Bisnis.com, JAKARTA - Israel sama sekali tak menggubris proposal genjatan senjata Mesir-Qatar yang disetujui oleh Hamas pada Senin (6/5).
Sempat ada harapan, namun ternyata Israel langsung menyatakan posisinya dengan jelas bahwa usulan genjatan senjata tersebut bukanlah sesuatu yang akan mereka setujui.
Melansir dari Al Jazeera, secara lebih eksplisit pasukan militer Israel juga mengambil alih wilayah Palestina di perbatasan Mesir dengan Gaza di Rafah.
Bagi banyak analis, pesan pemerintah Israel jelas: tidak akan ada gencatan senjata permanen, dan perang dahsyat di Gaza akan terus berlanjut.
“Israel ingin memiliki hak untuk melanjutkan operasi di Gaza,” kata Mairav Zonszein, analis senior Israel-Palestina untuk International Crisis Group (ICG).
Dia menambahkan bahwa kesepakatan tampaknya tidak mungkin terjadi selama Israel menolak mengakhiri perang untuk selamanya.
Baca Juga
“Jika Anda memasuki kesepakatan gencatan senjata, maka Anda [pada akhirnya] memerlukan gencatan senjata,” katanya kepada Al Jazeera.
Pengeboman Israel di Rafah mempunyai tujuan nyata untuk membubarkan batalion Hamas dan menguasai jalur penyeberangan Gaza-Mesir, yang Israel tuduh digunakan Hamas untuk menyelundupkan senjata ke daerah kantong yang terkepung.
Namun kelompok-kelompok kemanusiaan dengan cepat menunjukkan bahwa penutupan penyeberangan akan berdampak buruk bagi lebih dari satu juta warga Palestina yang tinggal di Rafah, yang sebagian besar dari mereka adalah pengungsi.
Dan hal ini juga membahayakan harapan tercapainya kesepakatan antara Israel dan Hamas, yang telah ditengahi oleh Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat selama berhari-hari, dengan William Burns, kepala Badan Intelijen Pusat (CIA), yang sangat terlibat dalam hal ini.
Israel mengatakan persyaratan gencatan senjata Hamas berbeda dari proposal sebelumnya. Namun para analis percaya bahwa memang Israel tidak bersedia menyetujui gencatan senjata permanen, bahkan setelah Hamas membebaskan tawanan Israel.
“Beberapa hari terakhir telah membuktikan bahwa Israel tidak melakukan negosiasi dengan itikad baik. Saat Hamas menyetujui kesepakatan, Israel bersedia meledakkannya dengan memulai serangan mereka di Rafah,” kata Omar Rahman, pakar Israel-Palestina di Dewan Urusan Global Timur Tengah, sebuah wadah pemikir di Doha, Qatar. .
“Tujuannya adalah untuk menghancurkan Gaza secara total,” katanya kepada Al Jazeera.
Sebelumnya, Israel mengklaim bahwa Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menyatakan bahwa tentaranya memulai operasi militernya di bagian Timur Rafah, Gaza, Palestina, pada Selasa (7/5).
IDF menyatakan bahwa pasukan daratnya telah memulai operasi berdasarkan Badan Keamanan Israel (ISA) untuk memusnahkan Hamas di Timur Rafah.
“Pasukan darat IDF memulai operasi kontraterorisme yang tepat berdasarkan intelijen IDF dan ISA (Badan Keamanan Israel) untuk membasmi teroris Hamas dan membongkar infrastruktur teroris Hamas di wilayah tertentu di Timur Rafah,” katanya, dilansir dari TASS, Selasa (7/5/2024).
Pihaknya juga menyatakan bahwa pasukan IDF berhasil menyerang Hamas di Rafah dan membunuh sekitar 20 pejuang. Mereka juga mengaku menemukan tiga terowongan operasional Hamas.
“Pasukan darat IDF dan jet tempur IAF menyerang dan melenyapkan sasaran teror Hamas di kawasan Rafah, termasuk struktur militer, infrastruktur bawah tanah, dan infrastruktur teroris tambahan tempat Hamas beroperasi di kawasan Rafah," pungkasnya.