Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Tim Hukum Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Refly Harun menyampaikan kontestasi Pilpres 2024 telah mencetak sejarah.
Dia menyampaikan, baru Pemilu kali ini hakim Mahkamah Konstitusi (MK) tidak sependapat secara keseluruhan dengan putusannya. Sebab, dari 8 hakim terdapat 3 yang memiliki pendapat berbeda.
“Baru pertama kali ada sengketa pilpres yang ada dissenting opinionnya. Bayangkan sejak 2004, 2009, 2014, 2019 semua sengketa pilpres ditolak mk tanpa satu hakimpun yang disenting,” ujarnya di Jakarta, dikutip Selasa (23/4/2024).
Ketiga hakim itu di antaranya, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat. Ketiganya memiliki dalil masing-masing dalam sengketa Pilpres 2024, misalnya Sadil yang menganggap pembagian bansos menjelang Pemilu memiliki berkaitan dengan kepentingan elektoral.
Selanjutnya, Arief menilai ada dugaan intervensi yang kuat dari sentral kekuasaan eksekutif di pilpres kali ini. Menurutnya, penyelanggara negara atau aparat tidak netral karena diduga condong ke Paslon tertentu.
Adapun, Enny menyampaikan ada sikap ketidaknetralan dari pejabat saat pemberian bansos di beberapa daerah. Oleh sebab itu, dia menilai seharusnya MK bisa meminta pemilu ulang di sejumlah daerah tersebut.
Baca Juga
“Ternyata Enny tadi saya perkiraran takut dengan istana, karena kebetulan yang pilihnya adalah istana. Tapi, mungkin karena semangat hari Kartini dia berani, jadi satu satunya perempeuan disana dan 8 hakim mau mengabulkan permohonan kita,” tambahnya.
Dengan demikian, dia menyayangkan bahwa sisa Hakim MK malah menolak gugatan perkara dari Paslon 01 Anies-Imin. Refly menduga bahwa terdapat intervensi terhadap kelima hakim tersebut dalam memutuskan sengketa Pilpres 2024.
“Memang hakim kemarin sore yang dianggap gatau kenapa, mungkin di intervensi, mungkin tidak paham sengketea pilpres, mereka menjadi bagian yang menolak atau tidak mengabulkan permohonan,” tutur Refly.
Dia menambahkan, pihaknya merasa kecewa dengan keputusan dari Ketua MK Suhartoyo yang dianggap tidak setia kepada Putusan 90 MK yang menjadi karpet merah untuk Gibran menjadi Cawapres.
“Tetapi bayangan saya seandainya Suhartoyo sebagai ketua MK, setia pada putusan 90 dia menolak bersama Sadil Isra dan arief hidayat seharusnya kita menang. saya tidak tau angin dimana yang membuat dia berubah,” pungkasnya.