Bisnis.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi lembaga yang berwenang dalam memutuskan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2024.
Sebagaimana diketahui, Pasangan capres dan cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, untuk sementara memimpin perolehan suara pada Pemilu 2024 berdasarkan hasil sementara real count KPU.
Namun, kubu Ganjar Pranowo - Mahfud Md, dan kubu Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar menduga terjadi kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.
Selain soal capres dan cawapres, MK juga bisa memutus perselisihan di tingkat calon dewan perwakilan daerah hingga partai politik peserta Pemilu. Berikut profil 8 hakim yang bakal menangani sengketa hasil pemilu atau PHPU :
1. Suhartoyo
Disitat dari mkri.id, Suhartoyo merupakan ketua MK periode 2023-2025. Dia resmi menjadi pucuk pimpinan di MK usai menggantikan Anwar Usman yang telah melakukan pelanggaran etik berat saat memutuskan perkara 90/PUU-XXI/2023.
Sebelumnya, pria kelahiran Sleman itu sempat menjabat sebagai hakim pada Pengadilan Tinggi Denpasar menggantikan Ahmad Fadlil Sumadi yang habis masa jabatannya sejak 7 Januari 2015. Di tahun yang sama, Suhartoyo mengucap sumpah di hadapan Presiden Jokowi. Mahasiswa ilmu hukum ini juga telah memperpanjang masa jabatan sebagai hakim konstitusi pada 2020.
Baca Juga
Pada 1986, dia pertama kali bertugas sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri Bandar Lampung. Suhartoyo juga dipercaya menjadi hakim Pengadilan Negeri di beberapa kota hingga tahun 2011.
Di antaranya Hakim PN Curup (1989), Hakim PN Metro (1995), Hakim PN Tangerang (2001), Hakim PN Bekasi (2006) sebelum akhirnya menjabat sebagai Hakim pada Pengadilan Tinggi Denpasar.
Dia juga terpilih menjadi Wakil ketua PN Kotabumi (1999), Ketua PN Praya (2004), Wakil Ketua PN Pontianak (2009), Ketua PN Pontianak (2010), Wakil Ketua PN Jakarta Timur (2011), serta Ketua PN Jakarta Selatan (2011).
Adapun, Suhartoyo yang lahir dari lingkungan sederhana mengaku lebih nyaman menjadi orang biasa dan tidak terlalu mengandalkan fasilitas jabatan dan posisinya sebagai hakim konstitusi.
“Saya ini nyaman menjadi orang-orang biasa saja,” ungkapnya.
2. Saldi Isra
Saldi Isra resmi dilantik Jokowi pada (11/4/2017). Pria kelahiran Paninggahan-Solok init menggantikan Patrialis Akbar sebagai halim konstitusi yang telah menjabat lima tahun.
Saldi menamatkan pendidikan sarjana di fakultas hukum Universitas Andalas dan berhasil lulus dengan predikat cum laude pada 1994. Pada tahun yang sama, Saldi bekerja sebagai dosen di Universitas Bung Hatta hingga Oktober 1995.
Kemudian, dia kembali menempuh pendidikannya dan berhasil mendapatkan gelar Master of Public Administration, Universiti Malaya atau Universitas Malaya, Malaysia pada 2009.
Sembari menyelesaikan pendidikannya, Saldi bekerja di Universitas Andalas sebagai dosen. Selanjutnya, dia kembali bersekolah dan mendapatkan gelar doktoral ilmu hukum dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada 2009. Setahun kemudian, Saldi diberikan gelar sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas.
Selain menjadi dosen, Saldi menjabat sebagai Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas. Selain itu, Saldi dikenal aktif menyuarakan anti korupsi dalam tulisan maupun lisan dan sering memberikan keterangan dalam persidangan uji materi sebagai ahli.
Saldi berhasil melaporkan kasus korupsi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Barat sejak 1999 dan diberikan penghargaan Bung Hatta Anti Corruption Award pada 2004.
Adapun, pada (15/3/2023) Saldi memenangi pemungutan suara rapat pleno pemilihan Ketua dan Wakil Ketua MK periode 2023-2028 dengan perolehan sebanyak lima suara.
3. Arief Hidayat
Arief Hidayat dilantik pada (1/4/2013) oleh Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono untuk menjabat sebagai hakim di MK. Dia menggantikan Mahfud MD yang mengakhiri masa jabatannya sehak 2008.
Sepanjang kariernya, Arief fokus di dunia pendidikan dengan tujuan untuk mencerdaskan generasi muda. Motivasinya itu telah membuatnya Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.
Selain aktif mengajar, pria kelahiran Semarang ini menjabat sebagai ketua pada beberapa organisasi profesi, seperti Ketua Asosiasi Pengajar HTN-HAN Jawa Tengah, Ketua Pusat Studi Hukum Demokrasi dan Konstitusi, Ketua Asosiasi Pengajar dan Peminat Hukum Berperspektif Gender Indonesia, serta Ketua Pusat Studi Hukum Lingkungan.
Di samping itu, Arief juga aktif menulis. Tidak kurang dari 25 karya ilmiah telah dia hasilkan dalam kurun waktu lima tahun terakhir, baik berupa buku maupun makalah.
Kemudian, setelah selesai menjabat dekan, dia pun memberanikan diri mendaftar sebagai hakim MK melalui jalur DPR. Saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR, Arief mengusung makalah bertajuk 'Prinsip Ultra Petita dalam Putusan MK terkait Pengujian UU terhadap UUD 1945'. Hasilnya, dia terpilih menjadi hakim konstitusi, dengan mendapat dukungan 42 suara dari 48 anggota Komisi III DPR.
4. Enny Nurbaningsih
Enny Nurbaningsih menjadi salah satu srikandi yang dipilih oleh Jokowi untuk menjadi Hakim Konstitusi. Dia terpilih menggantikan Maria Farida Indrati sebagai hakim konstitusi perempuan di Indonesia.
Wanita kelahiran Pangkal Pinang tersebut memiliki cita-cita sebagai guru. Baginya, mengajar bukan hanya sebagai sebuah profesi, namun juga sebuah panggilan jiwa.
Setelah lulus dari Fakultas Hukum UGM pada 1981, dia juga terlibat aktif dalam organisasi yang terkait dengan ilmu hukum yang digelutinya, yaitu ilmu hukum tata negara. Misalnya, Parliament Watch yang ia bentuk bersama-sama dengan Ketua MK periode 2008 – 2013 Mahfud MD.
Pembentukan Parliament Watch dilatarbelakangi oleh kebutuhan pengawasan terhadap parlemen sebagai regulator. Perjalanan karier Enny di dunia hukum semakin panjang dengan keterlibatannya dalam proses penataan regulasi baik di tingkat daerah hingga nasional.