Bisnis.com, JAKARTA — Mahkamah Konstitusi (MK) akan kembali menggelar sidang perkara sengketa atau Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 pada hari ini, Rabu (3/4/2024).
Dalam jadwal sidang yang dipublikasikan di laman resminya, MK akan kembali menggabungkan dua perkara dalam satu sidang.
Pasalnya, persidangan yang akan dimulai pada pukul 08.00 WIB itu akan menggandakan pemeriksaan perkara dengan acara berupa pembuktian termohon dan Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu. Dalam perkara sengketa Pilpres 2024, pihak termohon adalah Komisi Pemilihan Umum atau KPU.
Oleh karena itu, baik sidang perkara nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 dengan termohon Anies-Muhaimin maupun perkara bernomor 2/PHPU.PRES-XXII/2024 yang diajukan Ganjar-Mahfud akan dihelat pada waktu bersamaan.
Kemarin, Selasa (2/4/2024), MK telah menggelar sidang hari keempat sengketa Pilpres 2024 sejak pukul 08.00 WIB.
Sidang dengan nomor perkara 2/PHPU.PRES-XXII/2024 tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 itu akan digelar di Gedung MK RI 1, lantai 2 dengan pemohon Ganjar Pranowo dan Mahfud Md itu masih berupa pemeriksaan perkara dengan jadwal acara pembuktian pemohon.
Baca Juga
Dalam persidangan, tim hukum Ganjar-Mahfud menghadirkan sederet saksi, termasuk akademisi dan Profesor ilmu Filsafat, Franz-Magnis Suseno. Sosok yang akrab disapa Romo Magnis merupakan ahli yang dihadirkan pasangan calon nomor urut 03 selaku pemohon. Dalam pengantarnya, dia menyinggung perihal etika dalam penyelenggaraan Pemilu 2024, termasuk etika seorang presiden.
“Presiden adalah penguasa atas seluruh masyarakat. Oleh karena itu, ada hal yang khusus yang dituntut dari padanya dari sudut etika,” katanya dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (2/4/2024).
Magnis berpendapat, seorang presiden harus menunjukkan kesadaran bahwa yang menjadi tanggung jawabnya adalah keselamatan seluruh bangsa.
Dia menilai bahwa segala kesan yang menunjukkan presiden memakai kekuasaan demi keuntungannya sendiri atau demi keuntungan keluarganya adalah fatal.
Lebih lanjut, dia menyebut bahwa seorang presiden harus menjadi milik semua, bukan hanya milik mereka yang memilihnya. Hal ini termasuk situasi di mana seorang presiden menjadi berasal dari satu partai tertentu.
“Memakai kekuasaan untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu membuat presiden menjadi mirip dengan pimpinan organisasi mafia,” tegas Romo Magnis.