Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Polemik Gibran Cawapres, PDIP Klaim Beberapa Ketum Parpol 'Ditekan' Kekuasaan

PDIP kembali menilai keputusan Gibran jadi cawapres Prabowo merupakan political disobedience hingga klaim beberapa ketum parpol mengaku ditekan penguasa
Polemik Gibran Cawapres, PDIP Klaim Beberapa Ketum Parpol 'Ditekan' Kekuasaan Bakal calon presiden Prabowo Subianto (kiri) dan wakil presiden Gibran Rakabuming Raka tiba di Rumah Sakit Pusat Angkata Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta, Kamis (26/10/2023). JIBI/Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Polemik Gibran Cawapres, PDIP Klaim Beberapa Ketum Parpol 'Ditekan' Kekuasaan Bakal calon presiden Prabowo Subianto (kiri) dan wakil presiden Gibran Rakabuming Raka tiba di Rumah Sakit Pusat Angkata Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta, Kamis (26/10/2023). JIBI/Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA - PDI Perjuangan (PDIP) kembali menyebut pencalonan putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka, sebagai wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto merupakan political disobedience atau pembangkangan politik.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan partainya percaya bahwa rakyat Indonesia bertakwa keapda Tuhan dan mengedepankan moralitas, nilai kebenaran, dan kesetiaan.

Dia menilai pencalonan Gibran di luar keputusan partainya, yakni PDIP untuk mengusung pasangan capres-cawapres Ganjar Pranowo-Mahfud MD merupakan pembangkangan politik terhadap konstitusi dan rakyat Indonesia.

"Kesemuanya dipadukan dengan rekayasa hukum di MK. Saya sendiri menerima pengakuan dari beberapa ketua umum partai politik yang merasa kartu truf-nya dipegang. Ada yang mengatakan life time saya hanya harian; lalu ada yang mengatakan kerasnya tekanan kekuasaan," ujarnya dalam siaran pers, Minggu (29/10/2023). 

Hasto juga menilai bahwa saat ini demokrasi Indonesia tengah diselimuti awan gelap dan diharapkan segera berlalu. Dia menyebut rakyat sudah memahami siapa yang meninggalkan siapa demi ambisi kekuasaan. 

"Semoga awan gelap demokrasi ini segera berlalu, dan rakyat Indonesia sudah paham, siapa meninggalkan siapa demi ambisi kekuasaan itu," ujarnya.

Adapun, awan gelap demokrasi yang disebut Hasto berkaitan dengan putusan MK beberapa waktu lalu yang berhasil memuluskan jalan Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden (cawpares) pendamping Prabowo Subianto. 

Putusan MK itu mengabulkan sebagian gugatan pemohon terhadap pasal 169 huruf q Undang-undang (UU) Pemilihan Umum (Pemilu). Amar putusan itu menyatakan frasa batas usia minimal 40 tahun bagi capres-cawapres bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat selama tidak dimaknai sedang atau pernah memegang jabatan melalui Pemilu termasuk pemilihan kepala daerah.

"Kami begitu mencintai dan memberikan privilege yang begitu besar kepada Presiden Jokowi dan keluarga, namun kami ditinggalkan karena masih ada permintaan lain yang berpotensi melanggar pranatan kebaikan dan Konstitusi. Pada awalnya kami hanya berdoa agar hal tersebut tidak terjadi, namun ternyata itu benar-benar terjadi," katanya. 

Sementara itu, kini status keanggotaan Gibran di PDIP juga menjadi sorotan, apalagi setelah resmi terdaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai cawapres dari Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. 

Beberapa elite PDIP juga telah buka suara bahkan melontarkan kritik terhadap Gibran atas manuver tersebut. Sejumlah pihak telah menyatakan bahwa Wali Kota Solo itu sudah resmi keluar dari PDIP setelah menjadi cawapres Prabowo, dan menunggu pengembalian Kartu Tanda Anggota (KTA) partai.  

Hasto menyinggung bahwa kelelahan simpatisan, anggota, dan kader partai belum usai setelah bekerja memenangkan Pilpres dan Pilkada, yang mengantarkan Jokowi dan keluarga ke jabatan publik. 

Sekadar informasi, Jokowi di antaranya diusung oleh PDIP pada dua kali pemilihan Wali Kota Solo, satu kali pemilihan Gubernur DKI Jakarta, dan dua kali Pilpres. Sementara itu, Gibran juga berhasil menduduki jabatan Wali Kota Solo pada 2020 lalu dengan diusung oleh partai berlambang banteng moncong putih itu.

Hasto mengatakan bahwa pihaknya kini memilih untuk mengungkapkan perasaan mereka.

"Seluruh simpatisan, anggota dan kader Partai sepertinya belum selesai rasa lelahnya setelah berturut-turut bekerja dari 5 Pilkada dan 2 Pilpres. Itu wujud rasa sayang kami. Pada awalnya kami memilih diam," kata Hasto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper