Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengaku pemerintah sebenarnya kurang sependapat dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan perpanjangan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun, dia menyebut pemerintah bakal tunduk terhadap putusan MK dan akan memperpanjang jabatan pimpinan KPK mulai periode saat ini menjadi 5 tahun.
"Pemerintah memutuskan mengikuti putusan MK. Dalam beberapa hal pemerintah kurang sependapat dengan putusan MK, tapi yang lebih prinsip di atas kekurangsepakatan itu adalah pemerintah harus tunduk kepada ketentuan konstitusi bahwa keputusan MK itu final dan mengikat," ujarnya dalam konferensi pers di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (9/6/2023).
Mahfud menjelaskan bahwa telah selesai mengkaji dan menelaah putusan MK tersebut, sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo. Dia juga telah mempertimbangkan berbagai pandangan dari kalangan akademisi, praktisi, serta ahli ketatanegaraan.
Hasilnya, pemerintah memutuskan untuk memperpanjang periode jabatan pimpinan lembaga antirasuah yang saat ini dipimpin oleh Firli Bahuri, Alexander Marwata, Johanis Tanak, Nawawi Pomolango, dan Nurul Ghufron.
Dengan demikian, pimpinan KPK 2019-2023 itu akan diperpanjang masa jabatannya selama 1 tahun lagi atau hingga 2024.
Baca Juga
Mahfud, yang pernah menjabat sebagai Ketua MK, lalu menjelaskan alasan di balik sikap pemerintah yang tidak sependapat dengan putusan hakim konstitusi. Menurutnya, ada inkonsistensi dalam putusan tersebut.
"Misalnya, dulu [pimpinan saat] ini diangkat berdasarkan UU lama yang [masa jabatannya] empat tahun. Kok tiba-tiba diubah sekarang? Apa tidak boleh berlaku ke depan aja? Misalnya dulu Ghufron [Wakil Ketua KPK] tidak memenuhi syarat menurut UU baru, maka diberlakukan yang lama. Terasa inkonsisten," jelasnya.
Meski demikian, Mahfud mengatakan telah bertemu dengan sebagian besar hakim MK pada 29 Mei 2023. Lembaga tersebut menegaskan bahwa putusan yang dibacakan pada 25 Mei 2023 lalu sudah berlaku sejak dibacakan.
"Ya sudah diikuti saja kan tidak bisa kita mengatakan tidak pada putusan MK. Lalu dasar hukum apa yang mau dipakai kalau putusan MK sudah mengatakan begitu, kita tidak taat. Kan ini negara hukum, ya diikuti," tutupnya.