Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka kemungkinan pengusutan dugaan suap oleh mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo. Rafael sebelumnya telah didakwa menerima gratifikasi dan pencucian uang.
Seperti diketahui, Rafael Alun didakwa menerima gratifikasi pengurusan perpajakan dari Wajib Pajak (WP) dari periode 2002 hingga 2023 dengan total Rp16,6 miliar. Pada surat dakwaan yang dibacakan, Rabu (30/8/2023), Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai gratifikasi yang diterima Rafael harus dianggap sebagai suap.
Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan bahwa persidangan kasus Rafael Alun saat ini masih akan fokus untuk membuktikan dakwaan gratifikasi dan pencucian uang. Namun, apabila seiring perjalanannya ditemukan fakta terkait dengan praktik suap, maka akan didalami lebih lanjut.
"Bahwa oh ternyata faktanya itu yang tepat adalah karena memang ada meeting of mind tadi itu, maka bisa ditemukan suapnya," kata Ali kepada wartawan, Kamis (31/8/2023).
Sebelumnya, JPU KPK menilai tindak pidana gratifikasi pengurusan pajak WP oleh Rafael Alun harus dianggap sebagai tindak pidana suap. JPU menilai gratifikasi itu patut dianggap sebagai suap lantaran berhubungan dengan jabatan yang dimiliki Rafael.
"Haruslah dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, yakni berhubungan dengan jabatan terdawka sebagai Pegawai Negeri pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan Direktorat Jenderal Pajak," demikian terang JPU, Rabu (30/8/2023).
Baca Juga
Untuk diketahui, perbedaan antara gratifikasi dan suap yakni pemberi gratifikasi tidak dijerat pidana, sedangkan pemberi suap bisa dijerat dengan Undang-undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Mengenai penilaian JPU itu, kuasa hukum Rafael Alun mengatakan bahwa hal tersebut nantinya akan disampaikan dalam eksepsi kliennya itu.
"Makanya nanti kami akan sampaikan terkait dengan eksepsi kami, nanti akan kami sampaikan. Adapun sebenarnya pembuktian-pembuktian di dalam persidangan ke depannya yang mana nanti pembuktian tersebut kami akan mengedepankan metode-metode ilmiah," terang kuasa hukum Rafael Alun, Brian Manuel, di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat.
Adapun empat perusahaan yang menjadi pintu dan sumber penerimaan gratifikasi Rafael yakni PT Artha Mega Ekadhana (ARME) dan PT Cubes Consulting, di mana komisaris dan pemilik sahamnya adalah istri dan saudara Rafael.
Sementara itu, dua perusahaan lainnya yakni PT Cahaya Kalbar dan PT Krisna Bali International Cargo merupakan perusahaan sebagai WP yang memberikan gratifikasi kepada Rafael.
PT Cahaya Kalbar merupakan anak usaha dari Wilmar Group, yang menjadi WP pada Kantor Pusat Ditjen Pajak Jakarta.
JPU menerangkan bahwa nilai gratifikasi Rp16,6 miliar itu merupakan nilai uang dari WP yang khusus diterima Rafael dan istrinya, Ernie Meike Torondek, terkait dengan pengurusan perpajakan para WP yang ditanganinya.
Jika dibagi dalam dua periode, Rafael didakwa menerima gratifikasi Rp5,1 miliar pada periode 2022-2010, lalu menerima Rp11,5 miliar pada 2011-2023. Sementara itu, total penerimaan gratifikasi pengurusan pajak yang masuk melalui perusahaan-perusahaan tersebut total mencapai Rp27,8 miliar.
"Terdakwa bersama Ernie Meike Torondek baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui PT ARME, PT Cubes Consulting, PT Cahaya Kalbar, dan PT Krisna Bali International Cargo, telah menerima uang seluruhnya sejumlah Rp27,8 miliar," lanjut JPU.