Bisnis.com, JAKARTA - Pejabat Hamas Moussa Abu Marzouk mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Al Jazeera bahwa gencatan senjata sementara antara kelompok teror dan Israel akan mulai berlaku Kamis (23/10/2023) pukul 10.00 pagi waktu setempat.
Pengumuman ini muncul setelah Israel mencapai kesepakatan dengan Hamas untuk menghentikan pertempuran selama empat hari dan membebaskan sedikitnya 50 dari sekitar 240 sandera yang diculik Hamas pada tanggal 7 Oktober, dengan imbalan pembebasan 150 tahanan keamanan Palestina di bawah umur dan Perempuan yang berada di penjara Israel.
Perjanjian tersebut disetujui oleh kabinet Israel semalam.
Melansir The Times of Israel, Abu Marzouk mengatakan bahwa sebagian besar sandera yang dijadwalkan akan dibebaskan memiliki kewarganegaraan asing, tanpa menyebutkan secara spesifik apakah mereka juga memegang paspor Israel, menurut Channel 12.
Israel mengatakan bahwa semua sandera adalah warga negara atau penduduk Israel.
Berikut rincian kesepakatan gencatan senjata Hamas dan Israel:
1. Kedua belah pihak menyetujui gencatan senjata selama empat hari, sehingga 50 perempuan dan anak-anak di bawah usia 19 tahun yang disandera Hamas dapat dibebaskan dengan imbalan 150 perempuan dan remaja Palestina yang ditahan Israel.
Baca Juga
Lima puluh sandera tersebut, di antara sekitar 240 sandera yang disandera oleh Hamas dalam serangan mereka pada 7 Oktober di Israel, diperkirakan akan dibebaskan secara bertahap, mungkin sekitar selusin sehari, selama gencatan senjata yang berlangsung selama empat hari.
2. Perpanjangan Jeda Kemanusiaan
Pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut menyebut penghentian permusuhan sebagai “jeda kemanusiaan”. Jeda akan diperpanjang satu hari untuk setiap tambahan 10 sandera yang dibebaskan, kata Israel dalam sebuah pernyataan.
3. Israel Hentikan Lalu Lintas Udara
Hamas mengatakan Israel telah setuju untuk menghentikan lalu lintas udara di Utara Gaza mulai pukul 10 pagi (15.00 WIB) hingga pukul 4 sore (21.00 WIB) setiap hari selama gencatan senjata dan menghentikan semua lalu lintas udara di Selatan selama keseluruhan periode tersebut.
4. Israel Tidak Menyerang
Hamas mengatakan Israel setuju untuk tidak menyerang atau menangkap siapa pun di Gaza, dan orang-orang dapat bergerak bebas di sepanjang Jalan Salah al-Din, jalan utama di mana banyak warga Palestina meninggalkan Gaza Utara tempat Israel melancarkan invasi darat.
Kepala negosiator Qatar dalam perundingan gencatan senjata, Menteri Negara di Kementerian Luar Negeri Mohammed Al-Khulaifi, mengatakan bahwa berdasarkan kesepakatan itu "tidak akan ada serangan apa pun. Tidak ada gerakan militer, tidak ada ekspansi, tidak ada apa pun".
Dia mengatakan Qatar berharap hal ini akan menjadi "benih bagi perjanjian yang lebih besar dan gencatan senjata permanen".
Kapan Kesepakatan Dimulai?
Berbicara pada Rabu (22/11/2023) pagi, pihak negosiator Qatar mengatakan waktu dimulainya gencatan senjata akan diumumkan dalam waktu 24 jam.
Israel menunda dimulainya perjanjian tersebut untuk memberikan waktu bagi Mahkamah Agung mendengarkan tantangan terhadap kesepakatan yang diajukan oleh mereka yang mengatakan bahwa gencatan senjata hanyalah sebuah konsesi yang terlalu besar bagi Hamas.
Keputusan pengadilan diperkirakan tidak akan menggagalkan kesepakatan tersebut.
Sebuah sumber di Mesir mengatakan gencatan senjata bisa dimulai paling cepat pukul 10 pagi (15.00 WIB) pada Kamis (23/11/2023).
Bagaimana Kesepakatan Diterapkan?
Komite Palang Merah Internasional akan bekerja di Gaza untuk memfasilitasi pembebasan para sandera, kata Qatar.
Para sandera diperkirakan akan diangkut melalui Mesir, satu-satunya negara selain Israel yang berbagi garis perbatasan dengan Gaza.
Selama gencatan senjata, truk-truk yang memuat bantuan dan bahan bakar diperkirakan akan menyeberang ke Gaza, di mana 2,3 juta orang telah kehabisan makanan dan banyak rumah sakit yang tutup karena tidak lagi memiliki bahan bakar untuk generator mereka.
Siapa Sandera yang Dibebaskan?
Hamas belum merilis daftar lengkap nama mereka yang ditahan di Gaza. Seorang pejabat Amerika Serikat (AS) mengatakan kelompok itu mengatakan perlu jeda "untuk menemukan dan menentukan di mana orang-orang tersebut berada".
Tidak semua sandera yang disandera pada 7 Oktober ditahan oleh pejuang Hamas. Di antara 50 perempuan dan anak-anak di bawah usia 19 tahun yang dibebaskan oleh Hamas adalah tiga warga negara AS, termasuk seorang anak perempuan yang akan berusia 4 tahun pada Jumat (24/11/2023), kata pejabat AS.
Selain warga sipil dan tentara Israel yang disandera pada 7 Oktober, lebih dari setengah dari sekitar 240 sandera adalah warga asing dan berkewarganegaraan ganda dari sekitar 40 negara termasuk Argentina, Inggris, Chile, Perancis, Jerman, Portugal, Spanyol, Thailand dan Amerika Serikat, seperti disebutkan pemerintah Israel.
Siapa Warga Palestina yang Dibebaskan?
Israel telah memberikan daftar sekitar 300 tahanan Palestina yang mungkin akan dibebaskan – dua kali lipat jumlah perempuan dan anak di bawah umur yang telah disetujui untuk dibebaskan pada awalnya – dan memperkirakan lebih dari 50 sandera akan dibebaskan berdasarkan kesepakatan tersebut.
Masyarakat Tahanan Palestina mengatakan bahwa pada Rabu, 7.200 tahanan ditahan oleh Israel, di antaranya 88 wanita dan 250 anak-anak berusia 17 tahun ke bawah.
Kebanyakan dari 300 orang tersebut berasal dari Tepi Barat dan Yerusalem yang diduduki Israel dan ditahan karena insiden seperti percobaan penikaman, pelemparan batu ke tentara Israel, membuat bahan peledak, merusak properti dan melakukan kontak dengan organisasi musuh. Tidak ada yang dituduh melakukan pembunuhan.
Banyak dari warga Palestina yang ditahan secara administratif, artinya mereka ditahan tanpa diadili.
Para tahanan yang dibebaskan dapat dibawa dengan bus ke markas besar kepresidenan Otoritas Palestina terlebih dahulu seperti pada pembebasan sebelumnya, meskipun Presiden Palestina Mahmoud Abbas tidak berperan dalam perundingan gencatan senjata ini, kata seorang pejabat Palestina.
Siapa yang Berunding?
Qatar memainkan peran yang besar dalam proses mediasi. Hamas memiliki kantor politik di Doha dan pemerintah Qatar menjaga saluran komunikasi tetap terbuka dengan Israel, meskipun tidak seperti beberapa negara Teluk Arab lainnya, Qatar belum menormalisasi hubungan dengan Israel.
Amerika Serikat juga berperan penting dengan Presiden AS Joe Biden yang mengadakan pembicaraan telepon dengan Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada pekan-pekan menjelang perjanjian tersebut.
Mesir, negara Arab pertama yang menandatangani perjanjian perdamaian dengan Israel dan telah lama memainkan peran mediasi selama beberapa dekade konflik Israel-Palestina, juga terlibat.
Mengapa Butuh Waktu Lama?
Kesepakatan itu diumumkan 46 hari setelah dimulainya perang, salah satu konflik paling sengit yang pernah terjadi antara kedua belah pihak.
Pejuang Hamas menewaskan 1.200 orang ketika mereka melancarkan serangan terhadap Israel, yang merupakan jumlah korban terbesar dalam satu hari di wilayah Israel sejak berdirinya negara Zionis itu pada tahun 1948.
Lebih dari 13.000 warga Palestina telah tewas dalam serangan udara dan serangan darat oleh Israel, jumlah terbesar dari berbagai perang terkini.
Di tengah pertempuran sengit tersebut, faktor banyaknya sandera dan tekad Israel untuk memusnahkan Hamas di Gaza, membuat proses perundingan bahkan untuk mencapai kesepakatan sementara seperti ini terbukti jauh lebih menantang dibandingkan konflik-konflik sebelumnya.
Negosiasi awal untuk mencapai kesepakatan antara Israel dan Hamas, keduanya musuh bebuyutan, dimulai beberapa hari setelah serangan 7 Oktober namun kemajuannya lambat.
Hal ini sebagian disebabkan karena komunikasi antara pihak-pihak yang bertikai harus melalui Doha atau Kairo dan kembali lagi untuk menyelesaikan setiap detail, seperti mendapatkan daftar lengkap dari Hamas agar mereka dapat dibebaskan, kata para pejabat AS.
Meski sudah ada kesepakatan, gencatan senjata hanya bersifat sementara. Hamas mengatakan selama gencatan senjata, "mereka tetap siap untuk mengambil tindakan".
Israel mengatakan konflik akan terus berlanjut sampai semua sandera dibebaskan dan Hamas dilenyapkan.
Pada 2014, ketika Israel terakhir kali melancarkan invasi darat besar-besaran di Gaza, dibutuhkan waktu 49 hari bagi kedua belah pihak untuk menerapkan kesepakatan gencatan senjata, tetapi hal itu membuat pertempuran besar berakhir selama beberapa tahun.
Kejadian Penting
Melansir Reuters, berikut kronologi perang antara Hamas dan Israel sejak 7 Oktober lalu.
7 Oktober: Hamas melancarkan serangan mendadak ke Israel bagian selatan. Israel mengatakan 1.200 orang tewas dalam serangan tersebut, sementara itu 240 orang lainnya disandera.
Komandan militer Hamas Mohammad Deif mengumumkan bahwa serangan telah dimulai, serta mendesak warga Palestina di mana pun untuk berperang.
Di sisi lain, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kemudian menyatakan perang dan serangan udara balasan terhadap Hamas akan segera dimulai. Upaya ini dilakukan bersamaan dengan pengepungan total terhadap wilayah pesisir yang terjepit antara Israel dan Mesir.
13 Oktober: Israel memberi tahu penduduk Kota Gaza, yang ditinggali lebih dari 1 juta dari 2,3 juta penduduk di wilayah kantong tersebut, untuk mengungsi dan pindah ke selatan. Gaza masih ditutup dan warga mengatakan mereka tidak punya tempat tujuan setelah bagian selatan Jalur Gaza dibombardir.
17 Oktober: Sebuah ledakan di rumah sakit Baptis al-Ahli al-Arabi di Kota Gaza menyebabkan banyak korban jiwa dan memicu kemarahan bangsa Arab. Warga Palestina menuding ledakan tersebut merupakan serangan udara Israel, tetapi Israel mengatakan ledakan tersebut disebabkan oleh peluncuran roket Palestina yang gagal.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan di Gaza mengatakan 471 orang tewas. Israel membantah angka ini dan laporan intelijen AS yang tidak dirahasiakan mengklai. jumlah korban tewas ada pada kisaran 100 hingga 300 orang.
18 Oktober: Presiden AS Joe Biden mengunjungi Timur Tengah untuk menunjukkan dukungan kepada Israel dan mencegah konflik regional yang lebih luas. Dia menganggap ledakan di rumah sakit itu disebabkan oleh roket yang ditembakkan oleh militan Gaza. Para pemimpin Arab menanggapi serangan Israel terhadap rumah sakit itu dengan membatalkan pertemuan puncak dengan Biden di Yordania.
20 Oktober: Hamas membebaskan dua sandera Amerika, yaitu Judith Tai Raanan, 59, dan putrinya Natalie, 17. Dua orang tersebut disandera dari Nahal Oz kibbutz di Israel selatan.
21 Oktober: Truk bantuan diizinkan melewati perbatasan Rafah dari Mesir ke Gaza, setelah perselisihan diplomatik selama berhari-hari. Jumlah tersebut hanyalah sebagian kecil dari kebutuhan di Gaza, di mana makanan, air, obat-obatan dan bahan bakar hampir habis.
23 Oktober: Hamas membebaskan dua sandera lagi, yaitu warga Israel Nurit Cooper dan Yocheved Lifshitz, atas dasar kemanusiaan dan kesehatan keduanya yang buruk menurun. Keduanya disandera dari Nir Oz kibbutz di Israel selatan bersama suami masing-masing yang masih ditahan oleh Hamas. Saat dibebaskan, Lifshitz berjabat tangan dengan salah satu pasukan dan mengucapkan "shalom" (perdamaian).
26 Oktober: Pasukan Israel melancarkan serangan terbesar mereka ke Gaza sejauh ini, dengan tank dan infanteri menghantam infrastruktur dan pos peluncuran rudal anti-tank.
27 Oktober: Juru bicara militer Israel mengatakan pasukan darat Israel segera memperluas operasi mereka di Gaza, sebagai tanda dimulainya serangan darat.
28 Oktober: Netanyahu mengatakan pasukan Israel telah memulai perang tahap kedua dan mengatakan Israel akan "menghancurkan musuh di atas dan di bawah tanah." Dia mengatakan kepada Israel bahwa mereka akan menghadapi serangan militer yang “panjang dan sulit”.
31 Oktober: Serangan udara Israel menghantam kamp pengungsi Jabalia yang padat penduduk di Gaza. Israel mengklaim telah membunuh seorang komandan Hamas. Petugas kesehatan Palestina mengatakan serangan itu menewaskan sekitar 50 orang dan melukai 150 orang.
1 November: Evakuasi dari Gaza dimulai melalui penyeberangan Rafah terhadap sekitar 7.000 pemegang paspor asing, warga negara ganda dan kerabat, serta orang-orang yang membutuhkan perawatan medis dengan segera.
6 November: Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan Gaza telah menjadi "kuburan bagi anak-anak", dan menuntut adanya gencatan senjata. Otoritas kesehatan Palestina mengatakan jumlah korban tewas akibat serangan Israel telah melebihi 10.000 orang.
13 November: Tank-tank Israel menyerang rumah sakit Al Shifa di Kota Gaza dengan sekitar 650 pasien masih berada di dalam. Israel mengatakan rumah sakit tersebut terletak di atas terowongan yang menjadi markas pejuang Hamas, menuding bahwa pasien yang ada digunakan sebagai tameng. Hal ini dibantah oleh Hamas.
15 November: Pasukan khusus Israel memasuki dan menggeledah Rumah Sakit Al Shifa yang masih ditinggali pasien. Mereka awalnya mengklaim telah menemukan beberapa senjata, dan pada hari-hari berikutnya mengklaim terdapat terowongan berdinding beton sepanjang 55 meter yang berada 10 meter di bawah tanah.
Tuduhan kejahatan perang muncul dari kedua belah pihak. Palestina menyatakan Israel menargetkan warga sipil, sementara Israel menuduh Hamas menggunakan warga sipil sebagai tameng manusia.
21 November: Israel dan Hamas mengumumkan kesepakatan mengenai jeda pertempuran selama empat hari. Israel mengatakan 50 perempuan dan anak-anak akan dibebaskan dan jeda akan diperpanjang satu hari lagi untuk setiap 10 sandera tambahan yang dibebaskan.
Di sisi lain, Hamas mengatakan 50 sandera akan dibebaskan sebagai ganti 150 perempuan dan anak-anak Palestina yang ditahan di Israel, serta bantuan kemanusiaan, medis, dan bahan bakar akan diizinkan masuk ke Gaza.
Hingga hari ini, Pemerintahan Hamas di Gaza mengatakan sedikitnya 13.300 warga Palestina telah dipastikan tewas, termasuk sedikitnya 5.600 anak-anak akibat serangan Israel.