Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Polemik di Balik Gelar Jenderal Kehormatan Prabowo Subianto

Pemberian anugerah gelar jenderal kehormatan kepada Prabowo Subianto adalah sebuah anomali dalam sejarah Indonesia.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menghadiri Rapim TNI-Polri dan menerima pangkat secara istimewa dari Presiden Joko Widodo di GOR Ahmad Yani, Mabes TNI, Jakarta, Rabu (28/2/2024)/Kementerian Pertahanan
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menghadiri Rapim TNI-Polri dan menerima pangkat secara istimewa dari Presiden Joko Widodo di GOR Ahmad Yani, Mabes TNI, Jakarta, Rabu (28/2/2024)/Kementerian Pertahanan

Bisnis.com, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengubah sejarah Prabowo Subianto dengan memberikan anugerah gelar jenderal kehormatan ke Prabowo Subianto.

Ia tak mempersoalkan catatan masa lalu Prabowo yang penuh kontroversi terutama pada masa ketika Indonesia sedang mengalami transisi dari otoritarianisme Orde Baru ke era demokratisasi.

Jokowi sejatinya adalah presiden yang lahir dalam proses demokratisasi. Ia lahir dari sebuah proses pemilihan presiden secara langsung dan dikenal sebagai sosok pemimpin yang muncul dari kalangan rakyat biasa bukan dari elite. Namun demikian, pada periode kedua pemerintahannya, sejumlah skandal terjadi.

Kendati secara eksplisit tidak menunjukkan cawe-cawe secara langsung, tetapi aktor-aktor yang terlibat atau yang diuntungkan dari proses munculnya skandal tersebut terkait dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Soal skandal etik di Mahkamah Konstitusi (MK), misalnya, terkait dengan adik ipar Jokowi, Anwar Usman. 

Putusan Anwar Usman kemudian menguntungkan Gibran Rakabuming Raka atau Gibran untuk maju sebagai calon wakil presiden alias cawapres Prabowo Subianto. Gibran adalah putra sulung Jokowi. Kontroversi itu terus berlangsung dengan keluarnya sanksi keras kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari.

Seolah tak berhenti, Jokowi juga memantik polemik dengan memberikan anugerah gelar jenderal kehormatan kepada Prabowo Subianto. Alasan Jokowi, keputusan memberikan gelar kehormatan kepada Prabowo telah sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Gelar itu juga datang dari usulan Panglima TNI.

"Jadi usulan Panglima TNI, saya menyetujui untuk memberikan kenaikan pangkat secara istimewa buat Jenderal TNI Kehormatan," ujar Jokowi, Rabu kemarin.

Prabowo sejatinya masih menyimpan banyak kontroversi selama berkarier di militer. Ia sering dikait-kaitkan dengan pelanggaran HAM, terutama upaya penghilangan paksa terhadap sejumlah aktivis pro demokrasi pada transisi kekuasaan pada 1998 atau reformasi lalu.

Selain itu, Prabowo juga telah diberhentikan dari dinas militer karena polemik kasus penculikan terhadap aktivis-aktivis pro demokrasi. Pelaku sejarah sekaligus mantan Panglima ABRI, Jenderal TNI Wiranto, adalah tokoh yang memberhentikan Prabowo dari dinas militer.

Menariknya, kini Wiranto bersama jenderal-jenderal yang terlibat dalam pemberhentian mantan Pangkostrad itu bahkan sebagian korban penculikan 1998 menjadi pendukung Prabowo dalam kontestasi Pilpres 2024.

Selain itu, Mabes TNI juga memberikan pembelaan bahwa, Prabowo bukan dipecat tetapi diberhentikan dengan hormat dalam konteks peristiwa 1998.

Wiranto Soal Prabowo

Adapun, pada tahun 2014 lalu, sebagaimana dikutip dari Antara, Wiranto pernah menggelar jumpa pers terkait keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) pada tahun 1998 yang memberhentikan Letjen Prabowo Subianto dari jabatan Pangkostrad.

Wiranto menjelaskan polemik tentang apakah Prabowo diberhentikan dengan hormat atau tidak hormat dari dinas kemiliteran. Ia waktu itu sebelum meminta publik tidak mempersoalkan status pemberhentian Prabowo.

"Dalam kasus tersebut pemberhentian Pak Prabowo sebagai Pangkostrad disebabkan adanya keterlibatan kasus penculikan pada saat menjabat Danjen Kopassus. Perbuatan tersebut telah dianggap melanggar Saptamarga, Sumpah Prajurit, etika keprajuritan serta beberapa pasal KUHP. Dengan fakta itu tidak perlu diperdebatkan lagi status pemberhentiannya, masyarakat sudah dapat menilai," tutur Wiranto dikutip dari pemberitaan Antara tanggal 19 Juni 2014.

Wiranto mengemukakan bahwa dalam menjawab pertanyaan tersebut dia bukan sebagai ketua umum partai politik namun sebagai mantan Menteri Hankam sekaligus Panglima ABRI.

Dalam konferensi pers itu Wiranto mengaku tidak ingin terjebak untuk membahas istilah-istilah pemberhentian hormat atau tidak dengan hormat.

"Namun, secara normatif seorang prajurit diberhentikan dari dinas keprajuritan pasti ada sebab dan alasannya."

Maka sebab itu, lanjut Wiranto, muncul pemahaman berhenti "dengan hormat" yakni apabila yang bersangkutan habis masa dinasnya, meninggal dunia, sakit parah sehingga tidak melaksanakan tugas, cacat akibar operasi tempur atau kecelakaan atau permintaan sendiri.

"Sedangkan diberhentikan tidak dengan hormat, karena perbuatannya yang melanggar Saptamarga dan Sumpah Prajurit atau melanggar hukum, sehingga tidak pantas lagi sebagai prajurit TNI yang mengedepankan serta membela kejujuran, kebenaran dan keadilan."

Dia mengatakan pertimbangannya sebagai Panglima ABRI kala itu membentuk DKP karena ada prosedur dalam tubuh TNI bahwa apabila ada Perwira Menengah atau Tinggi terlibat satu kasus cukup berat, maka Panglima tidak bisa serta merta mengambil keputusan yang potensial dipengaruhi kepentingan pribadi, maka dibentuk DKP.

"Pada kasus penculikan aktivis 1998 saya sebagai Panglima ABRI membentuk DKP untuk memastikan seberapa jauh keterlibatan Pangkostrad dalam kasus tersebut," ujar Wiranto.

Dia lalu mengatakan pada kenyataannya DKP melalui sidang yang jujur telah memastikan keterlibatan Pangkostrad (Prabowo) yang saat kasus penculikan berlangsung menjabat sebagai Danjen Kopassus.

Selanjutnya DKP merekomendasikan pemberhentian Prabowo dari dinas keprajuritan, sedangkan Tim Mawar sebagai pelaku operasional lapangan dilanjutkan pada proses Pengadilan Mahkamah Militer.

Koalisi Sipil Menentang 

Koalisi Masyarakat Sipil menganggap bahwa pemberian gelar jenderal kehormatan ke Prabowo Subianto bisa merusak nama baik dan citra TNI.

Kepala Divisi Impunitas KontraS, Jane Rosalina Rumpia menilai bahwa pemberian pangkat kehormatan jenderal (HOR) bintang empat dari Presiden Jokowi ke Prabowo Subianto merupakan hal yang keliru dan melukai para korban reformasi 1998.

Menurutnya, gelar tersebut tidak pantas diberikan kepada Prabowo Subianto karena dirinya sempat terlibat kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu.

"Pemberian gelar tersebut lebih merupakan langkah politis transaksi elektoral dari Presiden Joko Widodo yang menganulir keterlibatannya dalam pelanggaran berat HAM masa lalu," tuturnya di Jakarta, Rabu (28/2/2024).

Selain itu, pemberian gelar kehormatan ke Prabowo Subianto juga bisa merusak citra TNI yang selama ini telah dibangun dengan baik. 

"Bagaimana mungkin orang yang sempat diberhentikan oleh TNI pada masa lalu karena terlibat atau bertanggung jawab dalam kejahatan kemanusiaan hari ini diberi gelar kehormatan," katanya.

Dia juga mengingatkan bahwa berdasarkan Keputusan Dewan Kehormatan Perwira Nomor: KEP/03/VIII/1998/DKP, Prabowo Subianto ditetapkan bersalah dan terbukti melakukan beberapa penyimpangan dan kesalahan termasuk melakukan penculikan terhadap beberapa aktivis pro demokrasi pada tahun 1998.

"Berdasarkan surat keputusan itu Prabowo Subianto kemudian dijatuhkan hukuman berupa diberhentikan dari dinas keprajuritan. Pemberian pangkat kehormatan terhadap seseorang yang telah dipecat secara tidak hormat oleh TNI sejatinya telah mencederai nilai-nilai profesionalisme dan patriotisme dalam tubuh TNI," ujarnya

Tanggapan Gerindra 

Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan bahwa partainya terharu dan bangga atas Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang mendapatkan pangkat jenderal bintang empat kehormatan dari Presiden RI Joko Widodo.

“Bagi kami kader Gerindra ini adalah sebuah penganugerahan yang mengharukan dan membanggakan. Karena ini adalah pencapaian pangkat tertinggi dalam dunia militer,” ucap Muzani dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Rabu.

Muzani menyampaikan selamat kepada Prabowo. Menurut dia, pangkat jenderal kehormatan itu diberikan kepada orang yang yang telah menorehkan peran penting pada dunia pertahanan.

“Selamat kepada Bapak Prabowo Subianto yang hari ini menerima penganugerahan Jenderal Kehormatan dari Presiden Joko Widodo."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper