Bisnis.com, JAKARTA - Sistem Informasi Rekapitulasi atau Sirekap menjadi obyek yang diperdebatkan dalam sidang sengketa hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).
Sejumlah pihak menilai Sirekap memilikibanyak kejanggalan hingga menuding Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadikannya alat dalam melakukan kecurangan.
Dosen Teknik Informatika (IT) Universitas Pasundan Leony Lidya, yang didatangkan sebagai ahli oleh tim hukum Ganjar-Mahfud, mengungkap sejumlah kejanggalan sistem informasi rekapitulasi (Sirekap) milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam sidang lanjutan sengketa hasil Pilpres 2024.
Leony meragukan keaslian data rekapitulasi suara di formulir C.Hasil yang diunggah petugas KPPS dari setiap tempat pemungutan suara (TPS) ke aplikasi Sirekap. Menurut temuannya, basis data Sirekap kemungkinan bisa diubah-ubah.
Dia menjelaskan, ada data nilai yang diunduh formatnya dalam bentuk Excel. Lalu, Leony mengisi nilai sampai mendapat indeksnya.
Dia menemukan, setelah 15 Februari 2024 jika data numerik yang muncul maka formulir C Hasil tidak bisa dilihat. Sebaliknya, jika C Hasil bisa dilihat maka data numerik tidak muncul.
Baca Juga
"Saya tidak mengerti mengapa itu tidak bisa sepasang munculnya dan itu sudah lewat jauh dari hari unggahan dan itu yang saya khawatirkan gimana nasib C1 ini apakah bisa dijaga keasliannya," jelas Leony dalam sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Selasa (2/4/2024).
Oleh sebab itu, dia merekomendasikan agar KPU kembali mengunggah kembali semua formulir C.Hasil dan D.Hasil karena yang ada di aplikasi Sirekap tidak lengkap. Dengan begitu, masyarakat juga bisa mengecek sendiri keasliannya selama ada metadatanya.
"Metadata itu adalah info tentang data yang diberikan oleh sistem. Misalkan kapan dia di-upload, di mana lokasinya, dan sebagainya, dari perangkat apa dia di-upload. Kalau metadatanya ada, itu akan semakin memudahkan audit forensiknya," ujarnya.
Leony menyimpulkan bahwa keanehan yang ada dalam Sirekap merupakan rancangan. Menurutnya, Sirekap sudah menjadi saksi bisu kejahatan Pemilu 2024.
Dugaan Kecurangan Lewat Sirekap
Dilansir dari laman MK, para saksi kubu Ganjar Pranowo - Mahfud MD menuding KPU menggunakan Sirekap sebagai alat dalam melakukan kecurangan Pemilu 2024. Kecurangan tersebut adalah penggelembungan suara.
Para Saksi tersebut adalah Dadan Aulia Rahman, Endah Subekti Kuntariningsih, Fahmi Rosyidi, Hairul Anas Suaidi, Memed Alijaya, Mufti Ahmad, Maruli Manogang Purba, Sunandiantoro, Suprapto, dan Nendi Sukma Wartono.
Hairul Anas Suaidi dalam kesaksiannya mengungkapkan perjalanan Sirekap yang menjadi alat kerja resmi dan utama bagi KPU dalam perhitungan perolehan suara di TPS.
Hairul mendesain inisiatif Robot Biru yang dapat memantau laman Sirekap secara legal melalui front-end. Melalui sistem ini, dapat dilakukan web-crawling terhadap data hasil penghitungan suara dan data administratif (checksum) di tiap TPS dari laman resmi pengumuman hasil Pilpres pemilu2024.kpu.go.id. Selain itu, sistem ini juga dapat menyimpan seluruh angka dan dokumen C.Hasil guna mengetahui data terbaru dan data lama apabila terjadi perubahan-perubahan.
Tak hanya memberikan keterangan, Hairul pun melakukan simulasi atas lima metode penelitian yang dilakukannya dalam pengecekan secara detail sejak penghitungan dilakukan KPU pada 14 Februari 2024.
Dari data-data hasil perhitungan suara yang terhimpun pada database, Hairul menggunakan checksum halaman utama, kehadiran, suara, update data per batch untuk melihat pola, dan jejak perubahan (footprint).
“Dari keseluruhan checksum yang dilakukan hingga 950 kali, misalnya pada checksum pada 1 April 2024 terdapat jumlah suara yang tidak dapat dipercaya mencapai 23–28 juta suara. Pada checksum per batch dapat dilihat ada angka-angka yang selalu tidak bersesuaian, persentase perolehan suara paslon cenderung tetap. Sehingga bisa diduga terjadi penggelembungan suara, suara tidak sah berubah menjadi suara sah, dan komposisi persentase relatif fixed,” terang Hairul dilansir dari laman MK, dikutip Kamis (4/4/2024).
Kemudian, saksi dari paslon Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar yakni Bambang Widjojanto mengatakan bahwa telah terjadi fraud atas selisih suara di Sirekap, sehingga patut dilakukan audit forensik.