Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menilai bahwa periode kedua Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi momentum terendah pemberantasan korupsi.
“Dari sisi citra ini adalah terendah dari selama ini, oleh karena itu diharapkan agar ada perubahan-perubahan yang dilakukan oleh yang berkuasa untuk mengembalikan KPK seperti semula,” ujarnya dikutip melalui kanal Youtube KompasTV, Jumat (1/12/2023).
Agus pun mengaku tak dapat membendung rasa kecewa akibat marwah KPK yang kian terpuruk lantaran munculnya kasus tindak pidana korupsi di lingkungan pimpinan KPK. Seperri diketahui, Ketua KPK non-aktif Firli Bahuri menjadi tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Menurutnya, permasalahan dari lembaga antirasuah itu tidak terlepas dari proses seleksi calon pimpinan (capim) KPK. Apalagi, sejak awal, dia melanjutkan, bahwa pegiat antikorupsi sudah memprotes masuknya nama Firli Bahuri sebagai calon pimpinan (capim) KPK, sayangnya protes tersebut tidak mendapat respons.
Dia melanjutkan bahwa langkah protes tak hanya dilayangkan oleh pegiat antikorupsi, tetapi juga melalui Deputi pengawasan internal dan pengaduan masyarakat pernah mengirim surat ke panitia seleksi capim KPK dan siap membeberkan bukti kecacatan Firli. Selain itu, Agus mengaku pernah mengirimkan surat terbuka kepada Jokowi untuk melayangkan protes.
"Kami dulu di KPK termasuk orang yang tidak menyetujui Pak Firli ini menjadi komisioner," ujarnya.
Baca Juga
Agus menambahkan jika Presiden asal Surakarta itu mendengar aspirasi dari masyarakat dan merespons surat yang dikirimnya, kemungkinan besar KPK tidak terseret dalam permasalahan yang terjadi saat ini.
"Saya sebetulnya ingin mengatakan bahwa sebetulnya kasus pak Firli ini bermula dari, kalau saya boleh menyalahkan ya pak Jokowi. Karena tune of the top keliatannya di periode kedua Pak Jokowi itu menurun untuk pemberantasan korupsi," imbuhnya.
Oleh sebab itu, Agus melihat bahwa dalam perjalanan periode kedua Kepala Negara Ke-7 RI itu komitmen pemberantasan korupsi mulai menurun. Hal ini turut didukung lantaran muncul revisi UU KPK yang tidak diinginkan para insan KPK.
Padahal, dia meyakini seharusnya bukan UU KPK yang perlu melalui proses revisi, tetapi UU Tindak Pidana Korupsi. Mengingat dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tersebut belum memenuhi United Nations Convention against Corruption atau kovensi PBB menentang korupsi.
"Kalau itu yang dilakukan tidak mengutik-ngutik UU KPK itu akan antikorupsi di Indonesia relatif akan lebih baik," pungkas Agus.