Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menyatakan langkah hukum berupa perlawanan (verzet) terhadap putusan sela hakim agung nonaktif Gazalba Saleh.
Upaya langkah hukum berupa perlawanan itu merupakan respons KPK usai Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mengabulkan eksepsi Gazalba, yang didakwa menerima gratifikasi dan pencucian uang.
"Tim Jaksa, hari ini (29/5) telah resmi menyatakan langkah hukum berupa perlawanan [verzet] kaitan dengan putusan sela Majelis Hakim dalam perkara Terdakwa Gazalba Saleh," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (29/5/2024).
Ali mengatakan penandatanganan akta permintaan perlawanan dilakukan melalui Panmud Tipikor pada PN Jakarta Pusat.
Dia menyebut argumentasi hukum dari Verzet itu akan segera disusun dan disiapkan oleh tim jaksa KPK. Nantinya, argumentasi hukum itu akan dikirim ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta melalui PN Jakarta Pusat.
Sebelumnya, pimpinan KPK telah menggelar rapat bersama pejabat strukturalnya untuk merespons putusan sela Gazalba Saleh, Selasa (28/5/2024). Pimpinan KPK pun sepakat untuk mengajukan banding atas putusan hakim yang memerintahkan dilepaskannya Gazalba dari tahanan.
Baca Juga
"Atas itu semua maka KPK menyepakati akan melakukan upaya hukum akan melakukan banding atau perlawanan, kita memilih untuk melakukan upaya hukum banding," ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (28/5/2024).
Ghufron menyampaikan bahwa KPK, Kejaksaan Agung (Kejagung) maupun Polri memiliki landasan atribusi masing-masing. Khusus untuk KPK, lanjutnya, lembaga tersebut memiliki kewenangan melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan hingga penutupan kasus pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-undang (UU) No.19/2019 tentang KPK.
Menurut Ghufron, pertimbangan majelis hakim atas putusan sela Gazalba sama dengan anggapan bahwa KPK di bawah Kejagung. Seperti diketahui, pertimbangan hakim menyebut bahwa jaksa KPK tidak memiliki landasan delegasi kewenangan penuntutan. Mereka menilai pendelegasian kewenangan penuntutan harus berasal dari Jaksa Agung sebagai penuntut tertinggi.
"Maka kemudian asumsinya jaksa-jaksa di KPK tetap menjadi bawahannya Kejaksaan Agung. Itu yang bertentangan dengan independensi KPK yang diatur pasal 3 UU No.19/2019," tutur pimpinan KPK berlatar belakang akademisi itu.
Di sisi lain, Ghufron menyoroti bahwa hakim persidangan Gazalba merupakan hakim yang mengadili perkara-perkara KPK sebelumnya. Misalnya, kasus mantan Gubernur Papua Lukas Enembe maupun kasus mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo atau SYL yang saat ini tengah bergulir.
Namun, hakim justru tidak mempermasalahkan kompetensi atau kewenangan jaksa KPK pada perkara Lukas dan SYL.
"Jadi kalau saat ini kemudian hakim yang bersangkutan mengatakan bahwa JPU dari KPK tidak berwenang maka ada ketidakkonsistenan terhadap putusan-putusan terdahulu yang beliau periksa dan beliau putus sendiri," tutupnya.
Sebelumnya, Majelis Hakim Tipikor mengabulkan eksepsi Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh dalam perkara penerimaan gratifikasi dan pencucian uang. Dengan demikian, Gazalba kembali lolos dari jeratan jaksa KPK.
Untuk diketahui, Gazalba didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp650 juta dan melakukan pencucian uang dari hasil tindak pidana korupsi. Sebelumnya, dia sudah pernah dinyatakan bebas dari dakwaan suap hingga tingkat kasasi di 2023 lalu.
"Mengadili, satu, mengabulkan nota keberatan dari tim penasihat hukum Terdakwa Gazalba Saleh tersebut. Dua, menyatakan penuntutan dan surat dakwaan penuntut umum tdiak dapat diterima. Tiga, memerintahkan terdakwa Gazalba Saleh dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini diucapkan," demikian bunyi putusan sela yang dibacakan Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (27/5/2024).