Bisnis.com, JAKARTA – Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mengatakan bahwa pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza sama sekali tidak memadai di tengah memburuknya kondisi di Jalur Gaza.
Melansir Al Jazeera, Rabu (1/11/2023), Guterres menegaskan kembali bahwa kebutuhan bantuan kemanusiaan di Gaza jauh melampaui pasokan bantuan yang tersedia meskipun truk-truk bantuan telah mengalir masuk ke Gaza dari Mesir selama sepekan terakhir melalui Rafah, yang tidak berbatasan dengan Israel.
Sebelum perang Israel-Hamas, sekitar 500 truk yang membawa bantuan dan barang-barang lainnya masuk ke Gaza setiap harinya.
Pada Selasa, juru bicara keamanan nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan bahwa 66 truk bantuan kemanusiaan telah memasuki Gaza dalam 24 jam terakhir. Kirby mengatakan dirinya berharap bantuan dapat mencapai mencapai 100 truk per hari.
Guterres juga menyuarakan keprihatinannya atas eskalasi militer ketika Israel meningkatkan serangan darat di Gaza dan terus membombardir wilayah yang terkepung tersebut.
"Saya sangat khawatir dengan intensifikasi konflik antara Israel dan Hamas serta kelompok-kelompok bersenjata Palestina lainnya di Gaza.Dengan banyaknya nyawa warga Israel dan Palestina yang telah melayang, eskalasi ini hanya akan menambah penderitaan warga sipil,” kata Guterres.
Baca Juga
Komentar tersebut muncul ketika Israel melanjutkan pengeboman tanpa henti di Gaza dan membuat rumah sakit penuh dengan korban luka hingga melebihi kapasitas. Pasokan pasokan air, bahan bakar, dan listrik juga sangat terbatas.
Pemerintah Palestina mengatakan bahwa lebih dari 8.500 orang telah terbunuh di Gaza, lebih dari sepertiganya adalah anak-anak, sejak perang meletus pada tanggal 7 Oktober.
Dalam sebuah pernyataan pada hari Selasa, juru bicara United Nations Children's Fund (UNICEF) James Elder mengatakan bahwa Gaza telah menjadi kuburan bagi ribuan anak-anak.
Terbaru, Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan serangan udara Israel pada hari Selasa meratakan seluruh bagian kamp pengungsi Jabalia, menewaskan sejumlah orang dan melukai lebih dari 100 orang lainnya.
Sementara itu, Direktur Rumah Sakit Indonesia di Gaza mengatakan bahwa lebih dari 50 orang tewas.
Nebal Farsakh, juru bicara dari Bulan Sabit Merah Palestina, menyebut situasi tersebut "benar-benar mengerikan".
"Rumah sakit sudah kewalahan, dan mereka hampir tidak dapat menangani jumlah korban yang terus bertambah setiap jamnya. Mereka bekerja dengan kapasitas penuh," kata Farsakh kepada Al Jazeera.
Ia mengatakanhal ini terjadi pada saat yang sama ketika semua rumah sakit benar-benar runtuh karena kekurangan pasokan medis dan obat-obatan, dan personel medis kehabisan bahan bakar yang sangat dibutuhkan.
Berbicara di hadapan Dewan Keamanan PBB pada hari Selasa, Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi Filippo Grandi mendesak dewan untuk mendorong gencatan senjata guna mengakhiri rentetan kematian.
Amerika Serikat sejauh ini mendukung Israel dan menolak seruan gencatan senjata, dengan mengatakan bahwa penghentian pertempuran akan menguntungkan Hamas.
"Kami percaya bahwa kita harus mempertimbangkan hal-hal seperti jeda kemanusiaan untuk memastikan bahwa bantuan dapat sampai kepada mereka yang membutuhkan dan orang-orang dapat dilindungi dan keluar dari bahaya," ujar Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dalam sebuah sidang dengar pendapat di Kongres.
Berbicara pekan lalu, Guterres menganalogikan sejumlah kecil bantuan yang diizinkan masuk ke Gaza dari penyeberangan Rafah dengan Mesir sebagai setetes bantuan di tengah lautan kebutuhan yang besar.