Bisnis.com, JAKARTA - Serangan Israel yang menewaskan ratusan orang di Rafah, Palestina, mendapat kecaman dunia.
Israel menyerang kamp pengungsi Rafah secara brutal hingga menyebabkan 45 orang tewas ketika kobaran api melanda sebuah kamp pengungsi pada Minggu (26/5/2024).
Serangan brutal tersebut menyebabkan sejumlah negara-negara di Eropa geram. Mereka pun menuntut hingga mengancam Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu harus mendapat hukuman atas tindakan genosida yang dilakukan negaranya.
Brasil
Akibat serangan ganas Israel terhadap Rafah, Presiden Brazil Luiz Inacio Lula da Silva menarik duta besar negaranya untuk Israel sebagai langkah dukungan berjalannya gencatan senjata di Gaza.
Aljazair dan Negara Kelompok Arab
Baca Juga
Tindakan keras juga dilakukan oleh Aljazair dan sejumlah negara kelompok Arab untuk mendesak Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) bertindak menghukum Israel.
Aljazair pun mengatakan bahwa DK PBB memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk memastikan penerapan resolusi relevan terkait Palestina.
Turki
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan turut menyuarakan kekesalannya terhadap Israel dan PBB.
Ia mengatakan bahwa serangan mematikan Israel terbaru Gaza menjadi tanggung jawab DK PBB. Ia pun mengecam aksi DK PBB yang dinilai tidak tegas dan melunturkan semangat.
Erdogan pun meminta negara-negara Arab bersatu untuk melawan Israel.
"Israel bukan hanya ancaman bagi Gaza tetapi bagi seluruh umat manusia. Tidak ada negara yang aman selama Israel tidak mengikuti hukum internasional dan tidak merasa terikat dengan hukum internasional," kata Erdogan dikutip dari AFP.
Bantahan AS dan Israel
Di sisi lain, AS bersikeras bahwa mereka tidak percaya Israel telah melancarkan operasi besar ke Rafah.
Menurut AS, serangan yang dilancarkan Israel ke Rafah masih belum melewati batas.
"Kami belum melihat mereka masuk dengan kekuatan besar ke Rafah," kata juru bicara keamanan nasional Gedung Putih John Kirby.
Kirby melihat apa yang dilakukan oleh pasukan Israel adalah serangan biasa dan belum masuk ke Rafah dalam jumlah besar.
Adapun Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengklaim serangan rudal yang menargetkan tenda pengungsi warga sipil Rafah sebagai kesalahan tragis.
"Sayang telah terjadi kegagalan teknis semalam. Kami sedang menyelidiki insiden ini dan akan menyampaikan kesimpulannya karena ini kebijakan kami," kata Netanyahu dikutip dari Youtube ABC News.
Pihaknya pun mengaku akan mematuhi hukum internasional dan menyelidikinya meskipun menghadapi pengawasan di pengadilan tertinggi dunia.