Bisnis.com, JAKARTA – Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Aisah Putri Budiatri menjelaskan ada beberapa plus dan minus yang didapatkan bakal calon presiden (capres) Prabowo Subianto dengan masuknya Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN) ke Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR).
Partai Golkar dan PAN telah mendeklarasikan Prabowo sebagai capres untuk kontestasi Pilpres 2024.
Menurut dia, bertambahnya dukungan dari Golkar dan PAN tidak hanya menguatkan posisi Prabowo secara politik, tetapi juga dari sisi elektoral.
Dukungan Golkar dan PAN, ujarnya, jelas menambah amunisi kekuatan kepada Prabowo.
Saat ini koalisi pendukung Prabowo terdiri dari lima partai politik antara lain Gerindra, PKB, PAN, Golkar, dan PBB. Jika mengacu pada hasil Pemilu 2019, dukungan dari lima partai ini mewakili 42,2 persen atau setara 59 juta suara.
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menyebut bahwa dukungan yang diberikan partainya berdasarkan pada Sejarah, Prabowo pernah menjadi kader Partai Beringin tersebut.
Baca Juga
"Kenapa Partai Golkar menjatuhkan pilihan kepada Bapak Prabowo Subianto? Tidak lain tidak bukan karena Pak Prabowo Subianto lahir dari rahim Partai Golkar," kata Airlangga pada Minggu (13/8/2023).
Menurut Aisah, Prabowo saat ini konsisten unggul dibanding yang lain, sehingga tentu memikat Golkar dan PAN untuk bergabung.
Selain itu, ada peluang-peluang politik yang menjadi komitmen koalisi, misalnya terkait dengan posisi wakil presiden, pembagian komitmen kerja kampanye, dan hal lain.
“Tentunya, koalisi Prabowo yang menggemuk akan memengaruhi elektabilitas Prabowo. Secara sederhana, jika partai berkoalisi benar-benar solid menggerakkan mesin partainya hingga ke level pengurus daerah, peluang Prabowo semakin meningkat elektabilitasnya tentu sangat mungkin terjadi,” jelas Aisah pada Senin (14/8/2023)
Beberapa Kekurangan
Aisah menjelaskan momentum politik dan popularitas individu calon juga menentukan dan tidak semata-mata hanya berasal dari kekuatan partai pendukung.
Prabowo dulu populer dengan kariernya di militer dan sempat terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia (HAM) pada tahun 1998. Hal ini pun membuatnya sering diserang.
“Banyak analisis survei membuktikan anak muda cenderung menunjukan preferensi kepada Prabowo. Jika hal ini saling dikaitkan, mungkin kelompok muda, terutama setelah generasi milenial, punya keterikatan pada kasus pelanggaran HAM yang lebih lemah dari kelompok usia di atasnya,” jelas Aisah ketika ditanya keterkaitan masa lalu Prabowo dengan elektabilitasnya saat ini.
Aisah juga menjelaskan kubu Prabowo harus solid untuk bekerja menaikkan dan mempertahankan elektabilitas Prabowo. Jika tidak, koalisi yang besar dan gemuk akan sia-sia nantinya.