Bisnis.com, JAKARTA -- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menduga transaksi mencurigakan senilai hingga Rp1 triliun di rekening partai politik berasal dari sejumlah tindak pidana.
Kepala Biro Humas PPATK Natsir Kongah mengatakan bahwa tindak pidana asal dari transaksi mencurigakan itu di antaranya yakni pertambangan ilegal, kejahatan lingkungan, serta korupsi.
"Tindak pidana asalnya disebutkan illegal mining, kejahatan di bidang lingkungan, korupsi dan lainnya," ujar Natsir kepada Bisnis, Senin (18/12/2023).
Natsir menjelaskan bahwa transaksi mencurigakan itu terlihat dari mutasi rekening di partai politik yang meningkat dari biasanya. Lonjakan itu dihitung berdasarkan profil dari rekening dimaksud.
Berdasarkan temuan yang kini sudah diserahkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), lonjakan transaksi itu terjadi hingga 100% jelang Pemilu 2024.
Untuk diketahui, transaksi mencurigakan yang biasanya dilaporkan oleh PPATK merupakaan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Baca Juga
Adapun, dijelaskan secara terpisah, peta aliran dana dimaksud menjadi unsur mencurigakan pada lonjakan transaksi itu. Natsir mengatakan bahwa lonjakan tajam yang terjadi justru terkait dengan transaksi di rekening partai politik.
Menurut Natsir, lonjakan transaksi atau mutasi rekening seharusnya terjadi pada rekening khusus dana kampanye (RKDK). Rekening itu diatur oleh KPK sebagai tempat keluar masuk uang kampanye partai politik.
"Seharusnya dari rekening RKDK inilah kelihatan kalau keluar masuk dana kebutuhan kampanye atau lainnya bisa tergambar. Nah, justru pada RKDK yang harusnya keluar masuk itu tinggi, malah dia melandai," terang Natsir secara terpisah dalam sebuah video yang diterima Bisnis, Senin (18/12/2023).
Untuk diketahui, data yang diserahkan PPATK ke KPU dan Bawaslu merupakana data umum. Namun, timpal Natsir, data itu dinilai sudah cukup sebagai data awal yang komprehensif memahami peta aliran dana yang ada.
Dia menyebut adanya kekhawatiran bahwa aliran uang transaksi mencurigakan ke beberapa rekening partai politik itu berasal dari tindak pidana.
"PPATK dan kita tentu semua ya tak hanya ingin dana para pelaku kriminal itu dipakai untuk dana kampanye," terangnya.
Kendati demikian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai salah satu penegak hukum di bidang tindak pidana korupsi menyebut belum mendapatkan laporan PPATK dimaksud. Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti temuan itu apabila transaksi mencurigakan tersebut berasal dari tindak pidana korupsi.
"Atas hasil LHA tersebut KPK melalukan proses hukum. Namun sejauh ini KPK belum menerima LHA tersebut dari PPATK," ujar Ghufron kepada wartawan, Senin (18/12/2023).
Lonjakan Transaksi
Sebelumnya, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengungkap bahwa transaksi janggal itu meningkat 100% pada semester II/2024. Dia menilai adanya potensi sumber ilegal untuk pendanaan kampanye jelang Pemilu 2024.
"Artinya ada ketidaksesuaian. Pembiayaan kampanye dan segala macam itu darimana kalau RKDK tidak bergerak? Kita melihat ada potensi seseorang mendapatkan sumber ilegal untuk membantu kampanye," kata Ivan pada sebuah acara di Jakarta, Kamis (14/12/2023).
Akan tetapi, Ivan tidak menyebut nama calon legislatif atau partai yang diduga menggunakan dana dari hasil tindak pidana untuk kampanye. PPATK sudah melaporkan dugaan itu kepada KPU dan Bawaslu.
Menanggapi hal tersebut, Bawaslu bakal menyampaikan informasi mengenai transaksi janggal peserta Pemilu 2024 pada pekan depan.
Anggota Bawaslu Lolly Suhenti, Sabtu (16/12/2023), mengatakan bahwa pihaknya akan menggelar konferensi pers pekan depan mengenai surat dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), mengenai transaksi janggal peserta Pemilu.
"Kami akan melakukan konferensi pers di pekan depan. Kalo enggak hari Rabu [atau] hari Kamis, karena menyangkut dana dari PPATK ini, betul sudah berkirim surat ke Bawaslu. Kami sedang dalami informasi yang disampaikan," ujar Lolly saat ditemui usai acara Haul Gus Dur, dikutip Minggu (17/12/2023).