Bisnis.com, JAKARTA – Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri telah mengajukan kembali surat ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rangka pengunduran diri, Sabtu (23/12/2023).
Sebelumnya, Firli telah mengirimkan surat pernyataan berhenti dari KPK pada 18 Desember 2023. Dia menyatakan berhenti dan tidak memperpanjang masa jabatannya hingga 2024 per 20 Desember 2023.
Namun demikian, surat yang sudah diterima oleh Istana Negara itu lalu dinyatakan tidak dapat ditindaklanjuti karena pemberitahuan atau pernyataan berhenti bukan merupakan salah satu syarat pemberhentian Pimpinan KPK.
Oleh karena itu, Firli memperbaiki surat tersebut dan menyatakan pengunduran dirinya sebagai pimpinan KPK, baik ketua maupun anggota.
"Saya berharap dengan surat pengunduran diri saya, proses pemberhentian saya sebagai Pimpinan KPK dapat berjalan lancar karena pengunduran diri saya telah saya sesuaikan dengan ketentuan Pasal 32 UU No.30/2002 terkait syarat pemberhentian pimpinan KPK," katanya melalui keterangan resmi, dikutip Senin (25/12/2023).
Purnawirawan Polri bintang tiga itu lalu menyebut surat pengunduran dirinya sebagai pimpinan KPK telah disampaikan kepada Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Sabtu (23/12/2023).
Baca Juga
"Selanjutnya saya menunggu arahan dan keputusan Presiden," tutur Firli.
Untuk diketahui, Firli sebelumnya menyatakan berhenti dan tidak memperpanjang mada jabatannya hingga 2024, Kamis (21/12/2023). Melalui surat kepada Jokowi per 18 Desember 2023, Firli mengatakan bahwa menyatakan berhenti dari jabatan yang diembannya selama empat tahun itu per 20 Desember 2023.
Adapun pimpinan KPK periode 2019-2023 diperpanjang masa jabatannya sampai dengan Desember 2024 sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji materi UU KPK yang diajukan kolega Firli, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. Jokowi pun telah menandatangani perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK periode ini dari empat tahun menjadu lima tahun, secara resmi mulai dari 20 Desember 2023.
Surat pertama yang diajukan Firli ditolak oleh Istana lantaran tidak sesuai dengan isi pasal 32 ayat (1) Undang-undang (UU) No.30/2022 tentang KPK sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan UU No.19/2019.
Pasal itu mengatur bahwa pimpinan KPK berhenti atau diberhentikan karena:
a. meninggal dunia;
b. berakhir masa jabatannya;
c. melakukan perbuatan tercela;
d. menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan;
e. berhalangan tetap atau secara terus-menerus selama lebih dari 3 (tiga) bulan tidak dapat melaksanakan tugasnya;
f. mengundurkan diri; atau
g. dikenai sanksi berdasarkan Undang-Undang ini.
Pengunduran diri yang diajukan oleh Firli sejalan dengan penetapan dirinya oleh Polda Metro Jaya sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan, suap dan gratifikasi. Firli diduga memeras mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo berkaitan dengan kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan), yang ditangani KPK.
Sementara itu, Firli juga tersangkut tiga kasus etik di Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Putusan Majelis Etik terhadap Firli akan dibacakan pekan ini.