Bisnis.com, JAKARTA – Perusahaan perangkat lunak atau software asal Jerman SAP SE terbukti menyuap pejabat di Indonesia. Terungkapnya skandal suap tersebut bermula dari putusan Departemen Kehakiman Amerika Serikat.
Sekadar informasi, otoritas di AS menyatakan SAP SE melanggar Undang-Undang Praktik Korupsi Asing (FCPA) dan diminta membayar US$220 juta atau sekitar Rp3,4 triliun.
SAP ditengarai terlibat dalam skema untuk menyuap pejabat Indonesia guna mendapatkan keuntungan bisnis dan pengurusan dokumen dengan sejumlah lembaga di Indonesia, meskipun belum terdapat rincian lebih lanjut.
“Pemeriksa pos, bersama mitra penegak hukum FBI dan jaksa Departemen Kehakiman, mengikuti jejak suap dan korupsi yang tersebar luas dari Afrika Selatan hingga Indonesia,” demikian keterangan Departemen Kehakiman AS, dikutip Jumat (12/1/2024).
SAP mengaku siap menyelesaikan penyelidikan yang dilakukan oleh Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS) dan Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) terhadap pelanggaran Undang-Undang Praktik Korupsi Asing (FCPA).
Penjabat Asisten Jaksa Agung dari Divisi Kriminal Departemen Kehakiman AS Nicole M. Argentieri mengatakan bahwa resolusi SAP dengan departemen tersebut berasal dari skema pemberian suap kepada pejabat pemerintah di Afrika Selatan dan Indonesia.
Baca Juga
Resolusi departemen ini dikoordinasikan dengan otoritas kejaksaan di Afrika Selatan, serta SEC. Menurut dokumen pengadilan, SAP menandatangani perjanjian penuntutan yang ditangguhkan (DPA) selama 3 tahun dengan departemen sehubungan dengan informasi kriminal yang diajukan di Distrik Timur Virginia yang menuntut perusahaan tersebut dengan dua tuduhan: konspirasi untuk melanggar anti-penyuapan dan pembukuan.
Kemudian, mencatat ketentuan-ketentuan FCPA terkait dengan skema pembayaran suap kepada pejabat di Afrika Selatan dan konspirasi untuk melanggar ketentuan anti-penyuapan FCPA dalam skema pembayaran suap kepada pejabat Indonesia.
“SAP memberikan suap kepada pejabat di badan usaha milik negara di Afrika Selatan dan Indonesia untuk mendapatkan bisnis pemerintah yang berharga,” kata Nicole, dikutip Jumat (12/1/2024).
Kronologi Perkara
Berdasarkan dokumen pengadilan, SAP dan rekan-rekan konspiratornya melakukan pembayaran suap dan memberikan hal-hal bernilai lainnya yang dimaksudkan untuk kepentingan pejabat asing di Afrika Selatan dan Indonesia, memberikan uang dalam bentuk pembayaran tunai, sumbangan politik, dan transfer elektronik, beserta barang-barang mewah.
Secara khusus, sehubungan dengan Afrika Selatan, antara sekitar 2013—2017, SAP, melalui agen-agen tertentu, terlibat dalam skema untuk menyuap pejabat Afrika Selatan dan memalsukan pembukuan, catatan, dan akun SAP, semuanya dengan tujuan mendapatkan keuntungan yang tidak patut.
Selain itu, antara sekitar 2015—2018, SAP, melalui agen-agen tertentu, terlibat dalam skema untuk menyuap pejabat Indonesia guna mendapatkan keuntungan bisnis yang tidak pantas bagi SAP sehubungan dengan berbagai kontrak antara SAP dan departemen, lembaga, dan lembaga di Indonesia. Termasuk Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Balai Penyedia dan Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI).
Berdasarkan DPA, SAP akan membayar denda pidana sebesar US$118,8 juta dan penyitaan administratif sebesar US$103.396.765. SAP juga akan terus bekerja sama dengan departemen tersebut dalam setiap investigasi kriminal yang sedang berlangsung atau di masa depan yang timbul selama jangka waktu DPA.
Selain itu, departemen ini akan mengkredit denda pidana hingga US$55,1 juta terhadap jumlah yang dibayarkan SAP untuk menyelesaikan penyelidikan oleh otoritas penegak hukum di Afrika Selatan atas tindakan terkait. Departemen ini akan mengkreditkan hingga jumlah penyitaan penuh terhadap pencairan yang dibayarkan SAP kepada SEC atau otoritas Afrika Selatan.
Berdasarkan Bagian I dari Program Percontohan Insentif Kompensasi dan Clawback Divisi Kriminal Maret 2023, kewajiban kepatuhan SAP mencakup komitmen untuk menerapkan kriteria yang berkaitan dengan kepatuhan dalam sistem kompensasi dan bonus perusahaan, yang tunduk pada undang-undang ketenagakerjaan setempat.
Berdasarkan Bagian II Program Percontohan, departemen tersebut mengurangi hukuman pidana sebesar US$109.141 untuk kompensasi yang ditahan SAP dari karyawan yang memenuhi syarat, yang mana tindakan tersebut dipertahankan oleh perusahaan dalam litigasi substansial.
Respons KPK
Di sisi lain, KPK mengaku sedang berkoordinasi dengan Federal Bureau of Investigation (FBI) untuk menggali informasi terkait dengan kasus pemberian suap dari perusahaan asal Jerman, SAP, terhadap pejabat di Indonesia.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan FBI untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai kasus suap lintasnegara atau foreign bribery itu.
"Barusan [14 Januari malam] saya tanya ke staf ternyata sudah dikoordinasikan dengan FBI untuk mendapatkan informasi lebih lanjut. Jadi KPK sudah menerima informasi tersebut," kata Alex, sapaannya, kepada Bisnis, dikutip Senin (15/1/2024).
Alex mengatakan kini lembaga antirasuah masih dalam tahap pengumpulan informasi terhadap kasus yang melibatkan perusahaan perangkat lunak tersebut.
Pimpinan KPK dua periode itu menyatakan optimismenya mengenai koordinasi antara dua lembaga, yakni KPK dan FBI, berkaca dari penanganan sejumlah kasus sebelumnya yang turut melibatkan otoritas dari negara lain.
Misalnya, kasus korupsi KTP elektronik atau e-KTP. KPK diketahui juga bekerja sama dengan FBI untuk mengusut kasus megakorupsi itu. Ke depan, terang Alex, pihaknya akan berkoordinasi dengan FBI hingga Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS) atau Department of Justice (DoJ) juga melaui Kedutaan Besar (Kedubes) AS di Indonesia.
"Kerja sama KPK dengan DoJ dan FBI selama ini sudah berjalan dengan baik," tuturnya.
Di sisi lain, Alex mengaku tidak mengetahui alasan mengapa DoJ maupun otoritas di AS belum berkoordinasi dengan otoritas di Indonesia mengenai kasus tersebut.
Untuk diketahui, kasus suap lintas negara dimaksud terungkap dari dokumen pengadilan terhadap SAP, yang dimuat dalam berita resmi Departemen Kehakiman AS, Kamis (11/1/2024). Dalam berita resmi itu, SAP dituntut untuk membayar lebih dari US$220 juta dalam bentuk denda maupun administrasi atas kasus suap kepada pejabat pemerintahan di Afrika Selatan dan Indonesia.
Pejabat pemerintahan di Indonesia yang dimaksud dalam kasus tersebut yakni di lingkungan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI), atau sekarang menjadi Bakti Kominfo.
Adapun berdasarkan keterangan resmi DOJ, kasus tersebut tidak hanya ditangani oleh Departemen Kehakiman AS, yang meliputi pihak Kejaksaan maupun FBI. Kasus itu juga ditangani oleh otoritas bursa AS yakni Security and Exchange Commission (SEC).
SAP, yang juga merupakan perusahaan terbuka, menandatangani perjanjian penuntutan yang ditangguhkan atau deferred presecution agreement (DPA) dengan pihak kejaksaan AS. Kasus tersebut disidangkan di Pengadilan Distrik Timur Virginia.
Dalam tuntutannya, SAP dituntut atas dua kasus. Pertama, pelanggaran terhadap ketentuan anti-penyuapan dan pembukuan dan catatan dari Undang-undang (UU) Praktik Korupsi Luar Negeri atau Foreign Corrupt Practices Act (FPCA) terkait dengan pemberian suap kepada pejabat di Afrika Selatan.
Kedua, pelanggaran terhadap ketentuan anti-suap FCPA dalam skemanya untuk membayar suap kepada pejabat Indonesia.
"SAP membayar suap kepada pejabat-pejabat pada badan usaha milik negara di Afrika Selatan dan Indonesia untuk memperoleh bisnis pemerintah yang berharga," ujar Pelaksana Tugas Asisten Jaksa Agung AS pada Divisi Kriminal Departemen Kehakiman Nicole M. Argentieri, pada siaran pers tersebut.
Berdasarkan dokumen pengadilan yang dikutip oleh DoJ, SAP dan pihak terkait memberikan suap dan hal-hal berharga lain kepada pejabat asing di Afrika Selatan dan Indonesia.
Suap dan pemberian lain itu berbentuk uang tunai, kontribusi politik, transfer elektronik, sekaligus barang mewah yang dibeli saat berbelanja.
Khusus yang melibatkan pejabat di Indonesia, SAP selama 2015-2018 disebut menyuap pejabat di Indonesia untuk memperoleh keuntungan bisnis yang tidak baik antara perusahaan dan beberapa kementerian/lembaga di Indoensia termasuk Kementerian KKP dan BP3TI atau sekarang Bakti Kominfo.
Alhasil, sesuai dengan tuntutan jaksa, SAP bakal membayar denda pidana US$118,8 juta dan administrasi senilai US$103,3 juta. Perusahaan perangkat lunak itu juga dituntut untuk kooperatif dalam investigasi Departemen Kehakiman ke depannya selama periode penangguhan perjanjian penuntutan.