Bisnis.com, JAKARTA - Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dan Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara menyambangi Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melakukan audiensi terkait dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), soal batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Pihak TPDI dan Perekat Nusantara terlihat tiba siang ini di Kantor KPU, Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Selasa (24/10/2023), sekitar pukul 14.15 WIB. Pada hari sebelumnya, perwakilan dari kedua organisasi tersebut menyambangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melaporkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan beberapa pihak lain terkait dengan putusan MK tersebut.
Pada kunjungannya ke KPU siang ini, para advokat dari TPDI dan Perekat Nusantara meminta kesempatan untuk berdialog dengan KPU mengenai perkara uji materi pasal 169 huruf q Undang-undang (UU) Pemilu, yang dikabulkan sebagian oleh MK pekan lalu. Mereka juga meminta KPU agar segera merevisi Peraturan KPU (PKPU) guna mengakomodasi putusan MK soal batas minimal usia capres-cawapres.
Mereka menilai kendati putusan MK final dan mengikat (binding), PKPU perlu tetap direvisi.
"Persoalannya PKPU kan harus dirubah dulu. Untuk merubah PKPU ini tentu persetujuan Komisi 2 [DPR]. Sampai saat ini belum ada persetujuan komisi II," kata Koordinator Perekat Nusantara Carrel Ticualu saat ditemui di Kantor KPU, Jakarta, Selasa (24/10/2023).
Sekadar informasi, KPU sebelumnya menyatakan bahwa tidak akan merevisi PKPU lantaran putusan MK sudah bersifat final dan binding. KPU justru membuat surat KPU No.1145/PL.01.4-SD/05/2023 kepada Pimpinan Partai Politik Peserta Pemilu terkait dengan Tindak Lanjut Putusan MK No.90/PUU-XXI/2023 terkait dengan batas minimal usia capres-cawapres. Surat tersebut meminta agar bisa langsung memedomani putusan MK.
Baca Juga
Carrel juga mengatakan bahwa permasalahan yang ingin disampaikan bukan hanya seputar revisi PKPU sebagai tindak lanjut putusan MK, namun juga putusan MK tersebut.
Pihak Carrel menilai putusan MK itu masih bermasalah. Suara Hakim Konstitusi atas putusan MK yang mengabulkan sebagian gugatan No.90/PUU-XXI/2023 itu dinilai terpecah. Mereka menilai hanya tiga hakim konstitusi yang sepakat menyatakan capres cawapres boleh berusia minimal 40 tahun selama pernah atau sedang menjadi pejabat melalui mekanisme Pemilihan Umum (Pemilu).
Sementara itu, dua hakim konstitusi lainnya menyatakan berbeda alasan (concurring opinion) dengan menyatakan putusan tersebut berlaku hanya untuk gubernur, sedangkan tiga hakim konstitusi berbeda pendapat atau dissenting opinion.
Seperti diketahui, putusan MK itu memuluskan jalan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming menjadi bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto. Carrel menilai apabila Gibran tetap diloloskan ke ajang Pilpres 2024, maka akan menimbulkan permasalahan di kemudian hari.
"Gibran cuma didukung oleh tiga hakim konstitusi, dipaksakan ini pasti akan menuai masalah di kemudian hari. Karena itu, kami berkepentingan sebagai masyarakat jangan sampai nanti Presiden terpilih, anggaplah Prabowo dan Gibran terpilih, ini akan menuai gugatan yang tidak ada habisnya karena prosesnya pun tidak sah," jelasnya.
Sebelumnya, TPDI dan Perekat Nusantara telah melaporkan perkara yang sama ke KPK. Pihak terlapor yakni Presiden Joko Widodo, Ketua MK Anwar Usman, Wali Kota Solo sekaligus Bakal Cawapres Koalisi Indonesia Maju, serta Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep.
Mereka melaporkan keempat orang tersebut ke KPK atas dugaan kolusi dan nepotisme.
Sementara itu, partai politik Koalisi Indonesia Maju berencana untuk mendaftarkan pasangan Prabowo dan Gibran ke KPU besok, Rabu (25/10/2023).
"Mungkin besok Prabowo dan Gibran akan datang diterima, namun belum tentu dipenuhi persyaratan itu. Saya kira itu," ujarnya.
Untuk diketahui, MK mengabulkan sebagian permohonan gugatan terhadap pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana dalam perkara No.90/PUU-XXI/2023. MK menyatakan pasal yang mengatur batas usia minimal capres-cawapres itu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum tetap selama tidak dimaknai "berusia paling rendah 40 tahun atau pernah sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah".