Bisnis.com, JAKARTA — Materi gugatan dalam sidang perkara sengketa atau perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024 yang sedang berproses di Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi sorotan sejumlah pihak.
Pasalnya, gugatan PHPU ke MK baik yang dilayangkan paslon 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar maupun 03 Ganjar Pranowo-Mahfud Md tidak menyertakan gugatan selisih angka dari masing-masing kandidat yang angkanya dibandingkan dengan penghitungan rekapitulasi suara dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Alhasil, materi gugatan yang dilayangkan dua paslon tersebut dinilai 'salah alamat'.
Dalam sidang perdana penanganan perkara PHPU Pilpres 2024 pada pekan lalu, Anies mengatakan, Pemilu Presiden 2024 tidak berjalan secara bebas, jujur, dan adil.
Lebih terperinci, kuasa hukum pemohon 01, Bambang Widjojanto menyampaikan pokok-pokok dengan mendalilkan hasil penghitungan suara untuk paslon 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (96.214.691 atau 58,6%) diperoleh dengan cara yang melanggar asas pemilu dan prinsip penyelenggaraan pemilu yaitu bebas, jujur, dan adil secara serius melalui mesin kekuasaan serta pelanggaran prosedur.
Dalam petitumnya, pemohon memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan batal Keputusan KPU No. 360/2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Secara Nasional.
Pemohon juga meminta MK agar menyatakan diskualifikasi pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo-Gibran sebagai peserta Pemilu 2024, termasuk juga membatalkan Keputusan KPU yang berkaitan dengan penetapan pasangan calon 02 tentang penetapan nomor urut pasangan calon peserta pemilihan umum presiden dan wakil atas nama Prabowo-Gibran.
Baca Juga
Selain itu, pemohon meminta MK agar memerintahkan KPU melakukan pemungutan suara ulang (PSU) tanpa mengikutsertakan pasangan calon 02 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, serta memerintahkan kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk melakukan supervisi dalam rangka pelaksanaan amar putusan tersebut.
Permohonan senada juga dilayangkan tim Ganjar-Mahfud dalam sengketa PHPU Pilpres 2024 yang sedang berproses di MK.
SELISIH SUARA
Gugatan kubu 01 dan 03 yang yang tidak berfokus pada selisih angka dari masing-masing kandidat dinilai salah alamat.
Bahkan, politikus partai Golkar Dhifla Wiyani menilai gugatan yang diajukan kubu 01 dan 03 tidak masuk akal lantaran di luar dari kewenangan MK.
"Isi gugatan yang diajukan oleh dua paslon ini sangat tidak masuk akal, karena UU Pemilu mengatakan Mahkamah Konstitusi hanyalah memeriksa tentang perselisihan suara saja," kata dia dalam keterangan pers diterima di Jakarta, Minggu (31/3/2024) seperti dilansir Antara.
Dia menjelaskan inti dari gugatan kubu pasangan calon 01 dan 03 itu mempermasalahkan proses pencalonan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Menurut dia, berdasarkan UU pemilu seharusnya gugatan keabsahan pasangan calon presiden wakil presiden dilayangkan di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Jika putusan dari Bawaslu dirasa tidak bisa diterima, maka para penggugat bisa melakukan langkah hukum lain.
"Dapat diajukan keberatan dengan melakukan gugatan keberatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara dan jika masih merasa tidak puas juga maka dapat diajukan upaya hukum ke Mahkamah Agung," kata dia.
Dihfal pun menilai para penggugat terkesan menerima keabsahan Prabowo-Gibran lantaran tidak mengadu ke Bawaslu melainkan mengikuti proses pemilu dari mulai pengambil nomor, debat capres cawapres hingga pemungutan suara.
Untuk itu, dia menilai kubu 01 dan 03 telah menerima keabsahan Prabowo-Gibran dan tidak layak menggugatnya ke MK.
"Maka apa pun alasan mereka saat ini dengan menggunakan alasan-alasan tersebut, seharusnya ditolak oleh Mahkamah Konstitusi," ucap dia.
Komentar senada diberikan Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari. Dia menganggap tidak ada hal substansial dari gugatan tim 01 dan 03.
Pasalnya, mereka tidak menyertakan gugatan selisih angka dari masing-masing kandidat yang angkanya dibandingkan dengan penghitungan rekapitulasi suara dari KPU.
"Permohonan kepada MK mau tidak mau harus berbicara angka, ingat bahwa 01 sama 03 ini lawannya itu bukan 02 dan bukan Pak Jokowi, dalam Mahkamah Konstitusi lawannya adalah KPU," katanya pada pekan lalu, seperti dilansir Antara.
Menurut Qodari, syarat formil tersebut harus terpenuhi jika gugatan ingin dipertimbangkan dan dikabulkan oleh hakim MK, bukan lagi bicara proses politik saat di persidangan.
"Nah ini kan proses formil yang harus dipenuhi karena kita bicara hukum, kita bukan bicara proses politik karena itu syarat-syarat dalam proses hukum itu harus terpenuhi," katanya menegaskan.
PENYALAHGUNAAN BANSOS
Tuduhan penyalahgunaan bantuan sosial (bansos) di Pilpres 2024 yang dianggap menguntungkan Prabowo-Gibran pun dinilai ‘salah kamar’.
Hal itu diungkapkan Pakar Hukum Tata Negara Abdul Chair Ramadhan tentang klaim yang dialamatkan oleh tim hukum 01 maupun 03 dalam sengketa Pilpres 2024 di MK.
Menurutnya, tuduhan penyalahgunaan bansos di Pilpres masuk dalam domain Bawaslu dan bukan kewenangan MK.
“Maka dengan itu dugaannya adalah termasuk atau tergolong pelanggaran administrasi pemilu yang dilakukan secara terstruktur sistematis dan masif [TSM] menjadi ranah domain Bawaslu, bukan domain kewenangan MK. Itu jelas ketentuannya,” katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (31/3/2024) seperti dilansir Antara.
Abdul mengatakan kewenangan MK adalah menghitung selisih suara dalam perkara perselisihan suara pemilu, bukan penyaluran bansos.
"MK terikat dengan ketentuan Undang-Undang No. 17/2017 tentang Pemilihan Umum, tepatnya pada Pasal 457 Ayat (2) yang menyatakan bahwa MK berwenang memutuskan perkara perselisihan suara," jelasnya.
Ketua Umum Persatuan Doktor Pascasarjana Hukum Indonesia itu menjelaskan bansos yang digelontorkan pemerintah sudah sesuai mekanisme, tidak ada kaitannya dengan pemilu.
Menurutnya, pasal 460 juncto 463 Undang-undang No. 7/2017 tentang Pemilu, mengatur kompetensi yang dimiliki oleh Bawaslu. Selain itu, peraturan Bawaslu No. 8/2022 tepatnya di Pasal 12 telah menentukan kewenangan Bawaslu.
Oleh karena itu, Abdul menilai wajar jika kemudian tim hukum nomor urut 2 Prabowo-Gibran mengatakan gugatan paslon 1 dan 3 “salah kamar”. Kesalahan dimaksud menunjuk pada kesalahan dalam pengajuan gugatan yang tidak pada tempatnya.
“Dengan demikian tidak ada peluang untuk memperluas atau menafsirkan lain kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam hal penghitungan suara. Secara argumentum a contrario atau dalam ilmu fikih disebut mafhum mukhlafah, maka selain penghitungan suara adalah bukan menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi,” jelasnya.
Menurut Abdul, jelas bahwa kewenangan MK hanya terhadap hasil penghitungan suara dengan pendekatan kuantitatif. Mahkamah Konstitusi tidak berwenang mengadili pelanggaran administratif pemilu, utamanya secara TSM yang notabene pendekatannya adalah kualitatif.
“Keadilan itu adalah dilakukan secara proporsional, menempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya. Menempatkan perselisihan terhadap pelanggaran administrasi pemilu secara TSM kepada Mahkamah Konstitusi bukan pada tempatnya, itu tempatnya Bawaslu untuk memeriksa, memutus. Adapun menempatkan hanya terhadap penghitungan suara calon presiden dan wakil presiden, itu hanya kewenangan Mahkamah Konstitusi,” katanya menegaskan.