Bisnis.com, JAKARTA – Pascapendaftaran pasangan calon presiden dan wakil presiden Ganjar Pranowo-Mahfud MD, tak ada aktivitas formal yang dilakukan oleh Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri. Pun tak ada pesan dari Ketua Umum PDI-P itu, baik secara lisan maupun pernyataan lewat kadernya.
Padahal manuver politik kala itu sedang seru-serunya. Salah satu kader PDI-P, Gibran Rakabuming Raka, digadang-gadang menjadi kandidat kuat pendamping Prabowo Subianto oleh kubu Koalisi Indonesia Maju (KIM).
Kans tersebut kian nyata hingga palu hakim Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman, pamannya Gibran, memutuskan syarat capres dan cawapres dibolehkan di bawah umur 40 tahun, asal pernah menjabat kepala daerah.
Putra sulung Presiden ke-7 RI Joko Widodo itu pun melenggang. Pasangan Prabowo-Gibran diboyong ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan didaftarkan sebagai peserta kontestasi Pilpres 2024 pada Rabu (25/10/2023).
Hingga kini, tidak ada sikap tegas dari PDI-P atas 'pembangkangan' kader partainya tersebut. PDI-P sendiri mencalonkan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD sebagai pasangan capres-cawapres pada Pilpres 2024.
Riak-riak kecil disuarakan oleh politisi berlambang kepala banteng itu. Seperti Panda Nababan, Masinton Pasaribu hingga Adian Napitupulu.
Baca Juga
Pernyataan Adian cukup keras. Dia menyebutkan bahwa perseteruan Megawati dengan Jokowi karena ditolak perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode. Menurutnya, masalah konstitusi tidak dapat dinegosiasi bagi PDI-P.
Adian mengaku kecewa dengan sikap Jokowi yang begitu cepat berubah kepada PDI-P. Padahal, segalanya telah diberikan. Dia pun menyinggung dukungan partainya saat pencalonan Walikota Solo dua periode, Gubernur DKI, hingga presiden dua kali.
"Dulu ada yang datang minta rekomendasi walikota dikasih. Lalu minta jadi gubernur, minta rekomendasi dikasih lagi. Lalu minta jadi calon presiden, minta rekomendasi dikasih lagi. Kedua kali dikasih lagi. Lalu minta untuk anaknya dikasih lagi. Lalu minta untuk menantu lalu dikasih lagi. Banyak benar," kata Adian di TVOne, Rabu.
Panda Nababan pernah menyinggung ‘privilege’ yang diberikan kepada keluarga Jokowi cukup besar. Bahkan pencalonan Gibran di Solo sempat mengagalkan kandidat lain yang telah disetujui DPP PDI-P.
Puan menepis kabar Jokowi meminta penambahan jabatan tiga periode. “Setahu saya enggak. Enggak pernah beliau meminta untuk perpanjangan tiga periode,” ujarnya.
Mengenai status Gibran sebagai kader PDI-P setelah mendaftar sebagai cawapres masih abu-abu. Puan menyampaikan bahwa Gibran berketemu dirinya dan pamit menjadi cawapres, tetapi tidak mengembalikan kartu tanda anggota PDI-P.
Pun dengan Ketua DPP PDIP Bidang Kehormatan Komarudin Watubun tidak tegas mengumumkan pemecatan Gibran. Menurutnya, secara de facto sudah bukan kader PDIP lagi, karena melanggar keputusan partai menerima pinangan menjadi cawapres koalisi lain.
“Secara de facto, keanggotaan Gibran di PDI Perjuangan telah berakhir setelah pendaftarannya secara resmi menjadi cawapres dari KIM [Koalisi Indonesia Maju]," ujar Komarudin seperti dikutip dari rilisnya.
Gibran sendiri memberikan jawaban mengambang saat ditanya mengenai sikapnya sebagai anggota partai PDI-P. Menurutnya, persoalan itu sudah selesai sejak pertemuan yang diadakan dengan Puan, pekan lalu.
"Itu sudah clear loh, sudah saya jawab dari minggu lalu, sudah dari minggu lalu pertemuannya," katanya, Kamis (26/10/2023).
Perang Senyap Megawati vs Jokowi
Sikap diam Megawati atas beda jalan trah Jokowi ini cukup kontras. Berbeda dengan keputusan partai yang langsung memecat Budiman Sudjatmiko ketika memutuskan menyeberang ke Koalisi Indonesia Maju.
Biasanya, apabila ada geger politik menyangkut PDIP, Megawati acap kali ‘mengutus’ Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto bersuara. Namun, hingga saat ini belum ada suara-suara yang mewakili Teuku Umar—kediaman Megawati.
Jokowi sendiri secara terang menyampaikan bahwa merestui langkah politik Gibran dengan menjadi pendamping Prabowo. "Orang tua itu tugasnya hanya mendoakan dan merestui keputusan [Gibran] semuanya. Karena sudah dewasa ya jangan terlalu mencampuri urusan.”
Satu sisi, Jokowi memastikan hubungan dengan Megawati dan PDI-P baik-baik saja setelah Gibran deklarasi sebagwai cawapres. “Baik-baik saja,” ujar Jokowi singkat sambil tersenyum, Selasa (24/10/2023).
Pernyataan itu diperkuat dengan Sekretaris Kabinet Pramono Anung. Politisi senior PDI-P ini membantah isu keretakan hubungan antara Jokowi dengan Megawati. "Ya pokoknya hubungannya baik-baik saja, cerah ceria, dan rumor yang beredar itu udah enggak benar lah."
Pilihan Megawati dan PDI-P menggantungkan status Gibran tampaknya lebih karena kepentingan elektoral. Megawati tidak ingin salah langkah dengan membuat ‘perang terbuka’ dengan trah Jokowi.
Anak Presiden ke-1 RI Soekarno itu belajar dari pengalaman ketika ‘perang bubat’ dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Pilpres 2004. Sebagai pengingat, SBY sebagai pembantu Megawati—Menkopolhukam--ternyata diam-diam menyusun strategi untuk ikut kontestasi.
Megawati pun murka. Perang urat syaraf pun dilakukan. Megawati dan kader PDI-P menyerang habis-habisan SBY. Publik justru bersimpati kepada SBY sehingga mendorong jenderal bintang itu duduk di tampuk kekuasaan.
Hal tersebut dibenarkan Kennedy Muslim. Pengamat politik dari Indikator itu menilai sikap menggantung yang dilakukan Megawati ini lebih kepada kalkulasi elektoral. Menurutnya, PDIP berada di posisi dilematis karena tersandera secara elektoral oleh popularitas Jokowi.
“Jokowi yang approval rating-nya masih sangat tinggi. Konflik terbuka dengan Jokowi hanya akan menggerus suara PDIP di Pileg [pemilihan legislatif],” ujarnya kepada Bisnis.
Pengkhianatan vs Dizolimi
Selain itu, sambungnya, ada perang narasi ‘pengkhianatan vs dizolimi’ yang sedang berlangsung antara PDIP dan Jokowi-Gibran. Menurut Kennedy, antara opsi mengundurkan diri dan dipecat framing narasi depan akan sangat berbeda.
“Perang bubatnya underground dan pake proxy. Kita enggak pernah tau. Bu Mega kan susah ditebak. Mungkin saja nanti jadi konflik terbuka. Meskipun dari kacamata Jokowi konflik terbuka juga tidak menguntungkan,” terangnya.
Kennedy mencium strategi pilpres putaran kedua dengan sikap Megawati dan Jokowi yang tidak melakukan perseteruan secara terbuka. “Bisa repot kalau bergabung kelompok anti-Jokowi di putaran kedua melawan Prabowo-Gibran. Dan sinyal dari mbak Puan sejauh ini ke arah sana.”
Kemungkinan untuk kembali menyatu setelah pilpres pun terbuka. Pasalnya, irisan dari masing-masing partai penguasa saat ini ada di tiga paslon. Usai pilpres, opsi bagi-bagi keuasaan pun sangat terbuka, ucap Kennedy.