Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Catatan Kelam Kriminalisasi Aktivis Lingkungan

Dalam debat cawapres terakhir, Mahfud menyebut pentingnya aktivis lingkungan diakui sebagai subjek hukum untuk mencegah terjadinya kriminalisasi
Catatan Kelam Kriminalisasi Aktivis Lingkungan. Borgol-Ilustrasi/Wire
Catatan Kelam Kriminalisasi Aktivis Lingkungan. Borgol-Ilustrasi/Wire

Bisnis.com, JAKARTA — Hanya pasangan calon (paslon) capres - cawapres nomor urut 3 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD yang menjanjikan pengakuan aktivis lingkungan sebagai subjek hukum untuk mencegah kriminalisasi.

Mahfud menyampaikan bahwa pengakuan aktivis lingkungan sebagai subjek hukum sebenarnya sudah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) di era kepemimpinannya.

"Pertama, mengakui aktivis lingkungan itu sebagai subjek hukum. Itu putusan MK. Sekarang ini kalau orang bicara lingkungan, ditangkap. Nah, itu berbahaya bagi kelangsungan lingkungan hidup kita," katanya dalam Debat Cawapres di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (21/1/2024).

Menyitir dari jurnal ilmiah bertajuk 'Lingkungan Hidup Sebagai Subjek Hukum: Redifinisi Relasi Hak Asasi Manusia dan Hak Asasi Lingkungan Hidup Dalam Perspektif Negara Hukum' yang ditulis oleh Abdurrahman Supardi Usman (Biro Hukum Kementan RI), pengakuan legal standing para aktivis lingkungan sangat penting untuk memperjuangkan hak asasi alam.

Dalam jurnal tersebut, Abdurrahman menilai perlindungan hukum terhadap lingkungan hidup, khususnya di Indonesia, masih didasarkan pada kepentingan manusia yang diakui haknya atas lingkungan hidup yang layak.

"Perusakan atau pencemaran lingkungan dipandang sebagai sesuatu yang salah secara hukum oleh karena dampaknya yang melanggar hak manusia bukan karena melanggar hak dari alam atau lingkungan hidup itu sendiri," tulisnya dalam jurnal yang diterbitkan pada 2018 itu.

Singkatnya, lingkungan hidup harus diakui sebagai subjek hukum yang memiliki hak dan dapat dikuasakan untuk diwakili memperjuangkan haknya di hadapan hukum. Dengan demikian, maka siapapun, termasuk aktivis lingkungan, berhak maju di hadapan hukum untuk memperjuangkan hak asasi alam yang dirampas secara semena-mena.

"Sepanjang ia dapat membuktikan bahwa telah terjadi pelanggaran hak asasi lingkungan hidup maka ia berhak mewakili lingkungan hidup di hadapan hukum," tulis Abdurrahman dalam jurnalnya.

Kriminalisasi hingga Pembunuhan Aktivis Lingkungan

Tak dapat dipungkiri, tindakan ancaman terhadap para pembela hak asasi lingkungan hidup masih terjadi hingga saat ini, salah satunya melalui kriminalisasi.

Berdasarkan data Auriga Nusantara, sebuah organisasi nonprofit yang memiliki fokus pada upaya konservasi alam dan lingkungan Indonesia, tercatat setidaknya 133 tindakan SLAPP atau ancaman terhadap Pembela Lingkungan di Indonesia pada 2014-2023.

"Meningkatnya ancaman terhadap pembela lingkungan di Indonesia seolah meniru praktik buruk yang sedang terjadi di banyak negara di dunia. Global Witness mencatat dalam 2012-2022 telah terjadi setidaknya 1.910 kasus pembunuhan terhadap Pembela Lingkungan di dunia," tulis Auriga dalam rilisnya, Jumat (19/1/2024).

Lebih lanjut, dari 133 kasus SLAPP tersebut, jenis ancaman yang paling banyak terjadi adalah kriminalisasi yakni sebanyak 82 kasus, disusul kekerasan fisik (20 kasus), intimidasi (15 kasus), pembunuhan (12 kasus), dan yang lainnya. 

Sementara itu, jika dilihat dari sektornya, tindakan SLAPP paling banyak menyasar aktivis yang memperjuangkan hak asasi lingkungan di sektor tambang dan energi yakni sebanyak 60 kasus.

Auriga menilai kriminalisasi masih menjadi momok karena sedemikian lebarnya kewenangan penyidik kepolisian. Bahkan tidak ada kewajiban bagi penyidik untuk memastikan setiap tersangkanya masuk peradilan. 

Sementara itu, pada periode yang sama, setidaknya 13 aktivis lingkungan yang dibunuh karena aktivitas pembelaannya terhadap lingkungan. Mereka adalah Maradam Sianipar, Martua Siregar, dan Golfrid Siregar, Erni Pinem di Sumatra Utara; Jurkani dan Sabriansyah di Kalimantan Selatan; Indra Pelani di Jambi; Yopi Perangiangin di Jakarta; Salim Kancil di Jawa Timur; Gijik di Kalimantan Tengah; Erfaldi Erwin Lahadado di Sulawesi Tengah; Arman Damopolii di Sulawesi Utara; dan Marius Batera di Papua.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper