Bisnis.com, JAKARTA - Pengamat pendidikan dari Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi Universitas Negeri Semarang (Unnes) Edi Subkhan mengungkapkan hal yang menjadi penyebab Uang Kuliah Tunggal (UKT) di beberapa Perguruan Tinggi di Indonesia mengalami kenaikan.
Menurutnya, UKT naik karena beberapa hal yang secara simultan berlangsung sekaligus, yaitu status Perguruan Tinggi ber-Badan Hukum (PTN-BH) kampus-kampus maupun kampus yang terobsesi menjadi PTN-BH, ditambah dengan inflasi dan kebutuhan kampus untuk menjadi kampus unggulan yang juga bertambah.
Pertama, dia menjelaskan bahwa status PTN-BH menjadikan kampus mandiri dalam mengelola keuangannya, tapi harus ditebus dengan subsidi dari pemerintah yang hanya kisaran 30% saja.
"Artinya, 70% kampus PTN-BH harus mencari sendiri. Salah satu cara paling mudah adalah menaikkan UKT dan Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI)/Iuran Pengembangan Institusi (IPI). Nah, ketika kebutuhan kampus bertambah tapi subsidi pemerintah stagnan di angka 30% saja, jelas kampus akan sulit berkembang," katanya, saat ditanyai Bisnis, pada Minggu (26/5/2024).
Kedua, dia mengatakan menurunkan UKT tidak mungkin dilakukan tanpa ada dukungan subsidi dari pemerintah. Jika stagnan 30% tidak mungkin UKT turun.
Sebaliknya, UKT pasti naik karena kebutuhan operasional dan pengembangan lembaga juga pasti naik, baik karena inflasi maupun kebutuhan yang bertambah.
Baca Juga
"Dalam hal ini peraturan pemerintah terkait beban standar satuan biaya operasional pendidikan tinggi sepertinya dibuat lebih fleksibel agar kampus dapat memainkan cara bagaimana agar dapat income lebih," ujarnya.
Ketiga, dia menekankan bahwa dampak ke mahasiswa pasti merugikan. Banyak cerita calon mahasiswa mengundurkan diri begitu tahu dapat UKT golongan tinggi, ada konsekuensi juga bagi sekolah yang mengirimkan calon mahasiswa tersebut di-blacklist pada seleksi tahun berikutnya.
"Potensi bagi yang nekat kuliah tetapi kemampuan pas-pasan, mereka berisiko terjerat Pinjol [pinjaman online], gali lubang tutup lubang," ucapnya.
Dia menjelaskan bahwa strategi kampus ada juga yang bukan cuma menaikkan UKT, tetapi membuka kelas banyak.Menurutnya, ini juga berisiko menurunkan kualitas pembelajaran begitu jumlah dosennya tidak bertambah dan fasilitas tetap.
Selain itu, menurutnya, ada juga yang memperbesar jumlah rasio calon mahasiswa dari jalur mandiri hingga 50% agar kampus dapat memperoleh income lebih dari jalur mandiri dalam bentuk SPI/IPI.
Kemudian, menurutnya untuk mengatasi polemik kenaikan UKT tersebut, maka evaluasi menyeluruh perlu dilakukan.
"Karena akarnya adalah pada kebijakan PTN-BH yang walau memberi kelonggaran bagi kampus terkait keuangan, tapi diikuti oleh stagnannya subsidi pemerintah pada kisaran 30% saja," tambahnya.
Dia menegaskan bahwa ketika kebutuhan kampus naik, dengan subsidi pas-pasan, uang kuliah otomatis naik, akibatnya kalangan menengah ke bawah akan kesulitan mengakses pendidikan tinggi negeri.
Seperti diketahui, beberapa perguruan tinggi di Indonesia mendapatkan protes dari para mahasiswanya lantaran disinyalir mengalami lonjakan pembayaran UKT yang tidak wajar.
Buntut dari hal itu, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) dipanggil ke Komisi X DPR RI untuk melakukan rapat kerja terkait polemik tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Mendikbudristek Nadiem Makarim menegaskan bahwa pihaknya akan turun ke lapangan untuk mengevaluasi kenaikan UKT yang tidak wajar.
Dia mengatakan bahwa implementasi kebijakan mengenai UKT yang selama ini telah berjalan masih perlu disempurnakan.