Bisnis.com, JAKARTA - Salah satu pendiri raksasa teknologi Rusia Yandex Arkady Volozh menyatakan bahwa invasi besar-besaran Moskow ke Ukraina adalah biadab.
Volozh (59) mengatakan dia mengaku "ngeri" karena banyak rumah orang Ukraina dibom setiap hari.
Miliarder yang tinggal di Israel itu sebelumnya menghadapi kritik karena tidak berbicara secara terbuka tentang masalah ini.
Yandex merupakan perusahaan yang telah dituduh menyembunyikan informasi tentang perang dari publik Rusia, meski dia telah meninggalkan Yandex pada tahun lalu.
Melansir BBC, Yandex sering dijuluki "Google Rusia", karena merupakan mesin pencari internet terbesar dalam bahasa Rusia.
"Invasi Rusia ke Ukraina adalah biadab, dan saya dengan tegas menentangnya. Meskipun saya pindah ke Israel pada 2014, saya harus ikut bertanggung jawab atas tindakan negara," katanya.
Baca Juga
Volozh yang merupakan pengusaha teknologi Israel, ilmuwan komputer, investor, dan dermawan kelahiran Kazakhstan telah berhenti sebagai CEO Yandex pada Juni 2022. Ini terjadi tidak lama setelah dia secara pribadi diberi sanksi oleh Uni Eropa (UE).
"Ada alasan untuk tetap diam selama proses panjang ini. Meskipun akan ada pertanyaan tentang waktu pernyataan saya hari ini, seharusnya tidak ada pertanyaan tentang esensinya. Saya menentang perang," tambahnya.
Pihak Uni Eropa mengatakan Volozh bertanggung jawab atas tindakan atau kebijakan yang merusak atau mengancam integritas teritorial, kedaulatan dan kemerdekaan Ukraina.
"Yandex juga bertanggung jawab untuk mempromosikan media dan narasi pemerintah (Rusia) dalam hasil pencariannya, dan menurunkan peringkat serta menghapus konten yang mengkritik Kremlin, seperti konten yang terkait dengan perang agresi Rusia melawan Ukraina," ujarnya.
Volozh adalah salah satu dari sedikit pengusaha top Rusia yang secara terbuka mengutuk keputusan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk melancarkan invasi skala penuh ke Ukraina pada 24 Februari 2022.