Bisnis.com, JAKARTA -- Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut jumlah transaksi mencurigakan yang dilaporkan jelang Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 semakin meningkat.
Menurut Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, intensitas transaksi mencurigakan jelang tahun politik memang cenderung meningkat. Jelang tahun politik 2024, dia menyebut anomali tersebut sudah terlihat.
"Sudah mulai ada kecenderungan naik dan anomali sudah mulai kelihatan. Kita kerja sama dengan beberapa bank untuk mulai mengawasi dengan ketat," jelasnya saat ditemui di Kantor PPATK, Jakarta, dikutip Senin (20/11/2023).
Ivan menceritakan bahwa peningkatan transaksi mencurigakan pernah mencapai 100% ketika memasuki suatu tahun Pemilihan Umum (Pemilu).
Beberapa contoh anomali transaksi yang dilaporkan jelang Pemilu, yakni kembali aktifnya rekening bank yang sebelumnya mati.
"Biasanya orang transaksi kecil, biasanya transaksi di suatu rekening mati, namun tiba-tiba hidup. Rekening diam bertahun-tahun tiba-tiba hidup. Tidak pernah [uang masuk] dari luar negeri, tiba-tiba [masuk, red]," terangnya.
Baca Juga
Adapun Ivan juga mengatakan pihaknya memonitor transaksi-transaksi mencurigakan yang ada terkait dengan peserta Pemilu atau Pilpres.
"Kami memonitor semua. Kami melaksanakan kewenangan kami memonitor seluruh transaksi terkait dengan mencegah adanya money politics," tuturnya.
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga telah menerbitkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) milik calon presiden maupun wakil presiden atau capres-cawapres.
Pengunggahan LHKPN enam peserta Pilpres itu merujuk pada pasal 21 ayat (4) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) No.19/2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. KPU lalu mengumumkan nilai kekayaan pada capres-cawapres setelah penetapan pasangan calon.
Sebagaimana diatur dalam Peraturan KPU tersebut, setiap capres-cawapres diwajibkan menyerahkan surat tanda terima atau bukti penyampaian LHKPN pribadi dari KPK.
"Terkait dengan pemenuhan dokumen persyaratan tersebut, sebelumnya KPK telah menerima laporan harta kekayaan pribadi dari masing-masing calon dan telah melakukan proses verifikasi administratif," terang Juru Bicara Bidang Pencegahan KPK Ipi Maryati, beberapa waktu lalu.