Bisnis.com, JAKARTA--Partai Demokrat menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mendukung usulan PDI-Perjuangan untuk melegalisasi politik uang.
Ketua DPP Partai Demokrat, Dede Yusuf menyarankan daripada PDI-Perjuangan mengurusi politik uang, sebaiknya partai berlambang banteng itu mengurus aturan sistem politik yang dinilai masih buruk di Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
"Kami dari Partai Demokrat menegaskan tidak setuju dengan legalisasi politik uang itu," tuturnya di Jakarta, Kamis (16/5/2024).
Dia berpandangan bahwa iklim demokrasi Indonesia bisa rusak jika politik uang itu dilegalkan dan korupsi bisa semakin parah di Indonesia.
Pasalnya, kata Dede, jika calon legislatif terpilih menjadi wakil rakyat, maka akan melakukan korupsi untuk mengembalikan modal waktu kampanye.
"Akibatnya menjadi seorang wakil rakyat adalah mengembalikan modal. Itu tidak baik," katanya.
Baca Juga
Maka dari itu, Dede mengusulkan agar yang diperbaiki adalah sistem pemilu di dalam PKPU daripada sibuk mengurusi politik uang di Indonesia.
"Justru yang harus kita lakukan ke depan, kita harus memperbaiki sistem yang ada, agar tidak lagi hitung-hitungan adalah gede-gedean money politics," ujarnya.
Pernyataan Politikus PDIP
Sebelumnya, Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Hugua meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) melegalkan praktik money politic alias politik uang dalam ajang pemilihan umum (pemilu).
Permintaan itu disampaikan Hugua dalam rapat kerja antara Komisi II DPR dengan KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat pada Rabu (15/5/2024).
"Bahasa kualitas pemilu ini kan pertama begini, tidak kah kita pikir money politic dilegalkan saja di PKPU [Peraturan KPU] dengan batasan tertentu? Karena money politic ini keniscayaan," ujar Hugua.
Dia merasa, dengan kondisi politik saat ini, tidak akan ada masyarakat yang memilih calon apabila tidak memberikan uang ketika kampanye pemilu. Menurutnya, praktik politik seperti itu sudah menjadi ekosistem di Indonesia.
Meski demikian, Hugua menjelaskan harus ada batasan politik uang yang boleh digunakan oleh peserta pemilu. Dengan demikian, pemilu tidak hanya dimenangkan oleh para orang tajir saja.
"Sebab kalau barang ini tidak dilegalkan, kita kucing-kucingan terus, yang akan pemenang ke depan adalah para saudagar. Jadi pertarungan para saudagar, bukan lagi pertarungan para politisi dan negarawan," jelasnya.
Hugua menjelaskan, jika politik uang dilegalkan dengan batasan tertentu maka Bawaslu akan tahu kapan bergerak dan menindak peserta pemilu yang gunakan politik uang dengan nilai tak wajar.
Lebih lanjut, dia meminta pihak yang berkepentingan seperti penyelenggaraan pemilu dan parlemen segera memberikan pembelajaran politik ke masyarakat terkait politik uang. Jika tidak maka dikhawatirkan penyelenggaraan Pilkada 2024 akan penuh dengan politik uang yang tidak wajar.