraturan KPU atau PKPU No.8/2024 yang salah satu isinya adalah usia kepala daerah dihitung ketika pelantikan bukan saat melakukan penetapan.

PDIP dan Akademisi Curiga

Adapun PDI Perjuangan (PDIP) menilai janggal apabila putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal UU Pilkada bakal dikoreksi dalam rapat Badan Legislasi DPR dengan DPD RI. 

Juru bicara (Jubir) PDIP, Chico Hakim mengatakan seharusnya putusan MK sebagai lembaga hukum tertinggi di Indonesia seharusnya dijalankan sebaik-baiknya oleh seluruh pihak.  "Tentu cukup tidak masuk akal apabila sebuah keputusan dari MK kemudian dikoreksi lagi oleh lembaga lain," ujar Chico saat dihubungi, Rabu (21/8/2024).  

Dia menambahkan, putusan MK tidak hanya menguntungkan kelompok tertentu. Namun, putusan itu dinilai berpihak kepada rakyat karena pada kontestasi Pilkada 2024 akan menjunjung keberagaman. 

"Harapan kami tentu DPR tidak akan mencederai demokrasi kita dan juga menjalankan fungsinya sebagai lembaga," tambahnya .  

Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menyampaikan adannya skenario untuk "menganulir" putusan MK terkait dengan ambang batas pencalonan di Pilkada serentak 2024. 

Bivitri menyampaikan, putusan MK tersebut bisa jadi terjegal dalam rapat yang digelar Badan Legislasi (Baleg) DPR dengan DPD RI. Dalam rapat itu, dia menduga putusan MK bakal dianggap tidak jelas.  

"Hati-hati kemungkinan dalam rapat DPR yang akan dikebut, putusan MK itu akan ditafsirkan berbeda karena dianggap tidak jelas," ujarnya dalam video, Rabu (21/8/2024). 

Seharusnya, kata Bivitri, putusan MK itu sudah jelas dan tidak bisa ditafsirkan berbeda oleh DPR maupun DPD. Kendati demikian, meminta kepada seluruh pihak untuk mengawal rapat Baleg DPR tersebut. Sebab, dikhawatirkan akan ada putusan yang "masuk angin" dalam rapat revisi UU Pilkada itu.  

"Kita kawal bareng bareng jangan sampai ada tafsir yang berbeda untuk sebuah putusan yang progresif seperti ini dan sangat jelas tidak mungkin  ditafsirkan berbeda sebenarnya kecuali kalau memang mereka sangat culas tidak tau malu," pungkasnya.    


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper