Bisnis.com, JAKARTA – Revisi Undang-undang (UU) No. 19/2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Revisi UU Wantimpres) dikhawatirkan akan melanggar ketentuan konstitusi demi kepentingan kelompok tertentu.
Pakar hukum tata negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzahm enyebut bahwa gagasan perubahan nomenklatur Wantimpres menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA) tidak memiliki landasan hukum yang memadai.
Pasalnya, DPA tak lagi tercantum dalam ketentuan Undang-undang Dasar Negara RI (UUD) 1945, sehingga ditempatkan dalam cabang kekuasaan pemerintahan.
“Tentu itu akan digunakan untuk kepentingan kelompok tertentu, terutama kelompok kekuasaan yang sekarang,” katanya saat dihubungi Bisnis, Jumat (12/7/2024).
Dia berargumen bahwa DPA akan menjadi sarana bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mempertahankan pengaruh terhadap pemerintahan ketika lengser pada Oktober nanti.
Selain itu, DPA disebutnya juga merupakan pengejawantahan dari gagasan Presidential Cub yang sempat diutarakan Presiden Terpilih 2024-2029, Prabowo Subianto. Prabowo kala itu ingin menampung masukan mantan presiden untuk menjalankan pemerintahannya kelak.
Baca Juga
“Jadi mereka atau kelompoknya Jokowi ini masih punya ruang melalui DPA untuk mengendalikan, secara bersama mengendalikan pemerintahan ke depan,” jelas Castro.
Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR menyetujui revisi UU UU Wantimpres pada Selasa (9/7/2024), yang salah satu perubahannya memuat kemunculan Dewan Pertimbangan Agung.
Ketua Baleg DPR, Supratman Andi Agtas menjelaskan sediktinya tiga perubahan yang direncanakan dalam draf awal RUU Wantimpres tersebut. Pertama berkaitan dengan perubahan nomenklatur atau tata nama, tetapi diklaim tak mengubah fungsi.
Perubahan berikutnya ialah ihwal jumlah keanggotaan. Jika UU Wantimpres mengatur anggota maksimal delapan orang, maka kini DPR mengusulkan agar keanggotaan tidak dibatasi, sehingga jumlahnya sesuai dengan keinginan presiden.
Poin terakhir adalah perubahan syarat-syarat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung, meskipun belum dijelaskan lebih lanjut.
Dia sekaligus membantah tudingan bahwa kedudukan Dewan Pertimbangan Agung nantinya akan sejajar dengan presiden seperti sebelum era Reformasi.
Menurutnya, amandemen UUD 1945 sudah menghapus istilah lembaga tinggi dan lembaga tertinggi negara dan hanya menjadi lembaga negara.
"Dewan pertimbangan ada di Pasal 16 Undang-undang Dasar, itu menyebut fungsi. Nah, kita memberi nomenklaturnya yang dulunya Dewan Pertimbangan Presiden sekarang menjadi Dewan Pertimbangan Agung," kilah Supratman.