Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sikap Tegas KPU dan Bawaslu Terkait Transaksi Gelap Rekening Parpol Dinanti

KPU dan Bawaslu perlu bersikap tegas terhadap potensi penyimpangan di balik kasus transaksi mencurigakan dana partai politik.
Daftar partai politik peserta Pemilu 2024.
Daftar partai politik peserta Pemilu 2024.

Bisnis.com, JAKARTA -- Publik menunggu langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu untuk menindaklanjuti data transaksi mencurigakan rekening partai politik jelang Pemilu 2024.

Kabar tentang transaksi mencurigakan tersebut berasal dari pernyataan Ketua PPATK Ivan Yustiavandana pekan lalu. Saat itu Ivan mengungkap bahwa pihaknya telah mengendus dugaan transaksi gelap yang mengalir ke rekening partai politik. 

Belakangan aliran dana gelap ke rekening parpol itu mencapai sekitar Rp1 triliun. Aliran dana itu ditengarai bersumber dari bisnis gelap yakni uang korupsi hingga tambang ilegal. "Tindak pidana asalnya disebutkan illegal mining, kejahatan di bidang lingkungan, korupsi dan lainnya," ujar Kepala Biro Humas PPATK Natsir Kongah kepada Bisnis, Senin (18/12/2023).

Pihak PPATK, dalam hal ini Natsir Kongah, mengungkapkan bahwa transaksi gelap itu teridentifikasi ketika pihaknya mengamati lonjakan tajam aliran dana yang masuk ke rekening partai politik. 

Padahal, lanjutnya, regulasi yang ada mengatur bahwa transaksi uang masuk dan keluar dana kampanye partai politik seharusnya berada di rekening khusus dana kampanye (RKDK). "Seharusnya dari rekening RKDK inilah kelihatan kalau keluar masuk dana kebutuhan kampanye atau lainnya bisa tergambar. Nah, justru pada RKDK yang harusnya keluar masuk itu tinggi, malah dia melandai," terang Natsir dalam sebuah video yang diterima Bisnis, Senin (18/12/2023). 

Pada kesempatan yang sama, lonjakan transaksi uang baik keluar masuk justru terjadi pada rekening beberapa partai politik dan pihak terkait. Nilainya mencapai Rp1 triliun. "Rekening dari beberapa partai politik itu dan pihak terkaitnya justru melonjak secara tajam bahkan di atas 100% dengan nilai lebih dari Rp1 triliun. Nah, ini unsur mencurigakan," tuturnya.

Temuan PPATK itu semakin mempertegas bahwa pembiayaan politik untuk partai politik masih menjadi masalah yang belum tuntas. Bisnis mencatat bahwa isu tentang pembiayaan parpol selalu muncul dalam kontestasi politik lima tahunan.

Salah satu pemicunya adalah bantuan dana dari negara ke partai politik yang masih sangat terbatas. Nilai bantuan pendanaan partai politik hanya Rp1.000 per suara atau sebesar Rp125 miliar. Partai politik juga dituntut kreatif untuk mencari sumber-sumber pendanaan guna membiayai aktivitas politik baik saat pemilu maupun pilpres. Padahal biaya politik untuk semua tingkatan pemilihan umum sangat tinggi.

Kajian Litbang Kementerian Dalam Negeri yang dilansir dari laman resmi KPK mengungkap bahwa, biaya politik untuk menjadi bupati atau wali kota rata-rata Rp30 miliar, sedangkan biaya menjadi gubernur bisa mencapai Rp100 miliar. Itu di tingkat daerah. Kalau bicara di tingkat nasional apalagi, sekelas Pilpres angkanya jauh lebih besar.

Ilustrasi sederhananya, Indonesia saat ini memiliki sebanyak 38 provinsi. Artinya jika biaya pemilihan di setiap provinsi dipukul rata sebanyak Rp100 miliar. Dana yang dibutuhkan untuk memenangkan suara di 38 provinsi minimal Rp3,8 triliun.

Hal inilah yang kemudian menjadi celah bagi munculnya conflict of interest dalam proses politik. Isu tentang pembiayaan politik sendiri pernah disinggung calon presiden atau capres nomor urut 1, Anies Baswedan dalam debat Pilpres 2024.

Anies mengungkapkan bahwa pembiayaan politik menjadi salah satu masalah dalam berlangsungnya demokrasi. Oleh karena itu, dia mengungkapkan, isu tentang pembiayaan partai politik perlu didorong untuk meningkagkan kualitas proses politik ke depannya. “Salah satu masalah yang mendasar, partai politik ini memerlukan biaya dan biaya politik ini selama ini tidak pernah diperhatikan.“

Selain Anies, suara-suara untuk meningkatkan bantuan anggaran dari parpol itu juga diungkapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga aktivis-aktivis pro demokrasi. KPK bahkan sangat eksplisit mengungkapkan bahwa tingginya biaya politik memicu korupsi.

Respons KPU dan Bawaslu

Di sisi lain, Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait indikasi transaksi janggal menjelang Pemilu 2024.

Komisioner KPU Idham Holik mengatakan, pihaknya akan kembali menyosialisasikan kepada peserta pemilu terkait aturan mengenai dana kampanye. Apalagi, lanjutnya, Pasal 496 dan 497 UU No. 7/2017 (UU Pemilu) mengatur tindak pidana pemalsuan dana kampanye.

Dalam dua pasal tersebut, setiap orang yang sengaja memberikan keterangan tidak benar terkait dana kampanye berpotensi dikenai tindak pidana kurungan paling lama 1 dan 2 tahun dan denda paling banyak Rp12 juta dan Rp24 juta.

"KPU akan memyampaikan kembali kepada peserta pemilu mengenai sanksi pidana pemilu yang diatur dalam UU Pemilu khususnya Pasal 496 dan 497," ujar Idham saat dikonfirmasi, Senin (18/12/2023).

Dia mengakui KPU telah menerima laporan dari PPATK terkait indikasi transaksi janggal tersebut. Meski demikian, KPU belum mendapatkan penjelasan rinci sebab tidak semua rekening miliki partai politik bisa ditangani.

Sesuai yang diatur UU Pemilu, ujar Idham, KPU hanya menangani RKDK (Rekening Khusus Dana Kampanye), LADK (Laporan Awal Dana Kampanye), LPSDK (Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye), dan LPPDK (Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye).

"KPU belum mendapatkan penjelasan dari PPATK atas frasa 'Rekening Bendahara Parpol', apakah frasa tersebut merupakan terkategori sebagai RKDK dan SDB atau bukan? KPU juga belum mendapatkan penjelasan dari PPATK, apakah SDB adalah bagian dari sumbangan dana kampanya yang diberikan penyumbang kepada peserta pemilu atau bukan?" ujar Idham.

Adapun Anggota Bawaslu Lolly Suhenti, mengatakan bahwa data transaksi janggal itu masih berbentuk data mentah, sehingga dia pun tidak memerinci lebih lanjut. 

Namun demikian, dia mengonfirmasi bahwa aliran dana yang ditunjukkan dalam surat PPATK itu mengalir ke partai politik. Tidak hanya ke Bawaslu, PPATK juga diketahui mengirimkan informasi dimaksud ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). 

"Karena itu kami akan menyampaikannya di pekan depan kepada teman-teman hasil pendalamannya Bawaslu. Jadi sabar ya karena ini informasi yang sangat sensitif dan Bawaslu pun harus berhati-hati dalam melakukan proses pendalaman ini," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper