Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengungkap isi surat dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengenai transaksi mencurigakan terkait dengan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Salah satu isi dari surat tertanggal 8 Desember 2023 itu yakni mengenai mutasi rekening bendahara partai politik pada periode April-Oktober 2023, dalam jumlah ratusan miliar rupiah.
"PPATK menjelaskan transaksi keuangan tersebut berpotensi akan digunakan untuk penggalangan suara yang akan merusak demokrasi Indonesia," ujar Anggota KPU Idham Holik kepada Bisnis, Senin (18/12/2023).
Namun, Idham menyebut pihaknya belum mendapatkan rincian soal sumber dan penerima transaksi keuangan dimaksud. Data yang diterima KPU dari PPATK, lanjutnya, hanya sekadar data transaksi keuangan perbankan.
PPATK juga disebut memantau ratusan ribu safe deposit box (SDB) di bank swasta maupun BUMN. Pemantauan itu dilakukan hingga periode September 2023.
Terdapat kekhawatiran apabila uang tunai yang diambil dari SDB akan menjadi sumber dana kampanye yang tidak sesuai dengan ketentuan apabila nihil pelarangan dari KPU.
Baca Juga
Seperti halnya data mutasi rekening ke bendahara partai politik, data mengenai pemantauan SDB itu juga tidak terperinci.
Maka itu, KPU ke depannya akan melakukan sosialisasi terhadap regulasi kampanye dan dana kampanye dengan lebih intensif.
Idham mengatakan pihaknya akan kembali mengingkatkan partai politik dan peserta pemilu pada umumnya, mengenai batas maksimal sumbangan dana kampanye maupun larangan untuk menerima dana kampanye ilegal.
"Karena jika hal tersebut dilanggar oleh peserta pemilu, sudah pasti akan terkena sanksi pidana Pemilu," tuturnya.
Adapun PPATK sebelumnya menyebut transaksi mencurigakan ke rekening partai politik mencapai nilai sekitar Rp1 triliun.
Lembaga intelijen keuangan itu menemukan adanya lonjakan tajam aliran dana yang keluar masuk di rekening beberapa partai politik dan pihak terkait. Lonjakan itu disebut mencapai 100% dari biasanya.
Padahal, lonjakan transaksi atau mutasi rekening dinilai seharusnya terjadi pada rekening khusus dana kampanye (RKDK).
"Seharusnya dari rekening RKDK inilah kelihatan kalau keluar masuk dana kebutuhan kampanye atau lainnya bisa tergambar. Nah, justru pada RKDK yang harusnya keluar masuk itu tinggi, malah dia melandai," terang Kepala Biro Humas PPATK Natsir Kongah dalam sebuah video yang diterima Bisnis, Senin (18/12/2023).