Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga adanya kerugian keuangan negara sebesar US$140 juta atau setara Rp2,1 triliun yang disebabkan oleh kasus dugaan korupsi pengadaan liquified natural gas (LNG) di PT Pertamina (Persero) selama 2011-2021.
Atas kasus tersebut, KPK menetapkan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) 2009-2014 Galaila Karen Kardinah atau Karen Agustiawan sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Pada hari ini, Selasa (19/9/2023), Karen mulai ditahan oleh penyidik untuk 20 hari ke depan.
"Akan melakukan penahanan GKK alias KA [Karen Agustiawan] selama 20 hari pertama dari 19 September 2023 sampai dengan 8 Oktober 2023 di Rumah Tahanan KPK," terang Ketua KPK Firli Bahuri pada konferensi pers, Selasa (19/9/2023).
Berdasarkan konstruksi perkaranya, Pertamina pada 2012 disebut memiliki rencana untuk mengadakan LNG sebagai alternatif mengatasi terjadinya defisit gas di dalam negeri. Hal tersebut lantaran adanya perkiraan defisit gas yang terjadi di Indonesia di kurun waktu 2009 hingga 2040.
Oleh sebab itu, Karen yang saat itu memimpin Pertamina mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerja sama dengan beberapa produsen dan supplier LNG yang ada di luar negeri. Salah satunya yaitu Corpus Christi Liquefaction LLC yang berbasis di Amerika Serikat (AS).
KPK menduga saat pengambilan kebijakan dan keputusan tersebut, Karen secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian perusahaan tanpa kajian hingga analisis menyeluruh. Karen juga diduga tidak melaporkan kebijakan itu kepada Dewan Komisaris Pertamina.
Baca Juga
"Selain itu pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham [RUPS] dalam hal ini pemerintah tidak dilakukan sama sekali sehingga tindakan GKK alias KA tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari Pemerintah saat itu," terang Firli.
Kemudian, KPK memaparkan bahwa dalam perjalanannya seluruh kargo LNG milik Pertamina yang dibeli dari perusahaan CCL tidak terserap di pasar domestik. Konsekuensinya, kargo LNG itu menjadi oversupply dan tidak pernah masuk wilayah Indonesia.
Alhasil, kondisi kelebihan pasok tersebut berdampak nyata harus dijual dengan kondisi merugi di pasar internasional oleh Pertamina.
"Dari perbuatan GKK alias KA menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar US$140 juta yang ekuivalen dengan Rp2,1 triliun," ujar Firli.
Karen disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-undang (Uu) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) KUHP.