Bisnis.com, JAKARTA -- Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana tampak semringah. Dia melontarkan candaan sambil duduk santai di kantor PPATK, Jakarta Pusat, Rabu (8/11/2023).
Ivan bersandar di kursi sofa saat menemui empat wartawan yang mewawancarainya. Dia tak sendirian. Beberapa anggota 'tim' PPATK ikut duduk mendengarkan cerita di balik keberhasilan Indonesia untuk menembus keanggotaan dalam Financial Action Task Force (FATF).
Ivan cukup lega karena setelah sekian lama, Indonesia akhirnya menjadi anggota FATF. Dia bercerita bahwa sebelum mengungkapkan ke publik, sempat menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara. Berdasarkan pengakuan Ivan, status Indonesia sebagai satu-satunya negara anggota G20 tanpa keanggotaan FATF menjadi atensi Sang Kepala Negara.
Satu kali Ivan menunjuk ke tulisan ruangan 'Deputi Bidang Strategi dan Kerja Sama' yang dipasang di bagian ruang tamu lantai 6 Gedung Kantor PPATK itu. Konon, katanya, tempat itu menjadi saksi bisu pertemuan virtual tim PPATK dan pihak FATF, yang digelar hingga ratusan kali sebelum akhirnya Indonesia diterima secara aklamasi pada sidang pleno di Paris, Prancis, Rabu (25/10/2023).
Dalam perjalanan menuju keanggotaan penuh itu, Ivan merincikan dengan detil masa-masa kritis yang dilalui tim dari PPATK sebagai pimpinan delegasi Indonesia di FATF. Periodenya membentang khususnya dari Juli 2022 hingga Oktober 2023, kendati upaya Indonesia untuk meraih keanggotaan FATF sudah dilakukan sejak menjadi observer pada 2018.
Proses pemenuhan syarat-syarat menjadi anggota FATF itu dilakukan melalui mekanisme tahapan Mutual Evaluation Review (MER) untuk menguji kepatuhan dan efektifitas rezim anti pencucian uang, pencegahan pendanaan terorisme, dan proliferasi senjata pemusnah massal (APU PPT PPSPM) di Indonesia.
Baca Juga
Pada sekitar Juni-Oktober 2023, Indonesia masih harus mengejar pemenuhan sisa tiga immediate outcome (IO) yakni IO 3 tentang pengawasan kepatuhan, IO 8 tentang perampasan aset, dan IO 11 tentang pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal.
Ivan pun menceritakan bahwa dalam perjalanannya itu, seluruh kementerian/lembaga ikut turun gunung untuk memastikan Indonesia bisa diterima sebagai anggota ke-40 FATF. Sebanyak 23 kementerian/lembaga hingga Presiden Joko Widodo (Jokowi) ikut 'bergerilya'. Jalur perbaikan regulasi hingga diplomasi pun ditempuh.
"Misalnya masih ada dari sisi persyaratan yang kurang, aturan yang kurang, kita ubah. Kapolri ikut menandatangani perubahan aturan, Kemenkumham ikut menandatangani aturan, saya juga ikut. Antara Juni dan Oktober itu ada ratusan kali lagi meeting," kata Ivan beberapa waktu lalu.
Alhasil, upaya yang dilakukan PPATK dan pemerintah berbuah manis. Rombongan delegasi Indonesia yang dipimpin Ivan menghadiri sidang pleno FATF pada 25 Oktober lalu. Sebanyak 39 negara anggota FATF lalu menyetujui keanggotaan tetap (full membership) Indonesia secara aklamasi berdasarkan seluruh penilaian yang dilakukan sembilan negara contact group.
Bisik-bisik Jokowi
Pengalaman satu tahun memegang Presidensi G20 pada 2022 tanpa dibarengi dengan status keanggotaan FATF konon menjadi keprihatinan Jokowi. Ivan menyebut beberapa kali mantan Wali Kota Solo itu mengingatkannya mengenai hal tersebut.
Setiap kali jelang menghadiri sidang pleno FATF pada Februari, Juni, dan Oktober 2023, Ivan selalu konsisten meminta arahan Presiden. Sayang, upaya rombongan delegasi Indonesia masih harus gigit jari pada saat sidang Februari dan Juni 2023. Ivan mengeluhkan bahwa tantangan yang dihadapi bukan hanya soal substansi APU PPT PPPSPM, namun ada hal-hal nonsubstantif lainnya.
"Lalu, saat itu saya pulang gagal. Saya bilang [ke Presiden], 'Mohon maaf isunya bukan hanya terkait teknis substantif' Tapi banyak hal," ujarnya.
Contohnya, pemberitaan mengenai praktik perbudakan oleh mantan Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin-angin yang sempat mewarnai halaman depan The New York Times. Berita itu, kata Ivan, sempat mencuat di tengah jalannya sidang pleno FATF pada Juni 2023.
Selain itu, pemberitaan mengenai komentar Presiden ke-5 Megawati Soekarnoputri yang menyebut perlunya belajar ke Korea Utara terkait dengan nuklir. Hal tersebut, terang Ivan, turut mewarnai hal-hal nonsubstantif yang diduga 'menjegal' proses keanggotaan FATF.
"Padahal, maksud Ibu Megawati itu kalau Korea Utara bisa, apalagi kita. Saya kasih tahu Bapak Presiden waktu itu, 'Ini loh Pak dramatisnya'," tuturnya.
Teranyar, pada saat yang sama jelang pengangkatan Indonesia secara aklamasi sebagai anggota FATF ke-40, pecahnya konflik Hamas diakui turut membuat para delegasi khawatir. Ivan dan khususnya tim dari PPATK sempat 'menepuk jidat' ketika serangan Hamas 7 Oktober mencuat jelang keberangkatan delegasi ke Paris.
"Mereka [anggota FATF] sempat tanya di luar plenary, 'Apakah Indonesia setuju Hamas dijadikan teroris?' di pertemuan bilateral. Sementara itu, Ibu Menteri Luar Negeri sedang di New York bicara di United Nations. Kita kan tidak punya posisi mengatakan setuju atau tidak," papar Ivan.
Akan tetapi, pertaruhan untuk menjadi anggota FATF pada sidang pleno Oktober 2023 tidak pernah setinggi dari sidang-sidang sebelumnya. Ada banyak yang dipertaruhkan. Sebelum sidang tersebut, Indonesia sudah menjadi tuan rumah untuk dua perhelatan forum internasional secara berturut-turut, yakni G20 di 2022 dan Asean pada 2023.
Gengsi Indonesia pun dinilai menjadi pertaruhan. Apalagi, negara dengan 270 juta penduduk ini tengah 'memerangi' tindak pidana pencucian uang. Pada tahun ini saja, jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, Indonesia digemparkan dengan adanya transaksi mencurigakan mencapai Rp349 triliu terkait dengan pajak dan bea cukai.
Oleh karena itu, tak ayal bahwa orang nomor satu di Indonesia kembali membisiki Ivan betapa pentingnya agar Indonesia berhasil menembus keanggotaan FATF tahun ini.
"Saat saya pulang usai plenary Oktober lalu, saya beritahu Pak Presiden bahwa saya sampai tidak bisa tidur karena beliau berpesan bahwa kita harus bisa masuk FATF. Lalu, teman-teman all out dan alhamdulillah jadi," ujarnya sambil berseloroh.
Apa Untungnya?
Selain gengsi khususnya di antara negara-negara G20, Ivan menilai keanggotaan di FATF memiliki sejumlah privilese. Salah satunya, Indonesia bisa ikut menentukan arsitektur APU PPT PPPSPM.
Khususnya dari sisi penanganan praktik pencucian uang, Indonesia kini dinilai memiliki bekal lebih besar. Ivan menjelaskan bahwa peta risiko terbesar di Indonesia mengenai pidana asal pencucian uang yakni terkait dengan pidana korupsi dan narkotika.
Setelah menjadi anggota FATF, lanjutnya, PPATK akan bisa lebih banyak meminta bantuan kepada sesama negara anggota mengenai informasi soal aliran dana kasus korupsi ke luar negeri. Misalnya, pembelian aset yang diduga dilakukan oleh pelaku pidana korupsi.
"Kemudian, dari sisi kita yang paling penting adalah capital outflow dari kasus tindak pidana ini bisa kemudian dilakukan namanya asset recovery," ucapnya.
Di sisi lain, Ivan mengklaim ada manfaat lebih besar dari sisi ekonomi yang bisa dirasakan Indonesia. Contohnya, untuk meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modal di Indonesia maupun rating yang lebih tinggi dari berbagai lembaga rating internasional.
Ke depan, Indonesia masih memiliki beberapa PR untuk bisa memanfaatkan keanggotaan FATF guna kepentingan nasional, maupun sekadar memertahankan status keanggotaan. Ivan menyebut keanggotaan bisa dicabut apabila tidak menjalankan berbagai kewajiban sebagai anggota. Dampak keanggotaan terhadap penegakkan rezim APU PPT PPPSPM di dalam negeri juga akan dikaji secara berkala mulai dari 2028 nantinya.
Beberapa kewajiban anggota yang harus dipenuhi Indonesia yaitu untuk menyiapkan SDM untuk bisa bekerja di kantor pusat FATF, mengikuti sidang dan berbagai working group, maupun membayar iuran sekitar 160.000 euro.
"Meski ada iuran sekitar 160.000 euro setiap tahun, Presiden bahkan bilang, 'Kecil itu Pak Ivan. Kita ada uang.' Artinya Presiden mengatakan ini penting," ujarnya.
Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menilai dengan keanggotaan FATF, Indonesia dianggap cukup berhasil untuk melakukan perang total terhadap korupsi, pencucian uang, dan tindak pidana terorisme.
Dia menceritakan bahwa pada 2001, Indonesia sebelumnya pernah dimasukkan dalam daftar hitam atau black list oleh dunia internasional karena indonesia tidak memiliki perangkat undang-undang (UU) untuk memberantas korupsi di bidang pencucian uang. UU tersebut baru dibuat pada 2003.
Indonesia lalu resmi keluar dari black list pada 2015 dan mulai dianggap masuk ke rezim APU PPT PPPSPM.
"Saya kira ini adalah satu hal penting bagi perkembangan pemberantasan korupsi di negara kita terutama korupsi-korupsi yang berlanjut dengan TPPU atau malah didahului dengan TPPU," katanya beberapa waktu lalu di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta.
Selain oleh pemerintah, keanggotaan FATF turut disambut oleh penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Keanggotaan FATF diharapkan bisa menjawab keresahan terhadap praktik korupsi maupun pencucian uang lintas negara.
KPK mencatat bahwa kejahatan oleh perseorangan atau korporasi, dalam batas maupun melintasi wilayah suatu negara terus meningkat.
"Karenanya, KPK berkomitmen penuh untuk mendukung keanggotaan Indonesia di FATF serta menjaga stabilitas penegakan hukum dalam pemberantasan korups* demi meningkatnya kredibilitas dan persepsi positif Indonesia secara internasional," kata Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangan resminya.