Bisnis.com, JAKARTA – Ahli yang dihadirkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam sidang sengketa hasil Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024, Khairul Fahmi, membeberkan alasan KPU mencoret Irman Gusman dari daftar calon tetap (DCT) DPD Sumatra Barat.
Dalam perkara nomor 03-03/PHPU.DPD-XXII/2024 tersebut, Irman Gusman selaku pemohon menyoal perihal namanya yang terdepak dari daftar calon tetap (DCT) anggota DPD Sumbar, padahal telah ditetapkan dalam daftar calon sementara (DCS).
Dia kemudian memenangkan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang memerintahkan KPU untuk mencabut surat pembatalan, serta memasukan Irman Gusman dalam DCT anggota DPD RI dapil Sumbar. Namun, putusan PTUN itu tak dilaksanakan KPU.
“Alasannya karena Pasal 18 ayat (2) Peraturan KPU No. 11/2023 yang menjadi dasar pencalonan Pemohon telah dinyatakan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 28 P/HUM/2023 tanggal 29 September 2023. Hal mana, sebagai konsekuensi Putusan Pengujian Peraturan KPU tersebut, Pemohon perkara PHPU DPD ini harus terlebih dahulu melewati masa jeda sejak selesai menjalani pidana penjara,” kata Khairul di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (3/6/2024).
Irman Gusman tercatat pernah menghuni Lapas Sukamiskin Bandung dalam kasus korupsi impor gula yang ditangani KPK hingga 2019 lalu. Pada September 2019, peninjauan kembali (PK) Irman dikabulkan oleh Mahkamah Agung, sehingga memotong masa hukumannya dari 4,5 tahun menjadi 3 tahun penjara.
Atas catatan tersebut, KPU akhirnya menetapkan DCT pemilihan anggota DPD Sumbar tanpa nama Irman. Menurut Khairul, penetapan DCT ini tak bisa dinilai sebagai pelanggaran karena telah didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan, yaitu UU Pemilu, Putusan MK dan juga Putusan MA dalam pengujian UU Pemilu dan pengujian Peraturan KPU No. 11/2023.
Baca Juga
“Bahkan, apa yang ditetapkan KPU dalam penetapan Daftar Calon Tetap Anggota DPD Daerah Pemilihan Sumatera Barat memang sudah seharusnya seperti itu sebagai bentuk kepatuhan KPU terhadap peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan,” lanjutnya.
Selain itu, Khairul juga menilai bahwa Putusan PTUN Jakarta No. 600/G/SPPU/2023/PTUN-JKT itu tidak sejalan dengan ketentuan syarat calon anggota DPD yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan.
Pasalnya, putusan itu disebut tidak tepat dalam memaknai dan menafsirkan norma syarat ancaman pidana penjara 5 tahun atau lebih yang termuat dalam Pasal 182 huruf g UU Pemilu.
“Sebagai konsekuensinya, Putusan PTUN dimaksud dapat dikategorikan sebagai putusan yang tidak dapat dilaksanakan [non-executable], sebab substansi putusan PTUN dimaksud tidak sejalan dengan apa yang diatur dan diputus oleh badan peradilan yang lebih tinggi,” pungkas Khairul.
Adapun, Mahkamah Konstitusi kembali menggelar sidang dengan agenda pembuktian sengketa hasil Pemilihan Legislatif 2024. Berdasarkan keterangan di situs resmi MK, terdapat 8 perkara yang disidangkan pada hari ini.
“Mendengarkan keterangan saksi/ahli, memeriksa dan mengesahkan alat bukti tambahan,” demikian keterangan agenda sidang di situs resmi MK, Senin (3/6/2024).