Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Israel melakukan pemberedelan terhadap media Al Jazeera pada Minggu (5/5/2024).
Pemberedelan itu dilakukan dengan cara menggerebek kantor yang ada di sebuah kamar hotel di Yerusalem.
Tak lama setelah PM Netanyahu mengatakan Al Jazeera ditutup, kantor tersebut langsung didatangi polisi Israel.
"Pemerintah yang saya pimpin dengan suara bulat memutuskan: saluran penghasutan Al Jazeera akan ditutup di Israel," tulis Netanyahu melalui media sosial X, dikutip Al Jazeera, Senin (6/5/2024).
Menteri Komunikasi Israel Shlomo Karhi menulis di X bahwa dia telah menandatangani perintah terhadap Al Jazeera dan akan segera berlaku.
Karhi mengatakan bahwa ia memerintahkan penyitaan peralatan penyiaran Al Jazeera yang digunakan untuk menyampaikan konten saluran tersebut, termasuk peralatan pengeditan dan perutean, kamera, mikrofon, server dan laptop, serta peralatan transmisi nirkabel dan beberapa telepon genggam.
Baca Juga
Dari video yang beredar di media sosial, polisi menyita alat-alat penyiaraan Al Jazeera. Kemudian siaran tv dan radio media tersebut langsung terputus.
Adapun alasan pemberedalan media asal Qatar itu dilakukan karena pemerintah Israel meyakini Al Jazeera telah merugikan pihaknya.
Mereka menilai jaringan media itu mengancam keamanan nasional Israel.
Jaringan Al Jazeera yang didanai oleh Qatar telah mengkritik operasi militer Israel di Gaza, dari mana ia telah melaporkan sepanjang waktu selama perang tujuh bulan.
Klarifikasi Al Jazeera
Al Jazeera mengatakan tuduhan bahwa mereka mengancam keamanan Israel adalah kebohongan yang berbahaya dan konyol yang membahayakan para jurnalisnya.
"Al Jazeera Media Network mengutuk keras dan mengecam tindakan kriminal yang melanggar hak asasi manusia dan hak dasar untuk mendapatkan informasi. Al Jazeera menegaskan haknya untuk terus memberikan berita dan informasi kepada pemirsa globalnya," kata perusahaan, seperti dikutip The Guardian.
Laporan akhir yang telah direkam sebelumnya yang mencantumkan pembatasan yang dilakukan terhadap jaringan oleh seorang reporter di Yerusalem disiarkan di jaringan tersebut setelah larangan itu diberlakukan.
Al Jazeera sebelumnya menuduh pihak berwenang Israel dengan sengaja menargetkan beberapa wartawannya, termasuk Samer Abu Daqqa dan Hamza Al-Dahdouh, yang keduanya terbunuh di Gaza selama konflik. Israel menolak tuduhan tersebut dan mengatakan bahwa mereka tidak menargetkan wartawan.