Bisnis.com, JAKARTA — Mahkamah Konstitusi (MK) mulai menggelar sidang sengketa hasil atau permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pemilihan legislatif (Pileg) 2024 pada hari ini, Senin (29/4/2024).
Ada 297 perkara yang akan disidangkan MK sejak hari ini hingga 10 Juni 2024 mendatang. Pasalnya, pada saat itu, berdasarkan Peraturan MK (PMK) No. 1/2024, MK dijadwalkan paling lambat memutus perkara sengketa Pileg 2024.
Adapun, sebagaimana ketentuan undang-undang, MK diberikan waktu untuk menyelesaikan perkara Pileg paling lama 30 hari kerja sejak perkara dicatat dalam buku registrasi perkara konstitusi elektronik (e-BRPK).
Dengan tenggat tersebut, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menjadi salah satu partai yang tengah berjuang untuk mengubah hasil yang didapatkan dalam Pileg 2024. Pasalnya, suara yang didapatkan PPP tidak memenuhi ambang batas parlemen atau parliamentary threshold yang ditetapkan oleh Undang-Undang No. 7/2014 tentang Pemilihan Umum.
Berdasarkan informasi yang diterima Bisnis, tercatat ada 24 perkara yang diajukan PPP dalam sidang sengketa hasil Pileg 2024. Adapun perkara sengketa hasil Pileg 2024 terbanyak sejauh ini tercatat datang dari Partai Gerindra dan Partai Demokrat.
“Dari 297 perkara, apabila diperinci berdasarkan partai politik, Partai Gerindra dan Partai Demokrat menjadi partai politik peserta Pemilu yang paling banyak mengajukan perkara, yaitu masing-masing 32 perkara,” kata Juru Bicara MK Fajar Laksono dalam keterangannya, Senin (29/4/2024).
Baca Juga
PEROLEHAN SUARA
Kandasnya partai tertua dalam Pemilu 2024 ini juga menjadi salah satu kejutan di akhir periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Pasalnya, kegagalan PPP melenggang ke ‘Senayan’ menjadi yang pertama kalinya terjadi dalam 51 tahun kehadirannya di kancah politik Indonesia.
Berdasarkan hasil rekapitulasi suara nasional yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), partai berlogo ka'bah itu hanya mendapatkan dukungan dari 5.878.777 pemilih dari 84 daerah pemilihan (dapil) yang tersebar di 38 provinsi. Dengan jumlah total 151.796.630 suara sah dalam Pemilu Legislatif atau Pileg 2024, PPP hanya mampu mengantongi 3,86% dukungan.
Dengan kata lain, perolehan suara PPP tidak mampu melampaui angka ambang batas parlemen atau parliamentary threshold yang ditetapkan sebesar 4%. Artinya, partai ini tak dapat mengirimkan wakilnya ke DPR RI kendati sederet kadernya meraih suara yang signifikan di sejumlah dapil.
Kegagalan memenuhi ambang batas parlemen itu pada akhirnya memutus tren positif PPP yang selalu tembus ke Senayan sejak berdiri pada 5 Januari 1973.
Partai yang merupakan fusi alias gabungan dari berbagai macam ideologi politik dan partai politik yang berlandaskan Islam itu misalnya berhasil meraup 99 kursi atau 27,5% dari 360 kursi parlemen pada 1977. Lima tahun berselang atau pada 1982, PPP meraih 94 kursi atau turun sebanyak 5 kursi.
Pada 1987, suara PPP makin tergerus dan hanya mengantongi 61 kursi di parlemen sejalan dengan melonjaknya suara PDI yang naik menjadi 40 kursi akibat 'Megawati Effect'.
Kendati demikian, pada pemilu 1992, suara PPP membaik melalui efek suara Golkar yang tergerus sebagai penguasa. Alhasil, PPP memperoleh kursi sebanyak 62 atau sebanyak 15,5% dari 400 kursi.
Bahkan, pada 1997 suara PPP kembali melonjak dengan memperoleh sebanyak 89 kursi atau 20,9% dari 425 kursi. Hal ini terjadi usai represi pemerintah Orde Baru terhadap PDI pro-Mega (Megawati Soekarnoputri), terutama setelah peristiwa 27 Juli 1996 atau Kuda Tuli.
Pada awal reformasi dengan sistem multipartai, nasib PPP tampak lebih baik. Mulai dari Pemilu 1999, mereka mendapat kursi sebanyak 58, lalu Pemilu 2004 58 suara, selanjutnya Pemilu 2009 turun menjadi 38 suara, dan pada pemilu 2014 hanya 39 kursi.
Namun pada Pemilu 2019, suara PPP kembali anjlok menjadi 29 kursi atau turun 20 kursi. Pemicunya tentu karena kisruh dan konflik internal. Pemilu 2024 jelas merupakan tantangan lain bagi PPP. Elektabilitas mereka kini hanya di kisaran 2%–3%.
Nahasnya, Pemilu 2024 menjadi akhir catatan positif PPP di kontestasi nasional lima tahunan lantaran tak mampu memenuhi ambang batas parlemen.
Tidak ada satu pun kursi tersisa bagi PPP di kompleks DPR RI di Senayan, Jakarta. PPP, partai tertua dan rumah besar umat Islam itu kini harus terdepak dari gegap gempita politik Senayan.
Partai berdasarkan nomor urut di Pemilu 2024 |
Persentase Suara 2024 |
Persentase Suara 2019 |
1. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) |
10,62% |
9,72% |
2. Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) |
13,22% |
12,51% |
3. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) |
16,72% |
19,91% |
4. Partai Golkar |
15,29% |
12,15% |
5. Partai Nasdem |
9,66% |
8,81% |
6. Partai Buruh |
0,64% |
- |
7. Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora) |
0,84% |
- |
8. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) |
8,42% |
8,19% |
9. Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) |
0,22% |
- |
10. Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) |
0,72% |
1,56% |
11. Partai Garda Perubahan Indonesia (Garuda) |
0,27% |
0,52% |
12. Partai Amanat Nasional (PAN) |
7,24% |
6,74% |
13. Partai Bulan Bintang (PBB) |
0,32% |
0,79% |
14. Partai Demokrat |
7,43% |
7,64% |
15. Partai Solidaritas Indonesia (PSI) |
2,81% |
1,89% |
16. Partai Perindo (Perindo) |
1,29% |
2,68% |
17. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) |
3,87% |
4,51% |
24. Partai Ummat |
0,42% |
- |