Bisnis.com, JAKARTA – Paus Fransiskus mengatakan dalam sebuah wawancara dengan media Swiss, RSI, bahwa Ukraina harus memiliki keberanian apa yang dirinya sebut sebagai "bendera putih" dan merundingkan akhir dari perang Rusia vs Ukraina yang terjadi dua tahun lalu dan telah menewaskan puluhan ribu orang.
Melansir dari Reuters, Senin (11/3/2024), komentar dari Paus Fransiskus tersebut telah direkam bulan lalu, jauh sebelum tawaran terbaru dari Presiden Turki Tayyip Erdogan pada hari Jumat (9/3/2024) untuk menjadi tuan rumah sebuah pertemuan antara Ukraina dan Rusia untuk mengakhiri perang.
Erdogan mengajukan tawaran baru ini setelah pertemuan di Istanbul dengan Volodymyr Zelenskiy, Presiden Ukraina. Zelenskiy mengatakan bahwa dia menginginkan perdamaian dan tidak akan menyerahkan wilayah apapun.
Rencana perdamaian pemimpin Ukraina itu sendiri menyerukan penarikan pasukan Rusia dari seluruh Ukraina dan pemulihan perbatasan negaranya.
Di sisi lain, Kremlin telah mengesampingkan untuk terlibat dalam pembicaraan damai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Kyiv. Sementara juru bicara Zelenskiy tidak segera menanggapi permintaan untuk berkomentar atas pernyataan Paus Fransiskus.
Dalam wawancaranya dengan RSI yang akan tayang pada 20 Maret mendatang, Paus Fransiskus ditanya mengenai posisinya dalam perdebatan antara mereka yang mengatakan bahwa Ukraina harus menyerah karena tidak mampu mengusir pasukan Rusia, dan mereka yang mengatakan bahwa hal itu akan melegitimasi tindakan pihak terkuat.
Baca Juga
Pewawancara menggunakan istilah "bendera putih" dalam pertanyaan tersebut.
"Itu adalah salah satu interpretasi, itu benar. Namun saya pikir yang terkuat adalah orang yang melihat situasi, memikirkan rakyat dan memiliki keberanian untuk bernegosiasi," kata Fransiskus, seraya menambahkan bahwa perundingan harus dilakukan dengan bantuan kekuatan internasional.
"Kata bernegosiasi adalah kata yang berani. Ketika Anda melihat bahwa Anda dikalahkan, bahwa segala sesuatunya tidak berjalan dengan baik, Anda harus memiliki keberanian untuk bernegosiasi," lanjut Paus Fransiskus.
Dalam wawancara ini diyakini sebagai pertama kalinya Fransiskus menggunakan istilah-istilah seperti "bendera putih" atau "dikalahkan" dalam mendiskusikan perang Ukraina, meskipun dia telah berbicara sebelumnya tentang perlunya negosiasi.
Dalam sebuah pernyataan, juru bicara Vatikan Matteo Bruni mengatakan bahwa Paus telah menangkap istilah "bendera putih" yang diucapkan oleh pewawancara dan menggunakannya untuk mengindikasikan penghentian permusuhan dan gencatan senjata yang dicapai dengan keberanian negosiasi.
Tahun lalu, Paus yang berusia 87 tahun itu mengirim utusan perdamaian, Kardinal Matteo Zuppi dari Italia, ke Kyiv, Moskow, dan Washington untuk berbicara dengan para pemimpin di negara-negara tersebut.
"Salah satu mungkin merasa malu [dalam negosiasi], tetapi berapa banyak orang yang akan mati [akibat perang]? [Kita harus] bernegosiasi tepat waktu, menemukan negara yang dapat menjadi mediator," kata Fransiskus, sambil menyebut Turkiye sebagai salah satu negara yang telah menawarkan diri sebagai mediator.
Paus Fransiskus menegaskan agar Ukraina jangan malu untuk bernegosiasi sebelum keadaan menjadi lebih buruk. Dirinya juga menawarkan diri dan bersedia menjadi penengah, seperti Tukiye, untuk mengakhiri perang Ukraina dengan Rusia tersebut.
"Saya bersedia,” jawabnya ketika ditanya.
Meski demikian, dalam bagian lain dari wawancara tersebut, Paus Fransiskus menyebutkan bahwa negosiasi antara Hamas dan Israel yang disebutkan, bukan berarti menyerah.